Menyadari betapa kehadiran seseorang penting dalam hidup kita di saat kematiannya, sungguh amat perih. Ke mana kita dulu saat ia masih hidup? Kenapa dulu seringkali kita menyia-nyiakannya? Dan kesadaran tersebut baru muncul ketika orang tersebut telah pulang ke haribaan-Nya.
Saat kehilangan, baru sadar betapa penting kehadirannya. Seperti seorang anak yang dulu tidak menuruti perintah orangtuanya, tidak mau diberi tahu, lalu tiba-tiba disergap kekecewaan di saat orangtuanya telah tiada.
Pada novel Dua Cinta Sekar ini, sebagian isinya menyinggung kesedihan seorang anak setelah ditinggal ibunya. Ia bersedih hati dan merindukan kehadiran ibunya di saat dirinya akan menjadi calon ibu. Sekar, dalam melamun selalu teringat kepada ibunya. Teringat ketika mengenang masa-masa bahagia bersama ibunya dulu. Ada kerinduan mendalam yang menghantamnya.
Sekar merasa kepergian ibunya terlalu cepat, padahal ia masih sangat membutuhkan ibunya. Apalagi saat pikirannya sedang kacau, Sekar ingin sekali merajuk dan mendiskusikan semuanya di samping ibu. Kadang-kadang ada kebingungan dalam hati, bagaimana harus melangkah dan menyelesaikannya.
Lebih-lebih saat Sekar yang sedang hamil tua hendak melahirkan anaknya, ia semakin teringat kepada mendiang ibunya.
Beginikah rasanya menjadi seorang calon ibu? Sejauh manakah lagi penderitaan seorang ibu? Sanggupkah aku menjadi seorang ibu, tanpa ibu yang mendampingiku? Bukankah setiap anak belajar menjadi ibu dari ibunya sendiri?
Demikian pikiran Sekar terus berkecamuk. Kembali ingatannya melayang ke ibunya.
Dalam usia muda, Sekar harus merasakan patah cinta yang berkepanjangan, lalu harus membuang cita-citanya menjadi seorang sarjana. Kemudian, atas kehendak orangtuanya, ia rela menikah dengan Iman, suamiya, dengan harapan memiliki rumah tangga bahagia.
Niat baik Sekar ternyata tidak membuahkan hasil. Pendapat yang mengatakan bahwa orang dari keluarga baik-baik akan melahirkan anak yang baik pula, tidaklah selalu benar. Dan itu yang dirasakan Sekar. Iman yang berasal dari keluarga baik-baik, namun kenyataannya berperilaku kurang baik.
Bahkan, dikisahkan pula dalam novel ini saat Iman memeras istrinya, Sekar. Iman pernah menjadikan Sekar sebagai umpan untuk meminta uang tebusan.
Dengan membaca buku ini, kita sebagai anak akan merasa diri banyak salah kepada orangtua, dan tergugah untuk meminta maaf kepadanya, serta berupaya untuk selalu membahagiakannya.
Baca Juga
-
Menkeu Purbaya Ancam Tarik Anggaran Program Makan Gratis jika Penerapannya Tidak Efektif
-
Ferry Irwandi Ungkap Jumlah Orang Hilang pada Tragedi 25 Agustus yang hingga Kini Belum Ditemukan
-
Nadya Almira Dituding Tak Tanggung Jawab Usai Tabrak Orang 13 Tahun yang Lalu
-
Vivo V60 Resmi Rilis, Andalkan Kamera Telefoto ZEISS dan Snapdragon 7 Gen 4
-
Review Buku Indonesia Merdeka, Akhir Agustus 2025 Benarkah Sudah Merdeka?
Artikel Terkait
-
6 Rekomendasi Novel Karya Andrea Hirata, Sudah Baca yang Mana?
-
Ulasan 'Black Night': Saat Kebohongan Menyebabkan Lebih Banyak Luka
-
Wanita Emas Panggil Pimpinan dan Pegawai Bank ke Rumah Hitung Uang, Mesin Penghitung Juga Diangkut
-
Penembakan Terjadi Jelang Laga Pembuka Piala Dunia Wanita 2023, Dua Tewas
-
Padahal Cuma Jaket yang Hilang, Polisi New Zealand Gercep Buru Pelaku Sampai Bikin Nana Mirdad Terheran-heran
Ulasan
-
Ulasan Novel Oregades: Pilihan Pembunuh Bayaran, Bertarung atau Mati
-
Dari Utas viral, Film Dia Bukan Ibu Buktikan Horor Nggak Lagi Murahan
-
Review The Long Walk: Film Distopia yang Brutal, Suram, dan Emosional
-
Menyikapi Gambaran Orientasi Seksualitas di Ruang Religius dalam Film Wahyu
-
Review Film Janji Senja: Perjuangan Gadis Desa Jadi Prajurit TNI!
Terkini
-
Smartwatch Selamatkan Nyawa: Kisah Pasien yang 'Diperintah' Jam Pintar untuk Periksa ke Dokter
-
Sambut Album Baru, Louis Tomlinson Rilis Single Terbaru Bertajuk 'Lemonade'
-
Babak Baru Siap Dimulai, Intip PV Resmi Anime Hell's Paradise Season 2
-
4 Mix and Match OOTD Street Style ala Ryu Da In,Simpel tapi Fashionable!
-
Dear Kluivert, di Ronde Keempat Nanti, Pemain Bertenaga Lebih Berharga daripada Pengalaman