Pasar Lawas Mataram kembali digelar pada 26-28 September 2025 di halaman Masjid Gede Mataram, Kotagede. Tahun ini, event tahunan itu mengangkat tema “Kebak Tanpa Luber” yang sarat makna kebersamaan dan kesederhanaan, sekaligus merefleksikan akar sejarah yang melahirkan Pasar Lawas delapan tahun lalu.
Founder Pasar Lawas, Gono Santoso, mengisahkan awal mula tercetusnya ide Pasar Lawas pada 2018. Saat menjabat sebagai lurah Jagalan, ia mendengar cerita dari para tetua tentang keberadaan pasar darurat di halaman Masjid Gede pada masa penjajahan.
Dari situlah muncul gagasan menghidupkan kembali suasana lawas.
“Kami ingin mengukir kembali kenangan-kenangan masa lalu dengan menghadirkan sebuah pasar yang tidak boleh menjual barang-barang kekinian. Sejak awal, pedagangnya adalah warga Jagalan karena tagline-nya pemberdayaan,” jelas Gono.
Gelaran perdana hanya diikuti 15 stan, namun respons masyarakat begitu antusias. Perlahan jumlah pedagang meningkat hingga lebih dari 50 tenant pada 2024.
Pasar Lawas bukan sekadar tempat transaksi jual beli, tetapi juga ruang nostalgia dan arena pemberdayaan warga.
“Semua potensi di Jagalan kami ungkit, dari pedagang, pengisi seni, hingga penyedia sound system, semua dari masyarakat sendiri,” tambah Gono.
Makna Tema “Kebak Tanpa Luber”
Tahun ini, Pasar Lawas Mataram mengusung tema “Kebak Tanpa Luber”. Filosofi tersebut diambil dari keseharian masyarakat Jawa yang gemar berkumpul namun tetap menjaga harmoni.
Agus Podhang, salah satu founder sekaligus penasihat acara, menjelaskan bahwa inspirasi tema berasal dari figur keraton yang dekat dengan rakyat.
“Kebak tanpa luber itu saya ambil inspirasi dari Gusti Bendoro yang bisa bergaul bersama rakyat tanpa sekat. Maknanya, semua orang bisa larut dalam keramaian Pasar Lawas tanpa ada yang terpinggirkan,” katanya.
Filosofi tersebut tak hanya sekadar tema tahunan, tetapi juga pesan moral yang ingin dibawa panitia ke tengah masyarakat. “Kebak” bermakna penuh, ramai, dan hidup. Namun “tanpa luber” menegaskan agar keramaian itu tidak berlebihan, tidak menimbulkan masalah, dan tetap terkendali.
Pasar Lawas Mataram ingin ramai oleh pengunjung, tapi tertib dan nyaman untuk semua. Tidak ada sekat antara tua-muda, pedagang-pembeli, atau seniman-penonton. Semua berbaur dalam satu ruang kebersamaan.
Agus menambahkan, semangat kebersamaan menjadi kunci keberlangsungan acara ini.
“Sing enom gelem kumpul, sing tuwa gelem ngerangkul. Itulah yang membuat Pasar Lawas bisa besar,” ucapnya.
Filosofi itu sejalan dengan komitmen panitia melibatkan lintas generasi dalam penyelenggaraan. Ketua panitia, Fauzan Al Baihaqi, menegaskan seluruh panitia berasal dari warga Jagalan.
“Semua panitia adalah anak-anak muda Jagalan. Kita belajar berorganisasi, bekerja sama, dan membangun event Pasar Lawas ini dengan gotong royong,” ujarnya.
Dampak Ekonomi dan Inspirasi
Lebih dari sekadar pesta rakyat, Pasar Lawas Mataram telah terbukti memberi dampak nyata bagi perekonomian warga. Pada 2022, setelah dua tahun vakum akibat pandemi, perputaran uang mencapai sekitar Rp1 miliar hanya dalam tiga hari penyelenggaraan.
“Yang dijual itu harganya murah, Rp7.500 sampai Rp10.000, tapi karena pengunjung banyak, omsetnya luar biasa,” ungkap Gono.
Kisah sukses itu pula yang membuat Pasar Lawas menjadi inspirasi lahirnya berbagai agenda serupa di kampung lain, seperti Pasar Senthir dan Srawung Kampung.
“Inspiring-nya dari sini, dari Pasar Lawas. Jadi kita patut bangga karena Jagalan punya event yang bisa jadi contoh,” tutur Gono.
Harapan untuk Masa Depan
Ke depan, panitia berharap Pasar Lawas tetap bertahan sebagai ikon budaya Kota Gede. Ketua panitia, Fauzan Al Baihaqi, menyebut event ini bukan hanya milik panitia, tetapi milik seluruh masyarakat.
“Kita ingin Pasar Lawas menjadi ruang belajar bersama. Anak-anak muda bisa belajar berorganisasi, masyarakat bisa melestarikan tradisi, dan wisatawan bisa menikmati budaya Jawa secara langsung,” ujarnya
Dengan perpaduan sejarah, filosofi kebersamaan, dan dampak ekonomi, Pasar Lawas Mataram 2025 tidak sekadar ajang hiburan. Ia hadir sebagai ruang untuk merawat memori kolektif, memperkuat solidaritas warga, dan menghidupkan kembali nilai budaya yang nyaris terlupakan.
Baca Juga
-
Goyang Velocity di Ruang Sidang, Nikita Mirzani Kena Tegur Hakim
-
Jangan Lewatkan! Pasar Lawas Mataram 2025 Hadir 26 September di Kotagede
-
Aksi Gebrak Meja Prabowo di PBB Dipuji Donald Trump: 'Powerful!'
-
Fenomena 'No Rush': Santai Tapi Produktif
-
5 Rekor Gila yang Pernah Terjadi di Lapangan Futsal Indonesia
Artikel Terkait
-
Jangan Lewatkan! Pasar Lawas Mataram 2025 Hadir 26 September di Kotagede
-
Belajar Membaca Peristiwa Perusakan Makam dengan Jernih
-
Yoursay Mlampah Eksplor Kotagede, Serunya Jelajah Sejarah Awal Kebangkitan Mataram Islam
-
Komnas HAM Sebut Polsek Kotagede dan Polsek Sewon Lakukan Pelanggaran HAM ke Tiga Pelaku Klitih Yogyakarta
News
-
DPR dan Pemerintah Hapus Kementerian BUMN, Ganti dengan Lembaga Baru
-
Jokowi Jadi Penasihat Bloomberg New Economy: Peran Baru usai Purnatugas
-
Dari FYP Turun ke Jalan: Kenapa Gen Z di Seluruh Dunia Sering Demo?
-
Serasa Dejavu! Indonesia Kembali Mengaum di Sidang PBB ke-80
-
Bikin Ngakak! Aksi Mbah Samuri Promosi Akun TikTok Lewat Toa Masjid
Terkini
-
Sering Tergoda! Fast Beauty, Perawatan Diri atau Ancaman Lingkungan?
-
Nikita Willy Tak Menyapa Marsha Timothy, Netizen: Salahnya di Mana?
-
Goyang Velocity di Ruang Sidang, Nikita Mirzani Kena Tegur Hakim
-
5 Buah Iblis Paling Absurd dan Sulit Dinalar di One Piece, Apa Saja?
-
Gak Punya Lahan? Urban Gardening Solusi Hijau di Tengah Kota Padat