Bali merupakan salah satu ikon destinasi wisata unggulan di Indonesia. Diberi julukan Pulau Dewata, tak heran Bali menempati peringkat pertama dari 25 destinasi terbaik dunia versi TripAdvisor Travellers' Choice Awards 2017. Hal ini tentu menjadikan Bali dan pariwisata menjadi sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Di samping keunikan, keindahan, dan kekayaan alam yang indah, seni serta budaya menjadi hal terpenting maupun utama dalam menarik para wisatawan untuk berkunjung ke Pulau Bali.
Namun, semenjak pandemi virus Covid-19 masuk ke Indonesia, khususnya Bali, jumlah kunjungan wisatawan yang ingin datang mau tidak mau harus dibatasi dan dihentikan. Bali yang semula terkenal karena dibanjiri oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara, kini harus merasakan dampak dari pandemi Covid-19. Sejak pertengahan triwulan pertama di tahun 2020, pandemic Covid-19 telah menghancurkan perekonomian di Bali yang notaben-ya berakar dan bergantung terhadap sektor pariwisata.
Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Jumlah kunjungan wisman di Bali turun hingga 99,99 persen. Dari yang semula sebanyak 552.403 orang di bulan Desember 2019, menjadi hanya 22 orang saja di bulan Agustus 2020. Hal ini tentunya berdampak pada pendapatan penghasilan para pelaku seni dan berbagai jenis usaha yang berhubungan dengan pariwisata, seperti kios-kios suvenir, makanan, galeri, sampai pelayanan jasa maupun transportasi yang kian menurun. Bahkan ada yang sampai terhenti dan menutup usahanya sendiri. Masalah ini disebabkan dari penutupan akses masuk para wisatawan dan penutupan dari tempat wisata itu sendiri.
Seperti halnya di sebuah kawasan Pasar Seni Sukawati yang terletak di lingkungan Banjar Dlod Tangluk, Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali. Sebelum pandemi, kawasan ini sangat ramai untuk dikunjungi oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Pada saat musim liburan seperti natal dan tahun baru, seluruh lahan parkir penuh terisi. Bahkan, sampai menggunakan setengah dari badan jalan untuk dijadikan sebagai lahan parkir bagi kendaraan wisatawan, baik itu kendaraan pribadi, bus pariwisata, maupun yang disewakan dari agen-agen penyedia akomodasi perjalan wisata di Bali. Para juru parkir kewalahan untuk menata parkirannya agar tidak mengganggu pengguna jalan yang lain. Guide dan sopir duduk berkumpul dan berbincang sembari menunggu tamu yang sedang asik berbelanja ataupun sekedar berkeliling menikmati suasana pasar.
Sungguh miris melihat dan mengingat masa-masa sebelum pandemi, jika dibandingkan dengan saat ini. Pelaku seni yang turut merasakan dampak dari pandemi Covid-19 ini ialah I Wayan Toshi Wahyudi (23). Pria yang berasal dari Desa Sukawati, Gianyar ini menjalankan usaha galeri lukisan kecil-kecilan yang dinamai Ten Arts Painting.
Bersama tiga orang rekannya yang juga sama-sama berprofesi sebagai pelukis, yakni Made Satya Arthana (36) dan I Nyoman Marna Yasa (43), mereka merintis usaha ini sejak tahun 2015. Berawal dari keinginan untuk berkolaborasi dan menyatukan berbagai corak lukisan yang dimiliki masing-masing personal, lahirlah wadah yang dinamai Ten Arts Painting. Galeri yang langsung merangkap sebagai studio lukis ini terletak pada kios di areal pasar seni sukawati. Di sebuah galeri kecil yang berukuran kurang lebih 28 meter persegi ini mereka mengais rezeki dari menjual lukisan.
Sebelum pandemi Covid-19, lokasi kios tempat mereka berjualan bisa dikatakan ramai dikunjungi oleh wisatawan, lokasi yang strategis di pinggir jalan utama memberi pengaruh besar dalam dalam hal strategi lokasi. Untuk pendapatan sebelum pandemi, mereka bisa menjual 60-80 karya setiap bulannya, tergantung besar kecil dari lukisan yang dibuat.
Jika dirata-rata, total penghasilan mereka bisa mencapai 10-15 juta per bulan, tergantung dari banyak orderan yang masuk. Biasanya sebagian dari orderan lukisan akan dijual kembali di galeri atau art shop yang lebih besar di Bali. Terkadang, jika orderan melebihi target, mereka akan melukis hingga malam di kios atau juga membawanya pulang untuk dikerjakan di rumah.
