Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Albertus Sindoro
Awan panas guguran Gunung Merapi terlihat dari Kaliurang, Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (27/1/2021). - (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/wsj)

Rabu (27/1/2021), Gunung Merapi menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanik sejak pagi hari. Dalam rentang pukul 06.00 hingga 07.00, terjadi enam kali guguran material yang mengarah ke arah barat daya lereng Merapi. Tidak sampai di situ, antara pukul satu hingga dua siang, terjadi rentetan guguran material yang cukup besar dengan jarak luncuran maksimal hingga tiga kilometer dari puncak.

Geliat Merapi di hari kemarin (27/1/2021) sukses mengambil perhatian media massa dan media sosial yang langsung dipenuhi dengan gambar maupun video awan erupsi Merapi yang berhasil diabadikan oleh warganet. Ucapan pun bermunculan dari masyarakat media sosial yang mendoakan agar Gunung Merapi tetap berada di kondisi aman dan terkendali.

Dari segi awam, mungkin masyarakat yang melihat gambar maupun video aktivitas Merapi akan bertanya apakah aktivitas Merapi yang mereka lihat tersebut sudah berada di level berbahaya.

Apakah aktivitas Merapi berbahaya?

Untuk menjawab hal tersebut, kita perlu mencermati data terkait aktivitas Gunung Merapi yang dikeluarkan oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG). Data tersebut dapat menggambarkan bagaimana situasi Merapi dalam suatu kurun waktu. Data tersebut pun menjadi acuan bagi BPPTKG dan pemerintah dalam membuat kebijakan yang bertujuan untuk menciptakan suasana nyaman bagi masyarakat, khususnya yang berada di lereng Merapi.

Kemudian, berkaca dari aktivitas pada 27 Januari 2021 kemarin, apakah status Merapi perlu dievaluasi oleh BPPTKG? Jawabannya tentu perlu. Namun tampaknya, BPPTKG perlu melihat aktivitas Merapi beberapa waktu ke depan sebelum memberikan rekomendasi teranyar kepada masyarakat terkait aktivitas Merapi. Meski letusan di tanggal 27 Januari 2021 mengakibatkan warga di kawasan Turgo harus mengungsi, namun nyatanya hingga tulisan ini diturunkan (28/1), status Merapi masih berada di level ‘Siaga’.

Haruskah status Merapi ditingkatkan?

Tentu dalam menaikkan status aktivitas Merapi, BPPTKG perlu melakukan kajian mendalam. Selain mencermati data aktivitas Merapi, BPPTKG perlu melihat dampak seperti apa yang akan ditimbulkan dari aktivitas Merapi bagi masyarakat yang ada di sekitar. Jika dampaknya cukup membahayakan, bukan tidak mungkin BPPTKG akan menaikkan status Merapi ke level yang lebih tinggi. Seandainya level aktivitas Merapi dinaikkan menjadi ‘Awas’, artinya warga dalam radius tertentu dari puncak gunung harus diungsikan.

Kita mungkin perlu memberi waktu bagi BPPTKG untuk memberikan status terbaru Merapi. Namun demikian, sebagai masyarakat khususnya yang berada di lereng Merapi, sebaiknya perlu untuk mengetahui kabar terkini mengenai aktivitas Merapi melalui media, baik media daring maupun media komunitas yang biasa hadir di kawasan lereng Merapi. Hal ini merupakan tindakan antisipasi bencana yang baik karena dengan informasi yang cukup, masyarakat dapat melakukan hal yang perlu dilakukan dalam mengusahakan keselamatan diri.

Albertus Sindoro