Nama I Gusti Ngurah Rai sudah pasti tak asing lagi, khususnya bagi warga Bali, ataupun orang-orang yang pernah mengunjungi daerah eksotis berjuluk Pulau Dewata ini. Terlebih lagi, namanya diabadikan sebagai nama Bandara di Bali.
Meski nama 'Ngurah Rai' sebagai bandara acap kali disebut-sebut, tetapi kisah perjuangan sosok bergelar Pahlawan Nasional ini menurut sebagian orang masih 'berkabut'. Sebagai sosok pahlawan heroik, cerita perjuangan Ngurah Rai dirasa terkikis zaman. Padahal, cerita-cerita sejarah tak sepatutnya dilupakan.
Menyoal perjuangan salah satu pahlawan asal Bali ini, Andre Syahreza telah mencoba menguraikannya kembali, tapi dengan gaya penulisan yang berbeda. Uraiannya terbingkai dalam karya terbarunya, buku yang bertajuk Prosa Gerilya.
Dalam buku ini, Andre Syahreza menguraikan perjalanannya menyusuri jalur dan jejak-jejak gerilya Ngurah Rai. Pahlawan yang bertempur habis-habisan dalam Puputan Margarana ini ditempatkan sebagai tokoh sentral.
Secara garis besar, perjalanan gerilya Ngurah Rai dijelaskan secara historis dan runut. Mulai dari kiprahnya sebagai tentara binaan, hingga perang gerilya bersama lebih dari 1.500 pejuang lainnya.
Cerita Ngurah Rai sebagaimana tertuang dalam Prosa Gerilya agaknya tak melupakan kaidah-kaidah dalam penulisan sejarah. Namun, yang membuatnya berbeda adalah pendekatan rasional yang terbingkai dalam perspektif masa sekarang.
Penulis menguraikan kisah perjuangan I Gusti Ngurah Rai secara deskriptif, argumentatif, dan imajinatif, sehingga saat membacanya tak terkesan monoton.
Ketika membaca buku ini, rasanya tak hanya seperti membaca riset sejarah. Namun, juga seperti membaca liputan wisata dan antropologi. Perjalanan penulis menapaki jejak gerilya terasa, terlebih disertai dengan tuturan beberapa tokoh yang memperkuat cerita.
Selain itu, daya tarik buku ini pun terasa dari cara penuturannya yang tidak kaku. Pemilihan kata hingga narasi-narasi yang diangkat terkesan bernyawa dan terdapat unsur sastranya, tanpa mengurangi esensi cerita sejarahnya.
Buku Prosa Gerilya ini menjadi buku yang direkomendasikan. Apalagi, mendapatkan komentar bernada positif dari Sastrawan Seno Gumira Ajidarma.
"Sebuah prosa yang ditulis dengan cara berbeda. Masa lalu dan masa kini dipadu menjadi seru, membaurkan batasan-batasan antara deskripsi, narasi, dan argumentasi. Bukan saja sebuah referensi unik tentang sejarah, tapi juga sebuah alternatif penting untuk Sastra Indonesia," kata Seno Gumira Ajidarma.
Baca Juga
-
Filosofi Menanam Bunga Matahari untuk Tumbuh di Tengah Quarter Life Crisis
-
IDID Melawan Batasan dan Tetap Jadi Diri Sendiri di Lagu Terbaru, Push Back
-
Meraba Realita Musisi Independen yang Hidup dari Gigs Berbayar Seadanya
-
Bikin Wangi Seharian! 3 Parfum Pria Cocok Banget Buat Kado Pacar
-
Segera Diumumkan, Pelatih Baru Skuat Garuda Harus Rela Dirundung Standar Tinggi Warisan STY
Artikel Terkait
-
Airasia lakukan Promo di layanan Superapp, seperti diskon hingga 50 persen
-
Sarat Kearifan Lokal, Adilson Maringa Takjub dengan Agenda Bali United Sambut Musim Baru
-
WNA Masuk Ormas Tugasnya Siapa? Begini Penjelasan ImigrasiBali
-
Persebaya Bakal Serius Lakoni Uji Coba Lawan Bali United, Aji Santoso: Ini Bukan Fun Football
-
Pelatih Bali United Ungkap Dua Keuntungan Timnas Indonesia Hadapi Argentina
Ulasan
-
Review Film Pangku: Hadirkan Kejutan Hangat, Rapi, dan Tulus
-
Jarak dan Trauma: Pentingnya Komunikasi Efektif dalam Novel Critical Eleven
-
Perjuangan untuk Hak dan Kemanusiaan terhadap Budak dalam Novel Rasina
-
Ulasan Novel Larung, Perlawanan Anak Muda Mencari Arti Kebebasan Sejati
-
Suka Mitologi Asia? Ini 4 Rekomendasi Novel Fantasi Terjemahan Paling Seru!
Terkini
-
Filosofi Menanam Bunga Matahari untuk Tumbuh di Tengah Quarter Life Crisis
-
IDID Melawan Batasan dan Tetap Jadi Diri Sendiri di Lagu Terbaru, Push Back
-
Meraba Realita Musisi Independen yang Hidup dari Gigs Berbayar Seadanya
-
Bikin Wangi Seharian! 3 Parfum Pria Cocok Banget Buat Kado Pacar
-
Segera Diumumkan, Pelatih Baru Skuat Garuda Harus Rela Dirundung Standar Tinggi Warisan STY