Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Vinna
Sampel darah yang terindikasi positif virus corona. (ANTARA/Shutterstock/am.)

Indonesia pertama kali mengonfirmasi kasus Covid–19 setahun lalu, tepatnya pada Senin (2/3/2020). Saat itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan ada dua orang Indonesia positif terjangkit virus corona. Karena Covid-19 sudah jelas, ekonomi negara bisa saja akan berantakan.

Rencana pemerintah menghadapi pandemi Covid-19 yakni dengan mengintegrasikan penanganan masalah kesehatan, sosial, ekonomi, dan keuangan. Selain itu, pemerintah juga diterpa ujian dalam ketahanan serta kehandalan tata kelola pemerintah pada pandemi covid–19.

Respons pemerintah terhadap pandemi covid-19 akan berdampak pada banyak aspek di masa sekarang dan tahun-tahun mendatang, termasuk belanja dan pelayanan publik. Hal ini membuat adanya pengeluaran pengelolaan belanja kategori belanja tidak terduga.

Belanja tidak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan terjadi berulang kali, seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial, serta pengeluaran tak terduga lainnya yang sangat diperlukan untuk pelaksanaan kewenangan pemerintah pusat maupun daerah.

Setiap daerah memiliki dana pengelolaan belanja tidak terduga yang berbeda-beda, sesuai dengan kebutuhan pemerintah daerah. Setelah dana tersebut digunakan, pemerintah daerah perlu menyusun laporan keuangan.

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) memberikan gambaran tentang kondisi dan kinerja keuangan entitas. Pada dasarnya, LKPD merupakan sistem pertanggungjawaban atas penggunaan dana publik (APBD).

Ada empat kriteria untuk menyatakan pendapat dalam review LKPD tentang kewajaran laporan keuangan pemerintah daerah. Empat faktor tersebut yaitu efektivitas sistem pengendalian internal, kecukupan pengungkapan, Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), kepatuhan terhadap ketentuan perarturan perundang–undangan.

Dana Bantuan Tidak Terduga (BTT) dianggarkan oleh Pemkab Jember sebesar Rp 479 miliar. Dana tersebut dikeluarkan pada bupati periode sebelumnya. Dari dana BTT Covid-19 yang terbelanjakan, hanya Rp 220 miliar dan realisasi sudah keluar dari rekening kas daerah.

Sebanyak Rp 74 miliar memiliki surat pertanggungjawaban, tetapi sebesar Rp 107 miliar tidak memiliki surat pertanggungjawaban. Berarti hingga deadline 31 Desember 2020, tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Jadi seharusnya untuk dana yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dikembalikan pada rekening kas umum daerah, tapi nyatanya tidak dilakukan. Walaupun begitu, dana Rp 107 miliar itu harus tetap dikembalikan karena sudah melewati tahun anggaran yakni 31 Desember 2021. Hal tersebut menjadikan adanya indikasi tidak pidana korupsi dalam pengeluaran dana BTT Covid-19.

Di Sumatra Barat, dugaan penyelewengan dana dalam penanganan Covid-19 akhirnya beralih hingga ke kepolisian setempat. Saat ini, pihat terkait yang berwenang telah memanggil beberapa pihak untuk memberikan keterangan.

Tanda-tanda penyelewengan anggaran dimulai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK menemukan dana sebesar Rp 49 miliar rupiah digunakan untuk penanganan Covid-19 yang meragukan dan dicurigai penggunaannya.

Di Jayapura, Bupati Mamberamo Raya yaitu Dorinus Dasinapa kini menjadi tersangka kasus korupsi dana Covid-19 senilai Rp 3,1 miliar. Diketahui dana Covid-19 Kabupaten Mamberamo Raya senilai Rp 3,1 miliar diduga disalahgunakan untuk kepentingan politik pada Pilkada Kabupaten Mamberamo Raya 2020.

Hal itu terlihat dari hasil pemeriksaan tersangka SR sebagai Kepala Badan Keuangan dan Arsipan Kabupaten Mumbela Moraya. Selain untuk kepentingan politik, aliran dana Covid-19 digunakan untuk kepentingan pribadi bupati.

Berdasarkan temuan hasil audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPKP) Papua, negara dirugikan sebesar RP 3.153.100.000. Padahal dana Covid-19 Kabupaten Mamberamo Raya sebesar Rp 23.737.690.000, namun digunakan untuk kepentingan politik dan pribadi Bupati Mamberamo Raya dengan total nilai Rp3.153.100.000 melalui perantara Kepala Badan Keuangan dan Arsip Daerah.

Berbeda lagi di daerah Purwokerto, Kejaksaan Negeri (Kejari) Purwokerto, Kabupaten Banyumas mengamankan barang bukti uang senilai Rp 470 juta dari total Rp 1,9 miliar yang diduga diselewengkan.

Uang tersebut semestinya digunakan oleh 48 kelompok di mana masing-masing kelompok mendapatkan 40 juta digunakan penanggulangan Covid-19. Bantuan dari Ditjen Bina Penta Kemenaker RI untuk pemberdayaan masyarakat terdampak.

Dalam aksinya, AM (26) dan MT (37) menjadi pengambil uang dari satu kelompok setelah ditransfer ke rekening masing-masing atas nama kelompok. Kemudian kelompok ini mengambil ke bank, lalu di depan bank sudah menunggu seseorang kemudian diminta semuanya.

Jadi dari 48 kelompok diminta oleh AM, totalnya Rp 1,920.000.000. Kasus tersebut hingga kini masih di dalami oleh Kejaksaan Negeri Purwokerto sampai memperoleh bukti yang kuat.

Vinna

Baca Juga