Scroll untuk membaca artikel
Dany Garjito | Christine Revandi
Petugas membersihkan halaman rumah sehat COVID-19 wisma atlet tower 8, Jakabaring Sport City (JSC), Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (12/5/2021). ANTARA FOTO/Nova Wahyud

Akhirnya saya positif. Pandemi COVID-19 ini akhirnya memilih diri saya untuk dikenai. Tidak pernah terpikirkan dalam benak saya bagaimana rasanya menjadi survivor COVID-19 karena saya sendiri tidak merasakan gejala apapun dan saya dikategorikan ke dalam orang tanpa gejala. Setelah itu saya diputuskan untuk menjalani karantina di sebuah gedung milik pemerintah daerah di dekat rumah saya. Dan setelah menjalani hari-hari di karantina, ada beberapa hal yang menarik buat saya. 

Awalnya saya terkonfirmasi positif COVID-19 pada hari Sabtu tanggal 25 September 2021 dan pada hari itu juga saya langsung dibawa ke rumah karantina. Mulai dari hari itu, saya merasa sedikit stress dan tidak mengira akan berada di tempat itu. Saya berusaha sebisa mungkin untuk menghibur diri saya dengan menjalankan hobi saya yaitu dengan menonton drama korea, scroll sosial media, chattingan dan videocall dengan teman-teman, serta makan yang banyak. Saya suka sekali menonton korean variety show seperti ‘running man’ dan drama korea yang saya tonton saat itu adalah ‘Hometown Cha Cha Cha’. Hal ini sangat menghibur saya sehingga saya bisa mulai menikmati hari-hari karantina saya. 

Hometown Cha Cha Cha’ sangat menghibur saya. Selain pemeran yang tampan dan cantik disertai lesung pipi mereka, akting mereka sangat lucu. Dikarenakan genre drama ini adalah romcom (romantic comedy), ada-ada saja adegan yang membuat mood saya naik. Mungkin saya akan mengingat drama ini sebagai moodbooster dalam sejarah COVID-19 di hidup saya. Menurut saya drama ini adalah terbaik yang pernah saya tonton disepanjang tahun 2021. Saya benar-benar berterimakasih kepada ‘Hometown Cha Cha Cha’ yang menemani hari-hari saya selama menjadi survivor COVID-19. 

Hal lain yang menjadi hiburan bagi saya selama karantina adalah makan yang banyak, memang terkesan tidak tidak patut ditiru, tapi enak hihi. Karena di daerah saya belum ada ojek online, saya sering dikirim makanan oleh sepupu dan teman-teman saya. Dengan disupport makanan yang banyak, seiring berjalannya waktu saya mulai berusaha menikmatinya walaupun banyak yang membuat saya tidak nyaman berada di kamar karantina tersebut. Setiap hari para nakes rutin memeriksakan tekanan darah, suhu, dan saturasi oksigen, lalu tiba-tiba tekanan darah saya sempat tinggi beberapa hari karena banyak makan daging-dagingan. Hal ini cukup lucu karena sebelumnya tekanan darah saya tidak pernah tinggi. Pokoknya, selama di karantina, saya makan makanan apapun tanpa memperhatikan kesehatan dari makanan tersebut.

Oh ya, sebelumnya saya terpaksa melakukan swab pcr karena kontak erat dengan kakek saya yang dirawat di rumah sakit karena positif COVID-19. Kakek saya mengalami masa kritis hingga tak sadarkan diri karena nafasnya terasa berat dan tidak nafsu makan. Sebelum tahu bahwa ia positif COVID-19, kakek saya sudah tidak nafsu makan selama kurang lebih seminggu, hingga kondisinya makin parah dan harus dilarikan ke rumah sakit. Setelah bertahan selama kurang lebih 11 hari di rumah sakit, ia meninggal. COVID-19 meninggalkan bekas yang cukup sakit bagi saya dan keluarga. Jika tidak ada COVID-19, pasti kakek saya tidak meninggal secepat ini, namun kembali lagi hidup dan mati kita di tangan Tuhan. 

Hari pertama masuk kuliah di semester 3 saya alami saat berada di rumah karantina. Tentu saja terasa berbeda karena berada dalam situasi yang tidak enak. Mau tidak mau, bisa tidak bisa, saya harus menyesuaikan diri lagi. Sejujurnya saya tipe orang yang sering mengeluh, namun rasanya pada saat itu bukan saat yang tepat bagi saya untuk mengeluh. Karena rumah karantina tersebut berada jauh dari perkotaan, cukup susah untuk mendapat sinyal yang bagus disana. Namun, karena ternyata ada sinyal wifi kekhawatiran saya itu tidak terjadi. Syukurlah pada akhirnya kuliah saya dapat berjalan lancar. 

Pada akhirnya saya keluar dari rumah karantina itu dalam 11 hari. Tepat pada 5 Oktober 2021 saya pulang ke rumah, dan harus menjalani karantina mandiri lagi selama 3 hari di rumah sebelum bisa bebas beraktivitas di luar. Banyak pelajaran yang dapat saya ambil seperti ternyata COVID-19 tidak seseram itu. Kita juga harus selalu mensyukuri apa yang terjadi karena kita pasti dicobai karena kita mampu untuk menghadapinya.

Christine Revandi

Baca Juga