Scroll untuk membaca artikel
Hernawan
Konferensi GLAM Terbuka Indonesia (Doc/Wikimedia)

Wikimedia Indonesia sukses menggelar konferensi Gallery, Library, Archives, and Museum (GLAM) edisi perdana, Sabtu dan Minggu (5-6/11/2022). Konferensi GLAM terbuka Indonesia ini berlangsung di Ballroom The Akmani Hotel, Jakarta Pusat.

Sebanyak 27 peserta hadir dalam konferensi GLAM Indonesia. Semua peserta berasal dari institusi maupun komunitas yang berkaitan dengan GLAM, dan asalnya dari berbagai daerah, seperti Yogyakarta, Padang, Medan, Makassar, Jabodetabek, dan lain-lain.

Penyatuan antar-institusi GLAM, sebagaimana baru dilakukan Wikimedia Indonesia ini, sebenarnya sudah digagas sejak lama. Ketua Wikimedia Indonesia, Rachmat Wahidi mengatakan, ide sudah ada sejak 2019, tapi eksekusinya harus ditunda mengingat ada pandemi Corona.

"Idenya sejak 2019, karena waktu itu sudah banyak kerja sama dengan lembaga GLAM. Tapi belum sempat bertemu secara langsung dan membicarakan banyak hal. Penginnya bikin sesi melibatkan mereka (Institusi GLAM), untuk berdiskusi dan melihat peluang kerja sama," kata Rachmat di lokasi acara.

Rachmat menyebut, konferensi juga hadir bagi institusi GLAM sebagai wadah menyuarakan keresahan yang dialami masing-masing. Dengan begitu, Wikimedia Indonesia bisa memetakan apa yang kira-kira bisa dibantu oleh pihaknya.

Untuk menciptakan diskusi yang baik, Konferensi GLAM Terbuka Indonesia, menyelenggarakan 10 sesi dalam dua hari yang dipantik oleh pakar-pakarnya.

Kesepuluh sesi itu antara lain "GLAM Indonesia Hari Ini dan Nanti", "Mari Bicara Data", "Hak Cipta Antara Perlindungan dan Kebebasan Demokratis", "Publik Meretas Budaya", "GLAM x Wikimedia", "Wikistories untuk GLAM", "Praktik Akses Terbuka IVAA", "Wiki Rescues Manuscript Indonesia: Merawat Warisan Literasi Nusantara", "Warisan Ingatan Dunia UNESCO", dan "Wikibase untuk GLAM".

Konferensi GLAM Terbuka Indonesia (Doc/Wikimedia)

Para peserta terpantau antusias mengikuti setiap sesi yang digelar. Mereka banyak memberikan pertanyaan, komentar, bahkan rekomendasi untuk kemajuan GLAM di Indonesia.

Seperti misalnya arsiparis Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Achmad Dedi Faozi, yang membuka jalan bagi peserta. Ia memberikan arahan bagi salah satu peserta dari Bandung, yang kesulitan dalam mendigitalisasi manuskrip.

Wikimedia Indonesia sebagai penyelenggara konferensi berharap, setelah acara selesai, peserta bisa membuka jalan kolaborasi antar-GLAM. Tak terkecuali dengan Wikimedia Indonesia yang juga terbuka akan adanya ajakan kerja sama, maupun bantuan apa pun.

"Saya sudah ngobrol langsung dengan peserta, termasuk yang baru dan belum pernah ketemu. Mereka mau (kerja sama), dan mungkin dalam beberapa bulan bisa kerja sama dengan kita (Wikimedia Indonesia). Wikimedia Indonesia juga tumpuan utamanya mencari kerja sama, gak harus dengan GLAM, bisa juga dengan bidang lain di Wikimedia," pungkas Rachmat.