M. Reza Sulaiman
Google Maps merekam kebersamaan Mbah Karto dan Mbah Warsini di Solo. (Dok. Google Maps)

Siap-siap buat ikut terharu sama sebuah kisah yang datangnya bukan dari film atau novel, tapi dari tempat yang paling nggak kita duga: Google Maps. Tanpa sengaja, mobil Google yang berkeliling merekam jalanan ternyata telah mendokumentasikan sebuah kisah cinta sunyi dari sepasang lansia di Solo, Mbah Karto dan Mbah Warsini.

Kisah mereka yang terekam dalam timeline Google Street View selama hampir 10 tahun ini mendadak viral di seluruh dunia, mencuri simpati netizen dari berbagai negara, dan meninggalkan sebuah pertanyaan besar: di mana peran negara saat warganya menua dalam kemiskinan?

Perjalanan 10 Tahun di Depan Gubuk Biru

Semua ini bermula saat seorang pengguna X (dulu Twitter) @/Rainmaker1973 membagikan "perjalanan waktu" di depan sebuah gubuk biru sederhana di Jalan HOS Cokroaminoto, Solo. Dengan fitur timeline di Google Maps, kita bisa melihat potret kehidupan Mbah Karto dan Mbah Warsini dari tahun ke tahun.

Tahun 2015 & 2016: Google Maps merekam momen manis. Mbah Karto dan Mbah Warsini terlihat duduk berdua di sebuah kursi kayu panjang di depan gubuk mereka. Sebuah potret kesederhanaan dan kebersamaan.

Tahun 2018: Ada yang berubah. Di tahun ini, yang terekam hanya Mbah Warsini yang duduk sendirian. Mbah Karto tak lagi terlihat di sampingnya.

Tahun 2023: Pemandangan jadi makin menyedihkan. Mbah Karto dan Mbah Warsini sudah tidak terlihat lagi. Kursi kayu yang dulu jadi saksi bisu kebersamaan mereka kini tampak rusak. Ilalang tinggi mulai menutupi halaman gubuk.

Tahun 2024: Akhir dari sebuah era. Gubuk biru itu sudah tidak ada lagi. Bangunannya sudah diratakan dengan tanah.

Jadi, Apa yang Sebenarnya Terjadi pada Mereka?

Setelah kisah ini viral, para "detektif netizen" dan warga lokal pun mulai berbagi cerita. Ternyata, di balik potret-potret sunyi itu, ada sebuah kisah perjuangan yang panjang.

Mbah Karto, yang usianya 70 tahun, ternyata sudah meninggal dunia pada tahun 2023. Sejak saat itulah, Mbah Warsini (80 tahun) akhirnya dijemput oleh keluarganya untuk pulang ke kampung halamannya di Wonogiri.

Gubuk biru itu bukan cuma tempat tinggal. Itu adalah sumber penghidupan mereka. Sejak masih muda, keduanya merantau ke Solo dan berjualan soto di sana. Mereka sempat berpindah-pindah, hingga akhirnya diizinkan menempati gubuk itu oleh pemilik bangunan di belakangnya.

Saat Dunia Bersimpati, Netizen +62 Justru 'Sentil' Pemerintah

Kisah Mbah Karto dan Mbah Warsini ini sukses bikin netizen dari seluruh dunia terenyuh.

"This reminds me of this scene from UP (2009)," tulis @_Suc*, menyamakannya dengan film legendaris dari Pixar.

"There is a kind of inexplicable feeling of being touched," komentar @Donna*** dari Amerika Serikat.

Tapi, di tengah semua simpati itu, netizen Indonesia justru melontarkan kritik pedas yang menohok. Mereka mempertanyakan di mana kehadiran pemerintah saat ada warganya yang hidup dalam kondisi seperti ini.

“Hati rasanya sakit sekali. Di saat yang mengaku wakil rakyat ribut soal tunjangan ini dan itu sementara di luar sana ada banyak lansia terlantar yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara [...]. Sungguh tak punya hati," tulis @kk**.

“This is common humanity image where people living in poverty in Indonesia as nothing care from the government. Corruption, collusion & nepotism is a culture," komentar @Datuk*.

Kisah Mbah Karto dan Mbah Warsini ini lebih dari sekadar cerita viral. Ini adalah sebuah potret sunyi tentang kemiskinan, kesetiaan, dan pertanyaan besar tentang kepedulian sosial kita.

Di saat teknologi bisa merekam perjalanan hidup seseorang dengan begitu detail, kadang kita sebagai manusia justru lupa untuk melihat dan peduli pada mereka yang ada di depan mata.