Hayuning Ratri Hapsari | Natasya Regina
Mantan Menteri Perdagangan Indonesia di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Mari Elka Pangestu (Instagram/maripangestu)
Natasya Regina

Baca 10 detik

  • Ekonom senior Mari Elka Pangestu mengkritik DJP yang dinilai seperti “berburu di kebun binatang” karena hanya menyasar wajib pajak yang itu-itu saja, sehingga rasio pajak Indonesia rendah.
  • DJP membantah kritik tersebut, mengklaim telah menyeimbangkan strategi dengan menjaring wajib pajak baru (ekstensifikasi) dan mengelola yang lama berdasarkan risiko kepatuhan (intensifikasi).
  • Kritikan ini menjadi sorotan karena datang dari Mari Elka Pangestu, seorang ekonom senior yang kini menjabat Utusan Khusus Presiden dan pernah menjadi Menteri Perdagangan serta Direktur Bank Dunia.

Nama Mari Elka Pangestu, Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), menjadi sorotan publik setelah kritiknya terhadap cara pemungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) viral. Ia mengibaratkan sistem perpajakan di Indonesia seperti “berburu di kebun binatang” karena hanya menyasar kelompok wajib pajak yang sama.

Menurut Mari, fokus DJP selama ini lebih condong pada penerimaan negara (revenue) dibandingkan peningkatan kepatuhan wajib pajak. Akibatnya, beban pajak terasa hanya ditanggung segelintir pihak yang berulang kali diminta membayar lebih.

Mari juga menyoroti rasio pajak Indonesia yang pada semester I 2025 hanya 8,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh tertinggal dari rata-rata Asia Tenggara yang mencapai 16 persen. Ia menilai kondisi ini menunjukkan adanya masalah struktural dalam administrasi perpajakan yang perlu segera diperbaiki.

Suara serupa juga datang dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS). Dalam laporan berjudul Dengan Hormat, Pejabat Negara: Jangan Menarik Pajak Seperti Berburu di Kebun Binatang, CELIOS menegaskan bahwa strategi pajak yang terlalu fokus pada wajib pajak eksisting tidak sehat untuk keberlanjutan ekonomi.

Namun, pihak DJP membantah kritik tersebut. Melalui keterangan resmi, DJP Kementerian Keuangan menegaskan bahwa strategi mereka tidak hanya mengandalkan wajib pajak lama, melainkan juga diarahkan untuk memperluas basis pajak di masa depan.

Rosmauli, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, menjelaskan bahwa pihaknya menyeimbangkan ekstensifikasi dan intensifikasi.

Ekstensifikasi dilakukan lewat pemanfaatan data pihak ketiga, literasi perpajakan, dan inklusi untuk menjaring calon wajib pajak baru. Sedangkan intensifikasi dijalankan dengan Compliance Risk Management (CRM) sejak 2019.

“Sejak 2019, CRM digunakan untuk memetakan wajib pajak berdasarkan risiko ketidakpatuhan dan dampak fiskalnya. Dari pemetaan itu, wajib pajak dibagi ke dalam sembilan kuadran untuk menentukan perlakuan yang tepat,” ujar Rosmauli, dikutip dari Suara.com.

Ia menambahkan, wajib pajak patuh dengan kontribusi fiskal rendah hanya perlu diberi edukasi dan pelayanan, sementara yang berisiko tinggi dan berdampak besar akan dikenai langkah penegakan hukum.

Profil Mari Elka Pangestu

Mari Elka Pangestu (asean.org)

Selain kritiknya yang kini ramai diperbincangkan, profil Mari Elka Pangestu juga tak kalah menarik. Ia saat ini menjabat sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Perdagangan Internasional dan Kerja Sama Multilateral, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 137 Tahun 2024.

Penunjukan ini didasari rekam jejak panjang Mari sebagai ekonom, akademisi, dan pejabat pemerintahan.

Karier politiknya terbilang gemilang. Mari pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan (2004–2011) di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia juga sempat menjadi Menteri Koperasi dan UKM sementara (2008–2009), serta menjabat sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2011–2014).

Di luar kabinet, Mari aktif di dunia akademik sebagai Guru Besar Ekonomi Internasional di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI) dan sempat bekerja di Centre for Strategic and International Studies (CSIS). Ia juga pernah dipercaya menjadi Direktur Pelaksana Kebijakan Pembangunan dan Kemitraan di Bank Dunia (2020–2023).

Mari Elka Pangestu lahir pada 23 Oktober 1965. Dalam kehidupan pribadi, ia menikah dengan Adi Harsono pada 21 April 1990. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai dua putra, Raymond dan Arya.

Dengan pengalaman panjang di bidang ekonomi, pemerintahan, hingga lembaga internasional, Mari Elka Pangestu kerap disebut sebagai salah satu tokoh perempuan Indonesia paling berpengaruh di bidang ekonomi dan kebijakan publik.