Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Shinta Ci
Seorang pengunjuk rasa muda memegang poster selama demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon, Myanmar, Sabtu (6/2/2021). [YE AUNG THU / AFP]

Pemerintah militer Myanmar mengerahkan pasukan tambahan di seluruh negeri dan memutus sambungan internet selama dua hari berturut-turut untuk meredam protes anti-kudeta, tetapi para demonstran yang menentang kembali turun ke jalan pada hari Senin (15/02/2021).

Militer Myanmar terus meningkatkan upayaya untuk memadamkan pemberontakan warga semenjak kudeta terjadi dua mingggu yang lalu. Seorang tokoh masyarakat terkenal, Aung San Suu Kyi bahkan ikut ditahan bersama dengan ratusan orang lainnya.

Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint diperkirakan akan diinterogasi oleh pengadilan militer melalui konferensi video. di ibu kota negara Naypyidaw minggu ini, kata pengacara Khin Maung Zaw. Dia juga menambahkan bahwa sampai saat ini dirinya belum dapat melakukan kontak dengan klien mana pun. Tidak ada tokoh publik yang terlihat di depan umum sejak mereka ditahan.

Para jenderal memberlakukan penutupan akses internet selama berjam-jam pada Senin pagi dan meningkatkan pasukan militer di seluruh negeri dalam semalam, termasuk juga memperbanyak kendaraan lapis baja di kota Yangon, salah satu kota terbesar di Myanmar.

Pada hari Selasa, pemutusan akses internet masih menyelimuti Myanmar. Penutupan akses internet tersebut dilakukan sehari setelah pengunjuk rasa turun ke jalan untuk memprotes kedatangan pasukan militers dengan skkala besar di kota Yangon.

Melansir dari Channel New Asia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam tindakan tersebut. Utusan PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, telah memperingaktakan wakil komandan tentara Myanmar, Soe Win, bahwa pemutusan jaringan internet untuk bersosialisasi dan menyatakan pendapat hanya akan merusak prinsip inti demokrasi.

"Berpatroli dengan kendaraan lapis baja berarti mereka mengancam orang," kata Nyein Moe, salah satu demonstran di Yangon. "Kita tidak bisa berhenti sekarang," tukasnya.

Pada Senin sore hari, berita tentang kehadiran banyaknya pasukan di markas besar partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Aung San Suu Kyi menarik ribuan orang ke tempat kejadian. Mereka meneriakkan "Akhiri kediktatoran militer" kepada pasukan yang berjaga di sana.

Di seluruh pelosok Myanmar, orang-orang terus turun ke jalan pada hari Senin untuk menyerukan pembebasan Aung San Suu Kyi. Demonstrasi yang dipimpin oleh kelompok mahasiswa di Naypyidaw disambut dengan kekerasan setelah pertemuan mundur. Polisi juga menangkap puluhan pengunjuk rasa muda, meskipun beberapa kemudian dibebaskan.

Mandalay, kota terbesar kedua di negara itu, menyaksikan bentrokan yang menyebabkan sedikitnya enam orang terluka setelah polisi menggunakan ketapel terhadap pengunjuk rasa dan menembakkan peluru karet ke kerumunan.

Demonstran membalas dengan melempar batu bata, menurut seorang anggota tim penyelamat yang membantu korban luka.

"Salah satu dari mereka membutuhkan oksigen karena dia terkena peluru karet di tulang rusuknya," kata kepala tim penyelamat Khin Maung Tin kepada AFP. Wartawan di tempat kejadian juga mengatakan polisi telah memukuli mereka selama bentrokan terjadi.

Gerakan anti-kudeta terus berlanjut meskipun ada kekhawatiran yang meningkat akan tindakan keras yang lebih keras, seperti yang terjadi pada Minggu malam ketika pasukan di kota utara Myitkyina menembakkan gas air mata dan kemudian menembak ke kerumunan pengunjuk rasa.

Sejauh ini, lebih dari 420 orang - termasuk mereka yang melakukan mogok kerja - telah ditahan sejak kudeta, menurut kelompok pemantau Asosiasi Bantuan Tahanan Politik.

Pernyataan bersama dari duta besar AS, Inggris dan Uni Eropa mendesak militer Myanmar untuk tidak membahayakan warga sipil.

Pada Senin tengah malam, kedutaan Inggris di Myanmar mengambil tindakan yang lebih keras dengan menegur rezim militer tersebut karena sudah kembali memutus jaringan internet.

"Serangan terhadap kebebasan berekspresi harus dihentikan," tulis pihak kedutaan Inggris di Myanmar melalui Twitter. Anggota PBB, Tom Andrews, juga mengatakan kepada AFP pada hari Senin bahwa dia berharap sidang pengadilan Aung San Suu Kyi akan adil.

Shinta Ci