Setelah menghatamkan novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck karya Buya Hamka, lengkap juga dengan menamatkan versi filmnya, saya penasaran dengan karya Hamka selanjutnya. Terutama karya yang disebut-sebut olehnya dalam novel berlatar laut dan kapal miring itu.
Saya juga tak tahu sebelumya, Terusir itu karya novel ataukah kumpulan cerpen. Dan ternyata setelah kini saya memilikinya, saya jadi tahu bahwa Terusir merupakan sebuah novel sastra.
Terusir ini adalah novel sastra melayu terbaik dari mahakarya Buya Hamka, ulama ternama sekaligus sastrawan angkatan Pujangga Baru. Novel dengan 129 halaman ini merupakan novel sastra yang mengentakkan jagat Tanah Air dan masyarakat luar negeri.
Berlatar belakang masa penjajahan Belanda 1930-an, alur cerita yang diciptakan begitu memesona dan memainkan perasaan. Isi kisah di dalamnya mencampuradukkan emosi dan perasaan terdalam soal cinta, kasih sayang, permusuhan, fitnah dan kehilangan.
Seorang istri bernama Mariah diusir begitu saja oleh suaminya, Azhar. Pada suatu waktu pun, mantan istrinya itu mengirim surat panjang kepada Azhar. Di dalam surat itu, Mariah mengungkap apa yang sesungguhnya terjadi sehingga berakhir pengusiran terhadap dirinya.
Berikut ini sebagian isi surat panjang tersebut:
Tuduhan itu berat sekali, sampai sekarang aku belum mampu memikulnya. Sungguh, kesalahan itu bukan kesalahanku. Itu hanyalah fitnah dan perbuatan orang lain yang benci melihat damainya rumah tangga kita, melihat beruntungnya kita selama ini setelah hampir sepuluh tahun kita hidup bersama. Tidak ada angin bersimpang siur dalam pergaulan kita.
Sungguh Kakanda, mertuaku benci kepadaku karena Adinda dianggap selalu memengaruhi Kakanda.
Dengan membaca novel ini, pembaca tanpa sadar telah dinasihati agar tidak sembrono atau tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Lebih-lebih soal penceraian yang menyangkut masa depan istri dan anak.
Sikap Azhar ini pun dinilai oleh sahabat-sahabatnya sebagai tindakan tanpa perhitungan yang matang. Salah satu sahabat Azhar adalah Haji Abdul Halim. Setelah Azhar membaca surat dari Mariah tersebut, Haji Abdul Halim bertanya dengan pertanyaan yang menyayat.
"Heran saya. Mengapa engkau secepat itu mengambil keputusan? Engkau usir istrimu seperti mengusir anjing. Sebab engkau dapati ia berdua dengan seorang lain di dalam kamarmu, belum engkau periksa betul-betul perkara sebenarnya."
Pesan tersirat dalam kisah ini, mengajak kita agar tidak tergesa dalam memutuskan perkara. Selain itu, menilai betapa penting klarifikasi atau tabayyun. Menanyakan dan mendengarkan alasan masuk akal sebelum memberi tindakan.
Baca Juga
-
Menjadi Pemuda yang Semangat Bekerja Keras dalam Buku Kakap Merah Ajaib
-
Berani Keluar dari Zona Nyaman Bersama Buku Kukang Ingin Melihat Dunia
-
Ulasan Buku Ulama, Pewaris Para Nabi: Mengenalkan Tugas-Tugas Ahli Agama
-
Ulasan Buku Gaga dan Ruri: Ajari Anak agar Tidak Mengambil Milik Orang Lain
-
Ulasan Buku Atraksi Beka: Temukan Bakat Diri dengan Melawan Rasa Ragu
Artikel Terkait
-
The Power of Words, Desain Intrinsik dari Sebuah Mantra
-
Belajar Menjadi Versi Terbaik Diri Sendiri dari Buku Esok Lebih Baik
-
Review Buku 'Gapapa Kok, Gak Semua Harus Terwujud Hari Ini': Reminder saat Gagal
-
Atasi Keresahan dengan Cara yang Efektif Lewat Buku Lepas dari Kecemasan
-
Ulasan Buku Untukmu yang Paling Berharga, Sebuah Apresiasi untuk Kehidupan
Ulasan
-
Review Film Wanita Ahli Neraka, Kisah Nahas Santriwati Pencari Surga
-
Menjadi Pemuda yang Semangat Bekerja Keras dalam Buku Kakap Merah Ajaib
-
Ulasan Buku Al-Farabi, Sang Maestro Filsafat yang Tak Lekang oleh Waktu
-
Review Film The Wages of Fear yang Banjir Penonton di Netflix
-
Icip Menu Kopi Dusun, Kuliner Tradisional di Candi Muaro Jambi
Terkini
-
Rencana Gila STY: Duetkan 2 Pemain dengan Keahlian Lemparan Jauh di Timnas
-
NCT Dream Raih Kemenangan Pertama Lagu When I'm With You di Show Champion
-
Tak Perlu Didebat, Rizky Ridho Memang Layak utuk Bersaing di Level Kompetisi yang Lebih Tinggi!
-
Benarkah Gen Z Tak Bisa Kerja dengan Baik?
-
Tanpa Bikin Iritasi! Ini 3 Exfoliating Pad Aman untuk Kulit Sensitif