Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Shinta Ci
Unjuk rasa. Sumber: Unsplash @claybanks

Polisi di bekas ibu kota kuno Myanmar, Bagan, melepaskan tembakan pada Minggu 7 Maret terhadap para demonstran yang masih melakukan aksi protes kudeta militer.

Melansir dari Channel New Asia, sedikitnya lima orang dilaporkan terluka ketika polisi berusaha membubarkan aksi protes di Bagan, dan foto-foto menunjukkan seorang pemuda dengan luka berdarah di dagu dan lehernya, yang diyakini disebabkan oleh tembakan peluru karet. Selongsong peluru yang dikumpulkan di tempat kejadian menunjukkan bahwa peluru tajam juga ditembakkan.

Kota yang terletak di tengah kawasan Mandalay ini merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO sebagai pengakuan atas lebih dari 2.000 pagoda yang masih terletak di sana, berasal dari abad kesembilan hingga ke-13, ketika masih menjadi ibu kota kerajaan yang kemudian menjadi dikenal sebagai Burma dan sekarang Myanmar.

Bagan terkenal sebagai salah satu tempat wisata utama negara, tetapi juga menjadi tempat aksi protes besar-besaran menentang kudeta yang dilakukan oleh militer sejak 1 Februari lalu.

Protes besar telah terjadi setiap hari di banyak kota besar dan kecil di Myanmar, dan pasukan militer menanggapi dengan mengirim lebih banyak pasukan dan melakukan penangkapan massal. Setidaknya 18 pengunjuk rasa ditembak dan dibunuh pada tanggal 28 Februari lalu, menurut Kantor Hak Asasi Manusia PBB. Selain itu, Asosiasi Bantuan independen untuk Tahanan Politik juga mencatat lebih dari 1.500 orang telah ditangkap.

Protes juga terjadi di tempat lain hari Minggu kemarin, termasuk di dua kota terbesar Yangon dan Mandalay yang juga berkahir dengan kekerasan. Polisi melepaskan tembakan peringatan, menggunakan gas air mata, peluru karet, dan juga granat kejut untuk membubarkan massa.

Di Yangon dan tempat lain, penggerebekan dan penangapan terhadap warga yang dicurigai sebagai kelompok anti-kudeta dilakukan setiap malam setelah jam 8 malam oleh polisi dan tentara. Penangkapan sering dilakukan dengan todongan senjata, tanpa surat perintah. Dalam video yang diambil Sabtu malam dan diposting online, tembakan sporadis dari senjata berat terdengar di beberapa tempat.

Di negara tetangga Thailand, beberapa ribu orang berkumpul hari Minggu di luar kantor regional Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menyampaikan perhatian pada krisis yang ditimbulkan oleh kudeta tersebut dan keinginan mereka supaya ada tindakan internasional untuk mengakhiri kekerasan di Myanmar.

“Saya memiliki kehidupan yang baik di sini, tetapi saya berjuang untuk kerabat, keluarga, dan teman-teman saya di Myanmar. Sejak Hari Pertama (ketika) militer mengambil pemimpin kami, kami ada di sini,” kata Aye Nanda Soe, 26 tahun, yang bekerja di pemasaran digital dan tinggal di Bangkok bersama ibu dan saudara laki-lakinya sementara ayahnya tinggal di Yangon.

“Kami ingin PBB melindungi rakyat kami terlebih dahulu, kemudian membantu pemimpin kami. Orang-orang saya tidak aman lagi,” pungkasnya.

Shinta Ci