Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Rozi Rista Aga Zidna
Buku Mendadak Haji (Dok. Pribadi/Fathorrozi)

“Bohong kalau saya tidak gembira diberi kesempatan berhaji. Namun, bohong juga jika saya tidak tegang menghadapinya. Tidak cuma tegang, tetapi juga ada semacam rasa takut,” demikian kesan almarhum Prie GS.

Siapa yang tak kenal Prie GS, seorang kartunis, budayawan, esais, sekaligus wartawan itu? Semenjak masih hidup, suaranya sering terdengar di stasiun radio. Wajahnya pun kerapkali nongol di layar televisi. Baik dalam acara wawancara, kebudayaan, maupun orasi motivasi. Ia pernah diundang oleh Japan Foundation untuk pameran kartun di Tokyo, Jepang, dan berdiskusi satu meja dengan para komikus Jepang dan aminator top negeri itu. Lalu ia menjadi redaktur sastra dan budaya yang akhirnya menjadi pemimpin redaksi sebuah tabloid keluarga.

Di samping itu, Prie GS juga rajin menulis kolom dan mengamati kebudayaan, yang akhirnya dijuluki budayawan. Tulisan-tulisannya selalu ditunggu karena mencerahkan dan humor-humornya segar. Di jaringan radio Indonesia Smart FM, Prie GS seringkali membacakan refleksi-refleksinya. Sebagai pembicara publik yang membuktikan bakat besarnya yang unik, ia berada dalam jajaran pembicara publik Indonesia yang digemari. Ia banyak memberi inspirasi, renungan, dan kegembiraan dari sudut pandang kebudayaan dengan cara serba tak terduga, segar, dan dalam.

Dalam buku berjudul Mendadak Haji ini, Prie GS mengulas perjalanannya secara rinci, mulai persiapan, pelaksanaan ibadah, dan kepulangan. Ia berhaji dengan tanpa mengeluarkan uang sepeser pun, sebab ia diberangkatkan oleh salah satu media Indonesia sebagai wartawan. Ia mengatakan bahwa panggilan haji itu memang datang tiba-tiba. Terlalu cepat, dan sesuatu yang amat tidak ia duga. Walaupun secara mental ia tidak sepenuhnya siap, namun batin dan rohaninya telah benar-benar siap. Bahkan, kesiapan rohani itulah yang pada akhirnya memantapkannya untuk menempuh perjalanan suci tersebut.

Lebih mendalam, cintalah yang menarik Prie GS untuk menyanggupi tawaran media tersebut. Ia menyampaikan sebagaimana dikutip dalam resensi ini, bahwa prosedur cinta ini pula yang menariknya menuju Tuhan. Berhaji adalah salah satu tarikan cinta tersebut. Tarikan yang amat kuat, yang pasti selalu ada dalam diri setiap manusia, termasuk dalam dirinya.

Hadiah berhaji dari media itu sungguh kejutan yang datangnya terlampau dini. Prie GS sama sekali tak membayangkan, apalagi mengharapkan. Pasalnya, sebab dari prestasi kerja, ia biasa-biasa saja. Tidak ada catatan yang istimewa dalam perjalanan kariernya sebagai wartawan media. (Mendadak Haji, halaman 3).

Membaca buku catatan perjalanan haji ini membuat kita semakin rendah hati, tawaduk, mengerti makna ketabahan, mengetahui sedetail mungkin kondisi Makkah dan Madinah, serta serasa ikut mengiringi perjalanan haji yang Prie GS tunaikan. Pelaksanaan ihram, tawaf, sai, wukuf, jamrah, tahalul, dan rangkain ibadah haji lainnya tidak luput dari catatannya.

Rozi Rista Aga Zidna