Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Rozi Rista Aga Zidna
Buku Seni Merayu Tuhan (Dok. Pribadi/Fathorrozi)

Kita butuh Tuhan untuk keselamatan dan kebahagiaan hidup kita, baik di dunia maupun di akhirat. Kita butuh Tuhan untuk mengampuni dosa-dosa kita. Tuhan kita butuhkan untuk mengatur rezeki kita, serta mengatur laju roda alam semesta. 

"Allah Maha Indah dan menyukai keindahan," begitu sabda Nabi Muhammad. Oleh karena itu, amal baik saja tidak cukup. Kita perlu menghiasi amal kita dengan keindahan untuk merayu Tuhan.

Maka, dalam beribadah seperti salat, puasa, zakat, dan haji, kita perlu merayu Tuhan. Sebab, kita berharap ibadah kita segera diterima oleh-Nya. Oleh karenanya, salat kita harus ditunaikan dengan khusyuk, puasa kita harus betul-betul terjaga dari godaan setan, zakat kita harus ikhlas tanpa maksud ingin dipuji orang lain, dan haji harus benar-benar murni karena Allah tanpa embel-embel ingin dipanggil Bapak atau Ibu Haji.

Di buku Seni Merayu Tuhan ini, Habib Husein Ja'far Al-Hadar mengulas salah satu seni merayu Tuhan, yaitu dengan senyuman. Sebab, senyum merupakan sunah yang mendekatkan kita kepada akhlak nabi. Sebagaimana sedekah membutuhkan sesuatu untuk direlakan, begitu juga senyum. Senyum itu harus menggerakkan tak kurang dari tiga belas otot wajah. Apalagi senyum yang begitu tinggi pahalanya, yakni senyum kepada orang yang dibenci atau bahkan berlaku buruk pada kita, sebagaimana Nabi yang tersenyum, bahkan kepada musuh-musuhnya (halaman 28).

Kalau senyum itu sedekah, lalu apa yang kita sedekahkan dari sebuah senyuman? Tiada lain dan tiada bukan yang kita sedekahkan adalah kebahagiaan! Berbagi kebahagiaan walau dengan senyuman adalah sedekah termulia yang langsung diterima Allah. Orang yang tersenyum, sesungguhnya ia hanya ingin membahagiakan orang lain, tapi juga membahagiaan Allah. Dan kita tahu bahwa barang siapa yang membahagiakan Allah, maka tentu hidupnya akan bahagia, di dunia dan di akhirat.

Habib Husein Ja'far Al-Hadar juga menyebut senyum merupakan bagian dari dakwah. Sebab, senyum itu menular. Seseorang akan cenderung tersenyum ketika melihat orang lain tersenyum. Bahkan, meski sebelumnya tidak saling kenal (halaman 28).

Menurutnya lagi, senyum juga berarti silaturahmi. Dari sebuah senyuman, hubungan persaudaraan bisa jadi semakin erat terjaga, perbedaan menjadi sesuatu yang mengasyikkan, dan bahkan perselisihan bisa diredam pelan-pelan.

Ia juga mengingatkan, meski sunah dan bagian dari seni merayu Tuhan, ada senyum yang bermuatan negatif, yaitu senyum yang justru memancing dosa. Seperti, kalau kita senyum kepada seseorang yang bukan muhrim dengan niatan untuk menggoda. Bahkan, kalau waktunya tidak tepat, meski tidak berdosa, senyum juga bisa berbahaya, yaitu senyum-senyum sendiri. Disangka kita stres.

Rozi Rista Aga Zidna