Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Caca Kartiwa
Adegan film Korea Selatan, Cobweb (IMDb)

Ada sejumlah film yang disebut sebagai 'surat cinta dari sineas untuk sinema', yang terbaru sebut saja "Jatuh Cinta Seperti di Film-Film" karya Yandy Laurens, "Humba Dreams" garapan Riri Riza atau "Once Upon a Time in Hollywood" karya Quentin Tarantino. Hal serupa juga ada di industri hiburan Korea Selatan lewat film berjudul "Cobweb".

Sebagai informasi, film "Cobweb" yang dimaksud bukan film horor garapan Samuel Bodin yang dibintangi Antony Starr ya, namun buatan Kim Jee-woon yang punya judul lokal, "Geomijip".

Film "Cobweb" tidak hanya menjadi sebuah karya seni, tetapi juga perjalanan menarik ke dalam dunia perfilman yang dipenuhi dengan kekonyolan dan sindiran pada proses pembuatan film serta masalah sensor pada tahun 1970-an.

Dibalut dengan kepiawaian Kim Jee-woon sebagai sutradara, yang dikenal lewat genre-genre beragam seperti film "A Tale of Two Sisters", "The Good, the Bad, the Weird", dan "I Saw the Devil", serta melibatkan bintang Korea terkemuka seperti Song Kang-ho dan Oh Jung-se, film ini menawarkan pengalaman sinematik yang tak terlupakan.

Kisah film ini mengikuti perjuangan Kim Ki-yeol, seorang sutradara film yang terobsesi dengan ide merekam ulang akhir dari karyanya, "Cobweb", yakin bahwa ini akan menjadikannya sebuah mahakarya. 

Namun, seperti yang sering terjadi dalam dunia perfilman, tantangan-tantangan muncul dari berbagai pihak, termasuk produser, para aktor, dan otoritas yang tidak sepenuhnya memahami atau setuju dengan visi kreatifnya. 

Dengan kepiawaian yang khas, film ini membagi ceritanya antara adegan berwarna yang mencerminkan ketegangan dan kreativitas selama syuting, dan adegan hitam-putih yang merupakan hasil akhir dari proses tersebut di studio.

Salah satu pesona utama "Cobweb" terletak pada kemampuannya menciptakan pengalaman menyaksikan dua film sekaligus. 

Sutradara Kim Jee-woon dan karakter Song Kang-ho turut serta menciptakan versi masing-masing dari "Cobweb", memberikan dimensi unik pada alur cerita. 

Pendekatan inovatif ini tidak hanya mengundang tawa penonton, tetapi juga menghadirkan lelucon-lelucon konyol dan momen plot twist yang brilian, menghibur sepanjang durasi film. 

Meski terasa konyol, "Cobweb" tetap terjaga sebagai karya yang dibuat dengan sepenuh hati, memancarkan kegembiraan dan dedikasi dalam setiap tahap produksinya.

Demikian pula dengan debut Krystal Jung di layar lebar yang mampu memberi nyawa pada karakter yang ia mainkan dengan apik dan meyakinkan.

Meski demikian film ini bukan tanpa kritik. Sebagian penonton mungkin akan berpandangan film ini terlalu berlebihan, tidak substansial, dan terasa tak teratur dan membandingkannya dengan karya-karya Kim Jee-woon yang dianggap lebih elegan. 

Meski "Cobweb" mungkin tidak mengundang selera semua penonton, keunikannya dan kreativitasnya merupakan nilai tambah yang patut diapresiasi dalam khasanah industri perfilman Korea Selatan. 

Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, "Cobweb" menjadi 'surat cinta' dari sang sutradara, lewat kontribusi menarik pada seni perfilman, dan memberikan pengalaman tak terlupakan bagi mereka yang menghargai kekacauan sebuah produksi film. Skor 74/100.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Caca Kartiwa