Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Shinta Ci
Presiden Amerika Serikat Joe Biden. (Instagram/@joebiden)

Presiden Amerika Serikat Joe Biden meminta para jenderal Myanmar untuk "melepaskan kekuasaan" pada hari Kamis (4/2/2021). Selain itu, Biden juga menuntut mereka untuk membebaskan para pemimpin sipil yang ditahan dalam kudeta pekan ini.

Washington telah memimpin kecaman internasional atas kudeta yang terjadi di Myanmar pada hari Senin 1 Februari 2021 lalu, yang membuat para tokoh besar di Myanmar, termasuk Aung San Suu Kyi ditahan.

"Dalam demokrasi, kekuatan militer tidak boleh berusaha untuk mengesampingkan keinginan rakyat atau berusaha untuk menghapus hasil pemilihan yang kredibel," kata Biden dalam pidato kebijakan luar negeri besar pertamanya sebagai presiden sebagaimana dilansir dari CNA.

"Militer Myanmar harus melepaskan kekuasaan yang telah mereka rebut, membebaskan para pendukung dan aktivis serta pejabat yang telah mereka tangkap, mencabut pembatasan di bidang telekomunikasi, dan menahan diri dari kekerasan," tukasnya.

Peringatan AS datang setelah para jenderal Myanmar memerintahkan untuk membatasi akses ke Facebook pada hari Kamis (4/2/2021), ketika orang-orang berbondong-bondong ke media sosial untuk menyuarakan pendapatnya ke seluruh dunia

"Kami memiliki kekuatan digital ... jadi kami telah menggunakan ini sejak hari pertama untuk menentang militer," kata aktivis Myanmar, Thinzar Shunlei Yi.

Bagi banyak orang di Myanmar, Facebook adalah pintu gerbang ke internet dan salah satu cara paling mudah untuk mengumpulkan informasi.

Tetapi menentang militer, meskipun hanya melalui media masa, tetap penuh dengan risiko.

Pada hari Kamis kemarin, bendera merah NLD menghiasi balkon puluhan apartemen Yangon. Selain itu, sebuah unjuk rasa kecil terjadi hari itu di depan sebuah universitas kedokteran di kota utara Mandalay, dengan pengunjuk rasa membawa spanduk yang bertuliskan: "Protes rakyat terhadap kudeta militer!"

Kudeta Kepala Angkatan Darat Myanmar Min Aung Hlaing telah membuat berbagai komunitas internasional resah.

Pada hari Rabu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres berjanji untuk memobilisasi semua aktor kunci dan komunitas internasional supaya memberikan tekanan yang cukup pada Myanmar untuk memastikan bahwa kudeta tersebut gagal.

"Benar-benar tidak dapat diterima untuk membalikkan hasil pemilihan dan keinginan rakyat," kata Gueterres dalam komenarnya di The Washington Post.

Dewan Keamanan PBB mengeluarkan pernyataan secara resmi pada hari Kamis yang menyatakan keprihatinan yang mendalam dan menuntut para tahanan dibebaskan - tetapi tidak mengutuk kudeta tersebut.

Sementara itu, diplomat China dan Rusia yang memiliki hak veto dan pendukung utama Myanmar di PBB, telah meminta lebih banyak waktu untuk menyempurnakan tanggapan dewan.

Min Aung Hlaing sendiri telah membenarkan jika dirinya memimpin kudeta tersebut. Dia juga menuduh ada kecurangan pemilih yang meluas selama pemilu di bulan November lalu dimana Aung San Suu Kyi, menang telak.

Pengamat internasional dan lokal - serta pemantau pemilu Myanmar sendiri - melaporkan tidak ada masalah besar yang memengaruhi integritas pemungutan suara tersebut.

Militer Myanmar telah mengumumkan keadaan darurat satu tahun dan mengatakan akan mengadakan pemilihan baru setelah tuduhan tersebut ditangani.

Shinta Ci