Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Mumtaza azzahir
Ilustrasi PNS. (ANTARA)

Dalam kegiatan rapat kerja tingkat pertama yang diselenggarakan oleh Komisi II DPR dan terkait dengan adanya Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara yang dibahas di dalamnya, Komisi II DPR telah mengusulkan 5 kebijakan terhadap RUU tersebut yang berisi adanya kebijakan penghapusan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), penetapan kebutuhan Pegawai Negeri Sipil (PNS), kesejahteraan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), pengurangan Aparatur Sipil Negara (ASN), dan yang terakhir yaitu kebijakan mengenai pengangkatan tenaga honorer.

Dari kelima kebijakan tersebut yang diusulkan oleh Komisi II DPR, ada salah satu kebijakan yang menuai pro dan kontra dikalangan publik yaitu mengenai adanya kebijakan pengangkatan tenaga honorer. Dalam kebijakan tersebut dijelaskan bahwa Komisi II DPR mengusulkan kepada pemerintah agar tenaga honorer dapat diangkat sebagai PNS tanpa mengikuti tes.  

Selain tenaga honorer, Komisi II DPR juga menyarankan agar pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS, pegawai pemerintah non-PNS, dan tenaga kontrak yang bekerja di instansi pemerintahan juga dapat langsung diangkat menjadi PNS tanpa mengikuti tes.  Komisi II DPR dalam hal ini mengusulkan agar pemerintah lebih mengutamakan tenaga honorer yang sudah lama menjabat dan bekerja di bidang fungsional, administrasi dan pelayanan publik.

Dilihat dari adanya isu kebijakan tersebut mengenai pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS yang dilaksanakan tanpa tes nyatanya telah mengundang kontra, hal ini dibuktikan dengan adanya pendapat dari Plt Deputi SDM Aparatur Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB), Teguh Widjinarko yang menegaskan bahwa rekrutmen CPNS dan PPPK harus dan tetap dilaksanakan dengan tes.

Hal ini dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang ada pada saat ini dimana tuntutan masyarakat terhadap pelayanan ASN yang semakin tinggi. Dengan demikian untuk mendapatkan ASN yang berkualitas dan memiliki kinerja yang baik haruslah dimulai dengan membuat pola rekrutmen pegawai yang profesional.  

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 Pasal 1 tentang pengangkatan tenaga honorer untuk menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil dijelaskan bahwa tenaga honorer ialah orang yang ditunjuk oleh pejabat dalam pemerintahan untuk melakukan tugas-tugas tertentu dalam suatu instansi pemerintahan yang pendapatannya tersebut menjadi beban bagi APBN atau APBD.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 tersebut, mengenai pengangkatan tenaga honorer untuk bisa menjadi seorang PNS haruslah memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan. Adapun syarat-syarat tersebut tertuang dalam pasal 3 yang berisi:

1) Adanya regulasi jenis jabatan tenaga honorer yang diprioritaskan seperti guru, tenaga kesehatan, tenaga penyuluh di bidang pertanian, perikanan, peternakan, dan tenaga teknis yang dibutuhkan oleh pemerintah.

2) Adanya batas usia yaitu paling tinggi 46 tahun dan yang paling rendah  berusia 19 tahun, selanjutnya mengenai masa kerja tenaga honorer yang disyaratkan yaitu minimal satu tahun secara berturut-turut.

3) Masa kerja yang dilakukan secara terus menerus tidak berlaku bagi seorang dokter yang sudah selesai menjalankan masa bakti sebagai pegawai tidak tetap.

4) Dan yang terakhir adanya pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil harus dilakukan melalui pemeriksaan kelengkapan administrasi.

Dalam hal ini pengangkatan tenaga honorer untuk menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil haruslah dilaksanakan secara objektif, transparan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar dalam proses rekrutmen tenaga honorer yang nantinya akan menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil terhindar dari segala berbagai permasalahan yang ditimbulkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.  

Dengan adanya isu kebijakan tersebut mengenai usulan Komisi II DPR tentang pengangkatan tenaga honorer sebagai PNS yang dilaksanakan tanpa tes sangat bertolak belakang dengan prinsip, sistem dan visi Indonesia maju dalam upaya meningkatkan daya saing suatu bangsa, karena hal tersebut secara tidak langsung telah menghilangkan kesempatan bagi para anak muda Indonesia untuk bergabung ke dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan.

Oleh: Mumtaza Azzahiroh / Mahasiswa Prodi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang

Mumtaza azzahir