Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Yanik Kinay
Hukum dan Sikap Kita Atas Ucapan Selamat Natal (YouTube/Jeda Nulis)

Pertanyaan mengenai boleh atau tidaknya mengucapkan 'Selamat Natal' menjadi topik hangat setiap tanggal 25 Desember, yang bertepatan dengan Perayaan Ibadah Natal bagi Umat Kristiani.

Banyak pihak yang memiliki sudut pandang mereka masing terkait hukum mengucapkan Selamat Natal bagi umat Islam kepada Umat Kristiani.

Melalui kanal YouTube 'Jeda Nulis' milik Habib Ja'far, ia mempertemukan dua pemuka agama, yakni Ulama Buya Yahya dan Pendeta Tommy untuk memberikan sudut pandang mereka dan mendiskusikan terkait toleransi antar umat agama dan hukum mengucapkan Selamat Natal.

Dalam cuplikan video tersebut, Buya Yahya memberikan pandangannya mengenai tolerasi dalam Agama Islam.

"Toleransi dalam Islam lebih jauh sebagai sebuah kewajiban, Nabi Muhammad sendiri memerintahkan untuk saling menghargai dan tidak menganggu terutama kepada umat agama lain, termasuk dalam hal bertetangga," ucap Buya.

Sementara, Pendeta Tommy menjelaskan toleransi dalam agama Kristen.

"Toleransi menyadarkan kita bahwa adanya perbedaan, dalam Teologi Kasih, Tuhan memperintahkan kita untuk saling mengasih antar sesama, sehingga kita tidak perlu takut pada toleransi," ucap Pendeta Tommy.

Lalu, bagaimana hukum mengucapkan Selamat Natal bagi Umat Islam? Sebab, banyak orang beranggapan, tidak mengucapkan dinilai tidak toleransi dan yang mengucapkan dinilai keblabasan.

Buya Yahya menanggapi pertanyaan Habib Ja'far tersebut, di mana sebagian besar Ulama tidak memperbolehkan mengucapkan Selamat Natal bagi umat Islam.

"Menurut ulama, mengucapkan Selamat Natal tidak diperkenankan, karena tidak sesuai dengan apa yang kami (umat Islam) yakini. Tapi bukan berarti kita harus mencela apa yang umat Kristiani yakini dalam perayaan Natal. Oleh karena itu, sesuai apa yang disampaikan oleh Pendeta Tommy sebelumnya, bahwa kita tidak boleh memaksakan orang lain terkait pandangan mereka mengenai toleransi. Justru dengan tidak mengucapkan Selamat Natal, agar ucapan tersebut tidak dinilai sebagai kebohongan dan dinilai sebagai bentuk saling menghormati, di mana mempersilakan merayakannya," jelasnya.

Habib Ja'far menanggapi pandangan Buya tersebut dengan mengatakan, "Jangankan diantar agama, di inter agama saja, ada perbedaan pandangan terkait merayakan perayaan Maulid Nabi," ucap Habib.

Tak lupa, Pendeta Tommy mengingatkan umat Kristiani, "Saya juga ingin mengimbau, terutama umat Kristiani, tidak usah lah menuntut orang lain untuk mengucapkan sesuatu, contohnya ucapan Selamat Natal. Kalau seandainya orang tersebut tidak mengucapkan hal tersebut dengan keyakinan teguh sedang melakukan ajaran agamanya," ucapnya.

Lanjutnya, ia mengatakan, "Saya rasa, kita bertoleransi, tidak berarti menggencerkan iman, iman kita harus tetap kental, kuat, tetapi toleransi memberikan ruang pada orang lain, saya pribadi tidak pernah tersinggung kalau orang tidak mengucapkan, saya menganggap menjalankan imannya, kalaupun ada yang mengucapkan saya juga tidak tersinggung, intinya saling menghormati," katanya.

Habib Ja'far menanggapinya, "Berarti berbaur tapi tidak tercampur," ucapnya.

Pendeta Tommy juga menceritakan mengenai dua tetangganya yang beragama Islam, hubungan kami juga sangat baik dan rukun. Satu keluarga pak haji dan satunya lagi keluarga yang memiliki anak kecil, mereka sering mengemong anak saya yang kecil.

Setiap lebaran keluarga saya selalu memberikan parsel, begitu pula dengan mereka, setiap Natal juga memberikan sesuatu. Keluarga yang memiliki anak kecil, setiap Natal sering memberikan kue dan mengucapkan Selamat Natal. Sementara, keluarga pak haji memberikan kue dan bingkisan, tetapi tidak mengucapkan selamat Natal. Namun, keluarga kami tahu bahwa keduanya sama-sama saling mengasihi dan menyayangi kami.

Begitulah dua pandangan pemuka agama, di mana intinya kita menyadari adanya perbedaan dan menghormati orang lain yang berbeda dengan kita. Tak hanya menghargai perbedaan agama, tapi apa pun perbedaan itu harus dihormati.

Yanik Kinay