Scroll untuk membaca artikel
Sekar Anindyah Lamase | aisyah khurin
Novel The Shark Caller (goodreads.com)

Novel "The Shark Caller" karya Zillah Bethell, sebuah kisah petualangan yang memukau dan penuh makna. "The Shark Caller" berlatar di sebuah desa pesisir di Papua Nugini, tempat di mana tradisi dan modernitas saling bersinggungan.

Kisah ini mengikuti perjalanan Blue Wing, seorang gadis yatim piatu yang tinggal bersama Siringen, seorang penyeru hiu tradisional. Blue Wing bertekad untuk mempelajari seni memanggil hiu demi membalas dendam atas kematian orang tuanya yang disebabkan oleh seekor hiu bernama Xok.

Blue Wing digambarkan sebagai sosok yang kuat, penuh semangat, namun juga diliputi oleh kesedihan dan amarah. Keinginannya untuk menjadi penyeru hiu bukan hanya didorong oleh dendam, tetapi juga oleh hasrat untuk memahami dan menghormati tradisi leluhurnya.

Siringen, sebagai penjaga tradisi, menolak mengajarkan seni memanggil hiu kepada Blue Wing karena khawatir amarahnya akan menyalahgunakan kekuatan tersebut. Ia mewakili generasi yang berusaha menjaga warisan budaya di tengah arus perubahan zaman.

Kehadiran Maple, putri dari seorang profesor Amerika yang datang untuk meneliti terumbu karang, menambah dinamika dalam cerita. Awalnya, hubungan antara Blue Wing dan Maple dipenuhi ketegangan dan kesalahpahaman, mencerminkan benturan budaya antara tradisi lokal dan pandangan luar.

Seiring waktu, Blue Wing dan Maple mulai memahami satu sama lain, menyadari bahwa mereka berbagi rasa kehilangan dan kesedihan. Persahabatan mereka berkembang menjadi ikatan yang kuat, menunjukkan bahwa empati dan pengertian dapat menjembatani perbedaan budaya.

Novel ini mengeksplorasi tema kehilangan, rasa bersalah, dan pengampunan dengan cara yang mendalam. Baik Blue Wing maupun Maple harus menghadapi masa lalu mereka dan belajar untuk memaafkan, baik diri sendiri maupun orang lain.

Zillah Bethell menggambarkan keindahan alam Papua Nugini dengan detail yang memukau. Pembaca dapat merasakan atmosfer desa pesisir, laut yang luas, dan kehidupan masyarakat lokal melalui deskripsi yang hidup dan autentik.

Penggunaan bahasa Pidgin Papua dalam dialog dan narasi menambah kedalaman budaya dalam cerita. Hal ini memberikan nuansa lokal yang kuat dan memperkaya pengalaman dalam membaca.

Novel ini juga menyoroti konflik antara pelestarian tradisi dan tekanan modernisasi. Kedatangan peneliti asing dan perubahan dalam masyarakat lokal mencerminkan tantangan yang harus dihadapi komunitas tradisional di era globalisasi.

Selain tema-tema emosional, "The Shark Caller" juga menawarkan elemen misteri dan petualangan yang seru untuk diikuti. Pencarian harta karun dan rahasia yang tersembunyi menambah ketegangan dan daya tarik dalam cerita.

Ilustrasi yang dibuat oleh Saara Katariina Söderlund memperkaya narasi dengan visual yang indah dan menggambarkan suasana cerita secara efektif. Novel ini berhasil menyampaikan pesan tentang pentingnya memahami dan menghormati budaya lain, serta kekuatan pengampunan dan persahabatan dalam menyembuhkan luka batin.

"The Shark Caller" cocok untuk pembaca usia 9 tahun ke atas, menawarkan cerita yang mendalam namun tetap dapat diakses dan relevan bagi pembaca muda maupun anak-anak.

Pengalaman Zillah Bethell yang tumbuh di Papua Nugini memberikan autentisitas pada setting dan budaya yang digambarkan dalam novel.

"The Shark Caller" adalah novel yang kaya akan emosi, budaya, dan petualangan. Dengan karakter yang kuat, setting yang memukau, dan tema yang mendalam, novel ini menawarkan pengalaman membaca yang tak terlupakan dan menginspirasi pembaca untuk merenungkan pentingnya tradisi, pengampunan, dan persahabatan.

Identitas Buku

Judul: The Shark Caller

Penulis: Zillah Bethell

Penerbit: Usborne

Tanggal Terbit: 1 Februari 2021

Tebal: 400 Halaman

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

aisyah khurin