Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Novan Harya Salaka
Ilustrasi virus (Unsplash/CDC)

Baru-baru ini, seluruh negara kembali dihebohkan dengan varian baru COVID-19, yakni Omicron. Varian Omicron ini pertama kali terdeteksi pada spesimen yang dikumpulkan pada 11 November 2021 di Botswana dan 14 November 2021 di Afrika Selatan.

Sebelum mengetahui lebih dalam mengenai Omicron, mari kita simak terlebih dahulu pengertian varian yang menjadi sebuah kata sangat familiar selama pandemi COVID-19 berlangsung.

Apa itu varian?

Secara alami, virus dapat bermutasi (berubah) dan menghasilkan varian-varian baru. Terkadang, varian yang muncul dapat menghilang begitu saja, namun, di lain kesempatan, beberapa mampu bertahan. Selama pandemi berlangsung, sejumlah virus penyebab COVID-19 terus dideteksi secara global untuk mengantisipasi mutasi yang terjadi.

Artikel dalam Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menjelaskan bahwa perubahan ini dipantau dengan membandingkan ciri-ciri fisik atau perubahan pada kode genetik (mutasi) pada varian virus yang sudah ada sebelumnya. Seiring dengan penyebarannya, virus dapat terus berubah dan berpotensi semakin sulit dihentikan.

Sejauh ini, para ilmuwan berhasil menemukan varian-varian baru virus dan mengklasifikasikannya berdasarkan tingkat penularan, tingkat keparahan gejala, respon varian terhadap pengobatan, dan seberapa efektif vaksin menghadapinya.

Kemunculan Varian Omicron

Pada 24 November 2021, varian baru SARS-CoV-2, B. 1 . 1 . 529 dilaporkan kepada WHO (World Health Organization). Varian ini pertama kali terdeteksi pada spesimen yang dikumpulkan pada 11 November 2021 di Botswana dan 14 November di Afrika Selatan.

Pada 26 November 2021, WHO kemudian menamai varian temuan ini dengan Omicron dan diklasifikasikan sebagai VOC (variants of concern), di samping varian Delta yang sudah duluan diklasifikasikan sebelumnya.

The New York Times menyebutkan, pemilihan nama varian baru ini dilakukan WHO demi menghindari rasisme yang berbasis nasionalitas, sosial, budaya, profesi, maupun etnis tertentu. Sebelumnya, penamaan varian baru dilakukan WHO dengan menggunakan alfabet Yunani.

Dalam The Wall Street Journal, varian ini mendapat perhatian khusus karena memiliki jumlah mutasi terbanyak, yakni 50, dengan lebih dari 30 mutasi di antaranya mempengaruhi struktur yang membantu virus menyusup lebih mudah ke dalam sel. Lalu, apa yang harus dicermati tentang varian baru ini dan bagaimana respons yang seharusnya dilakukan?

Apa yang Harus Diketahui tentang Omicron?

Dalam laman CDC, berikut adalah beberapa yang sudah diketahui mengenai Omicron sejauh ini.

1. Tingkat penularan

Varian Omicron memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi ketimbang varian original. Bila dibandingkan dengan varian Delta, WHO dalam Unicef meyakini bahwa varian Omicron memiliki tingkat penularan yang lebih cepat.

2. Tingkat keparahan gejala

Untuk menentukan aspek ini, masih diperlukan lebih banyak data untuk mengetahui apakah varian Omicron ini memberikan gejala lebih parah atau tingkat kematian lebih tinggi dari varian lain. Liputan The Wall Street Journal menyampaikan, gejala yang paling umum dilaporkan oleh pasien di Amerika sejauh ini masih termasuk gejala ringan, batuk, hidung tersumbat atau pilek, dan kelelahan.

3. Efektivitas vaksin

Ada kemungkinan efektivitas vaksin dapat menurun terkait dengan varian Omicron. Akan tetapi, WHO menyampaikan bahwa vaksin yang ada saat ini masih mampu memberikan perlindungan signifikan terhadap gejala berat dan kematian.

4. Efektivitas pengobatan

Ilmuwan masih mencari tahu seberapa baik perawatan pasien Covid-19 saat ini. Dengan adanya varian Omicron ini, beberapa perawatan bisa jadi masih efektif, sementara yang lain menjadi kurang efektif.

Demikianlah perkenalan singkat dengan virus COVID-19 varian Omicron. Untuk menghadapinya, CDC menyatakan bahwa vaksin masih menjadi senjata terbaik melindungi warga dari COVID-19. Pasalnya, vaksin sangat efektif mencegah gejala berat, potensi rawat inap, hingga kematian.

Selain vaksin, penggunaan masker harus tetap diperketat, baik di tempat publik tertutup maupun ruang-ruang komunitas yang rawan transmisi, meskipun sudah divaksin. Kemudian, tes dan tracing. Menurut Unicef, metode PCR dan deteksi cepat berbasis antigen masih bisa mendeteksi varian Omicron.

Novan Harya Salaka