Berbagai corak lukisan terpajang rapi mulai dari figur-figur realis, pop art, dekoratif, dan abstrak, hingga kontemporer, menghiasi dinding-dinding kios. Terkadang pula seluruh bagian kios akan penuh sesak oleh lukisan jika saat ramai orderan. Kehidupan kegiatan berkesenian sudah menjadi rutinitas sehari-hari bagi masyarakat di desa Sukawati, Gianyar. Sehingga, kegiatan seperti melukis atau kesenian yang lainnya sudah menyatu di dalam diri sebagian besar masyarakat di sana.
Saat pandemi terjadi, semuanya menjadi terbalik, seluruh keramaian hilang, pasar-pasar seni ditutup. Hal ini secara langsung akan berimbas pada kegiatan dan pelaku seni lainnya. Selama masa pandemi, orderan lukisan semakin menurun, bahkan sampai tidak ada sama sekali. Keadaan ini mau tidak mau membuat galer ini terpaksa harus tutup sampai kurang lebih 4 bulan lamanya. Selama masa ini, untuk mengisi kekosongan, mereka hanya bisa mengais rezeki dengan kembali mengandalkan pertanian, hingga menunggu sampai keadaan bisa pulih atau sekedar lebih baik dari sebelumnya.
Setelah 4 bulan berlalu terhitung semenjak awal pandemi, sekitar pertengahan bulan maret 2020, mereka mencoba membuka kembali usahanya. Walaupun pintu kedatangan wisatawan mancanegara masih ditutup sampai saat ini, mereka mencoba dengan mengandalkan wisatawan domestik yang datang, baik itu tamu yang berasal dari Jakarta, Surabaya dan yang lainnya. Namun, hal ini belum bisa mengubah keadaan seperti semula. Bahkan, tidak memenuhi seperempat persentase pendapatan selama sebelum pandemic.
Untuk penjualan lukisan, paling banyak mereka hanya bisa menjual tidak lebih dari 8 buah selama satu bulan. Namunm hal ini tidak menyurutkan semangat mereka dalam berkarya di masa pandemi. Untungnya, ada pekerjaan-pekerjaan diluar melukis pada media kanvas yang ditawarkan dari beberapa orang. Melukis mural adalah salah satu alternative saat sepi orderan. Beberapa kali mereka membuat lukisan mural pada tembok-tembok kafe, hotel , maupun restoran. Kegiatan ini sekaligus menambah penghasilan bulanan mereka di luar hasil dari melukis pada kanvas.
Sampai saat ini, Ten Arts Painting masih berkarya sebagaimana biasa, peningkatan jumlah orderan lukisan mulai kian meningkat, walaupun belum bisa mencapai target seperti saat sebelum pandemi. Peningkatan jumlah orderan dan ditambah dengan beredarnya berita tentang segera dibukanya penerbangan internasional di Bandara Internasional Ngurah Rai, senantiasa memberi nafas segar bagi mereka. Seiring berjalannya waktu dan semakin meredanya virus Covid-19, semoga keadaan bisa cepat pulih sebagaimana biasa. Tentunya harapan ini menjadi doa bagi seluruh mayarakat agar perekonomian bisa kembali sebagaimana biasa.
Tag
Artikel Terkait
-
Melancong ke Jembatan Terindah di Jambi, Gentala Arasy
-
Jadwal Persib Kontra Bali United Resmi Ditunda
-
5 Destinasi Wisata Sejuk di Indonesia, Lengkap dengan Pilihan Outfit yang Menghangatkan
-
Jokowi Direncanakan Akan Datang ke Bali Demi Kampanyekan Mulia-PAS, Megawati Tidak
-
Menikmati Liburan Tenang dan Berkelanjutan: Ini 4 Rekomendasi Akomodasi Ramah Lingkungan di Lombok
Ulasan
-
Melancong ke Jembatan Terindah di Jambi, Gentala Arasy
-
Review Film Role Play, Menjelajahi Dunia Karakter dan Narasi
-
Ulasan Novel Hotel Royal Costanza: Kisah Seorang Jurnalis yang Disandera
-
Ulasan Novel Dari Arjuna untuk Bunda, Kisah Luka Seorang Anak
-
Ulasan Buku Al Ghazali karya Shohibul:Jejak Spiritual Sang Hujjatul Islam
Terkini
-
Selamat! NCT Dream Raih Trofi ke-2 Lagu 'When I'm With You' di Music Bank
-
Disney Umumkan 5 Drama Korea yang Tayang di Tahun 2025, Ada Knock Off!
-
See To Wear 2024 Guncang Industri Fashion Lokal, Suguhkan Pengalaman Berbeda
-
3 Penyerang yang Berpotensi Tersingkir dengan Hadirnya Ole Romeny di Timnas Indonesia
-
Lolos Semifinal China Masters 2024, Jonatan Christie Dihadang Shi Yu Qi