Perang yang berkecamuk memang membutuhkan berbagai sumber daya yang dimiliki. Tak hanya harus mengorbankan harta, tenaga, pikiran, bahkan nyawa, kecamuknya perang juga membutuhkan sebuah strategi yang revolusioner untuk bisa memenangkannya.
Iya, menang-kalah perang yang dijalani oleh sebuah negara, memiliki ketergantungan besar dengan strategi yang diusung oleh para petinggi militer negara yang bersangkutan. Dan bahkan, strategi yang membutuhkan pengorbanan besar pun harus ditempuh demi bisa mengalahkan pihak musuh.
Dan itulah misi yang harus dijalani oleh Kapten Lee Myung Joon (diperankan oleh Kim Myung Min), seorang pemimpin tentara gerilya pada perang Korea di medio awal dekade 1950an. Kapten Lee Myung Joon yang membawahi 772 tentara pelajar, dimana sebagian besar dari mereka baru berusia 17 tahun, harus menjalankan misi bertaruh nyawa menuju ke Jangsari.
Sejatinya, pengiriman pasukan ke Jangsari ini merupakan sebuah strategi tipuan yang dijalankan oleh para petinggi militer Korea Selatan kala itu. Dengan memobilisasi pasukan besar ke Jangsari, mereka berharap pasukan musuh akan menyangka bahwa di Jangsari terjadi pemusatan pasukan utama Korea Selatan, dan terlena dengan serangan sesungguhnya yang akan dilakukan di Incheon satu hari kemudian. Sebuah misi yang berat, namun harus dilakukan demi bisa memukul mundur pasukan Korea Utara.
Bersama dengan 772 pasukannya yang hanya menjalani latihan selama 2 pekan saja, Kapten Lee Myung Joon berlayar ke Jangsari dengan menggunakan kapal Moonshanto. Dan seperti mana anak-anak muda yang belum matang dalam pertempuran, berbagai kejadian yang berkaitan dengan mental bertempur anak-anak ini pun menjadi sebuah permasalahan tersendiri.
Namun, apapun yang mereka rasakan, pertempuran harus tetap dihadapi. Dan benar saja, ketika pantai Jangsari mulai terlihat, hujan peluru langsung menyambut pendaratan mereka. Bagaimanakah akhir perjuangan dari para tentara pelajar ini? Bisakah mereka melaksanakan misi tersebut dengan baik? Segudang pertanyaan ini akan ditemukan jawabannya di film Battle of Jangsari yang rilis pada tahun 2019 lalu ini.
Uniknya, di film ini, Minho yang merupakan member SHINee juga turut ambil bagian lho. Dirinya berperan sebagai Choi Sung Pil yang merupakan salah satu dari tentara pelajar yang dikirim ke medan tempur Jangsari. Keunikan lainnya, film Battle of Jangsari ini juga merupakan sebuah film yang diangkat dari kisah nyata Pertempuran Jangsari yang terjadi selama dua hari (14-15 September 1950) di Jangsari, Yeongdeok, Provinsi Gyeongsang Utara, Korea Selatan.
Baca Juga
-
Piala Asia U-17 Matchday 1: Pasukan Garuda Muda Berjaya di Tengah Raihan Minor Wakil ASEAN
-
Piala Asia U-17: Timnas Indonesia Kembali Gendong Marwah Persepakbolaan Asia Tenggara
-
Timnas Indonesia, Gelaran Piala Asia dan Bulan April yang Selalu Memihak Pasukan Garuda
-
4 Skema Warisan STY di Timnas U-17 yang Sukses Jungkalkan Korea Selatan, Apa Saja?
-
Piala Asia U-17: Ketika Anak-Anak Garuda Tak Sengaja Permalukan Pundit Sepak Bola Senior
Artikel Terkait
-
Fakta Mencengangkan di Balik Kemenangan Timnas Indonesia U-17 vs Korea Selatan
-
Deretan Fakta Menarik Film Pabrik Gula, Awalnya Tuai Kontroversi Kini Raup Banyak Penonton
-
Makin Menua, Potret Jackie Chan di Film Karate Kid: Legends Tuai Sorotan
-
Timnas Indonesia Disokong Mentalitas 'Anti Banting', Siap Jaya di Piala Asia U-17?
-
Start Manis di Piala Asia U-17, Bukti Indonesia Punya Bibit Bertalenta?
Ulasan
-
Review Film Exorcism Chronicles - The Beginning: Visual Ajaib tapi Cerita Kacau?
-
Review Anime Yuru Camp, Menjelajahi Keindahan Alam Jepang
-
Review Pulse: Series Medis Netflix yang Tegang, Seksi, dan Penuh Letupan
-
Tuhan Selalu Ada Bersama Kita dalam Buku "You Are Not Alone"
-
3 Rekomendasi Novel Penulis Indonesia tentang Pendakian Gunung, Sudah Baca?
Terkini
-
Pengabdi Setan Origins: Batara, Darminah, dan Asal Mula Teror
-
Timnas Indonesia Disokong Mentalitas 'Anti Banting', Siap Jaya di Piala Asia U-17?
-
Menang 0-1 Atas Korea Selatan, Jadi Modal Penting Bagi Timnas Indonesia U-17
-
Bangkit dari Kematian, 4 Karakter Anime Ini Jadi Sosok yang Tak Tertandingi
-
Women in STEM, Mengapa Tidak?