GRAMM HOTEL by Ambarrukmo resmi membuka pameran seni rupa bertajuk “Break First: Art Photograpaint, Sebuah Dialog Dua Dunia”.
Pameran ini menjadi debut karya seni rupa Anang Batas, yang untuk pertama kalinya memperkenalkan eksperimen visual lintas medium antara fotografi dan seni lukis.
Berlokasi di area Lobby dan SMARA Resto GRAMM HOTEL, pameran ini berlangsung mulai 26 September hingga 25 November 2025 dan dapat diakses secara gratis oleh publik.
Anang Batas (55), Seniman Photograpaint mengutarakan bahwa konsep Art Photograpaint lahir dari hobi barunya saat pandemi. “Saat pandemi saya mulai motret, lalu mencoba menggabungkannya dengan lukisan,” ujarnya saat diwawancarai pada Jumat (26/9/2025).
Foto yang dicetak di kanvas ia respon dengan sapuan akrilik, melahirkan perpaduan dokumentasi fotografi dan ekspresi seni rupa. Karya-karya yang dipamerkan banyak membawa simbol tentang alam, budaya, dan modernitas.
Break First: Dialog Dua Dunia
Konsep Art Photograpaint lahir dari pertemuan dua medium yang kontras antara detail presisi fotografi dan kebebasan cair seni lukis. Foto-foto bertema burung endemik, alam liar, situs budaya, hingga potret sosial masyarakat dicetak di atas kanvas, lalu direspon dengan sapuan akrilik.
Pemilihan judul Break First juga menyimpan makna personal. “Break” dimaknai sebagai keberanian berhenti sejenak, memecah rutinitas, dan memberi ruang refleksi.
Sementara “First” menandai pameran perdananya, langkah awal Anang Batas dalam dunia seni rupa. Anang ingin mengajak penonton untuk mengambil jeda, merenungkan kembali hal-hal sederhana, sekaligus membuka kemungkinan baru dalam perjalanan hidup maupun artistik.
Membaca Simbol di Balik Kanvas
Di salah satu karyanya, Anang Batas menampilkan sosok peselancar yang ia potret di Pantai Wediombo. Bagi Anang, gambar itu bukan sekadar dokumentasi aktivitas olahraga, melainkan simbol.
Ia membayangkan bagaimana laut kini semakin kotor, penuh ancaman sampah. “Orang mau surfing di mana, kalau lautnya begini?” pikirnya. Maka ia memindahkan bayangan itu ke kanvas: peselancar yang akhirnya mencari ombak di tempat lain, bahkan di lahan pertanian.
Simbol lain tampak dalam karyanya tentang burung pelatuk besi. Dalam lukisan-foto itu, seekor burung tampak berada di dalam bingkai, lalu melongok keluar, menatap tanah gersang. Anang mengibaratkan burung itu tengah memikirkan masa depan anak cucunya: bagaimana mereka bisa bertahan hidup jika lingkungan semakin tandus?
Pada karya lain, ia menggambarkan Candi Prambanan yang dikelilingi gedung tinggi sebagai refleksi tantangan masa depan. Imaji itu lahir dari renungan Anang tentang modernitas. Ia tidak menolak pembangunan, namun ia ingin mengingatkan pentingnya menjaga sejarah dan nilai budaya. “Kita tidak bisa menolak modernitas tetapi bagaimana kita menjaga historisnya candi itu,” tambahnya.
Meracik Konsep, Menemukan Kebebasan
Bagi Anang Batas, proses menciptakan Art Photograpaint bukan sekadar menempelkan sapuan kuas di atas foto. Ada pencarian konsep yang menantang di balik setiap karyanya.
Ia selalu merefleksikan objek ini ingin dianalogikan ke arah mana, simbol apa yang bisa mewakili pesan di baliknya. Ia harus menentukan arah simbol dari setiap objek foto yang dipilih. Namun baginya, foto tetaplah pusat dari karya. “Objek utamanya foto, jadi saya tidak akan pernah menumpuk foto,” tegasnya.
Di sisi lain, bagi Anang kesenangan itu bukan hanya soal hasil akhir, melainkan tentang proses tanpa tekanan. Kebebasan bereksperimen membuat karyanya terasa jujur, apa adanya, dan lahir dari spontanitas yang tulus.
Dari situ, ia membuktikan bahwa seni tak melulu tentang teknik yang kaku, melainkan juga tentang keberanian untuk memberi ruang pada ide-ide yang datang dengan sendirinya.
Lebih jauh, pameran Break First juga menjadi bagian dari program seni yang secara rutin digelar GRAMM HOTEL by Ambarrukmo.
Melalui inisiatif ini, hotel membuka ruang bagi seniman lokal untuk menampilkan karya mereka di area publik serta mendorong interaksi baru antara seni, masyarakat, dan ruang hidup sehari-hari.
Bagi GRAMM HOTEL, pameran ini tidak sekadar menghadirkan estetika visual, tetapi juga menjadi wujud komitmen menghadirkan inovasi serta kolaborasi lintas bidang secara berkelanjutan.
Kehadiran ini juga menunjukkan bahwa seni dapat hidup berdampingan dengan aktivitas sehari-hari, sekaligus memperkaya pengalaman para pengunjung.
Baca Juga
-
Dari Sing-Along hingga Moshing: Euforia CRSL Land Festival Day 1
-
Hilang 3 Kali dan Berakhir di Bagasi: Apa yang Terjadi dengan Celeste Rivas?
-
Alice in Borderland vs Squid Game: Mana yang Lebih Mematikan?
-
Buaian Coffee Jogja: Kisah 'Rumah' Hangat yang Lahir dari Ruang Kosong di Gang Sempit
-
Bryan Andrews dan Brad Winderbaum Ungkap Cerita di Balik Marvel Zombies
Artikel Terkait
-
Ricoh GR IV, Kamera Saku Canggih untuk Fotografi Street
-
3 HP Huawei Terbaik Punya Performa Andal dengan Kamera Jernih
-
Fotografer Terkemuka Berbagi Karya dalam Pameran 80 Tahun Keberagaman Indonesia
-
Sri Mulyani Curhat Hilang Rasa Aman karena Rumah Dijarah, Teuku Zacky: Rakyat Sudah Lama Mengalami
-
Terungkap! Makna Mendalam Lukisan yang Dicuri dari Rumah Sri Mulyani saat Penjarahan
News
-
Go Internasional, Dosen FKIK UNJA Gelar Pengabdian di PPWNI Malaysia
-
Nangis Minta Maaf Keracunan MBG, Ini Sosok Nanik S Deyang Wakil Kepala BGN
-
Telusuri Dugaan Korupsi Dana Haji, KPK Kebut Inspeksi Biro Travel di Jatim
-
20 Menit Parkir Kena Rp100 Ribu, Aksi Tukang Parkir di Bogor Viral
-
Kritik Menhut Raja Juli di DPR, Ini Sosok Dewi Kartika Sekjen KPA
Terkini
-
Resmi! Sekuel The Social Network Umumkan Judul, Jadwal Rilis, serta Pemain
-
Lonjakan Minat Olahraga di Indonesia, Futsal Tetap Jadi Favorit Anak Muda
-
Futsal Sebagai Sarana Membangun Solidaritas dalam Kehidupan Anak Perkotaan
-
Dari Sing-Along hingga Moshing: Euforia CRSL Land Festival Day 1
-
Futsal: Bukan Sekadar Olahraga, Tapi Media Mempererat Persahabatan