Butterfly Sleep adalah film Korea Selatan-Jepang yang dirilis pada tahun 2017. Film ini disutradarai oleh Jeong Jae-eun dan dibintangi oleh Miho Nakayama serta Kim Jae-wook.
Ceritanya mengikuti kehidupan seorang penulis Jepang paruh baya bernama Ryoko (Miho Nakayama), yang sedang mengerjakan novel terbarunya sambil mengajar di sebuah sekolah pascasarjana di Tokyo.
Pada awal film, digambarkan tentang kehidupan sehari-hari Ryoko yang terisolasi di rumah modernnya yang nyaman dan dipenuhi dengan buku-buku.
Ryoko memiliki kebiasaan yang rapi dan teratur dalam menulis dan mengajar, namun kehidupannya berubah ketika dia bertemu dengan seorang mahasiswa Korea Selatan bernama Chan-hae (Kim Jae-wook).
Chan-hae bekerja di restoran dekat kampus untuk membayar uang kuliahnya, dan terjadilah pertemuan pertama mereka yang sangat singkat.
Namun, hubungan mereka berkembang ketika Ryoko kembali ke restoran untuk mencari pena mahalnya yang hilang dan bertemu Chan-hae lagi.
Ryoko kemudian memintanya untuk menata ulang buku-buku di perpustakaannya dan membantu menulis novelnya sambil merawat anjingnya yang telah menjadi teman setianya selama beberapa tahun.
Sebagai mahasiswa sastra Jepang, Chan-hae tertarik untuk menghabiskan lebih banyak waktu bersama Ryoko, meskipun bahasa Jepangnya masih belum sempurna.
Chan-hae mulai merasa ada sesuatu yang aneh pada Ryoko, dan akhirnya dia mengetahui bahwa Ryoko sedang mengalami tahap awal penyakit Alzheimer.
Meskipun demikian, Ryoko tetap bertekad untuk menyelesaikan novelnya, yang dimaksudkan sebagai karya terakhirnya. Menyadari kondisi Ryoko, Chan-hae semakin peduli padanya, dan hubungan mereka berkembang menjadi lebih intim.
Review Film Butterfly Sleep
Film ini menggabungkan elemen melodrama dengan latar yang menarik dan penceritaan yang terasa tulus. Jeong Jae-eun berhasil menangani cerita dan karakter dengan hati-hati dan penuh pertimbangan.
Meskipun hubungan antara Ryoko dan Chan-hae awalnya terlihat klise, keduanya digambarkan sebagai karakter manusia yang bisa menarik perhatian penonton untuk melihat bagaimana hubungan mereka berkembang sepanjang cerita.
Akting dari Miho Nakayama bisa dikatakan berhasil mengekspresikan banyak emosi melalui ekspresi wajahnya yang pas. Di sisi lain, Kim Jae-wook tampil solid dengan aktingnya yang understated, yang secara efektif mendukung penampilan Nakayama.
Meskipun Kim Jae-wook berasal dari Korea, caranya berbicara dalam bahasa Jepang terkesan sangat natural dan tidak kaku. Penampilannya sebagai Chan-hae yang harus menggunakan bahasa Jepang dalam interaksinya dengan Ryoko menunjukkan kemampuannya untuk menangkap nuansa dan intonasi yang diperlukan, sehingga dialog-dialognya terkesan alami dan unik.
Butterfly Sleep mungkin tidak berbeda jauh dari banyak film melodrama Jepang lainnya, tetapi berhasil membedakannya dengan pengaturan yang menarik dan penceritaan yang tulus.
Film ini juga menghibur dan cukup menyentuh, memberikan pengalaman yang mendalam dan penuh makna. Meskipun alurnya dapat diprediksi, Butterfly Sleep adalah film yang dibuat dengan baik dan berhasil menyentuh emosi penonton dengan cara yang tulus.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Mengubah Hobi Jadi Gaya Hidup Sehat Lewat Olahraga Futsal
-
Futsal dan Tren Urbanisasi: Solusi Ruang Terbatas di Lingkup Perkotaan
-
Bukan Sekadar Hobi, Futsal sebagai Investasi Kesehatan Jangka Panjang
-
Lagu Malang Suantai Sayang: Persembahan Sal Priadi untuk Kota Kelahirannya
-
Menulis di Tengah Kebisingan Dunia Digital, Masihkah Bermakna?
Artikel Terkait
-
Anime Lycoris Recoil Dikonfirmasi Garap Film Pendek dengan 6 Cerita Berbeda
-
Respons Thariq Halilintar Soal Dipingit Jelang Menikah
-
Nobar Deadpool and Wolverine Bareng Aaliyah Massaid, Thariq Halilintar Penasaran Soal Karakter Ini
-
Aksi Liar Joaquin Phoenix dan Lady Gaga di Trailer Terbaru Film Joker 2
-
7 Film Indonesia Terbaru Tayang Juli 2024 di Netflix, Ada Pasutri Gaje
Ulasan
-
Review Film The Strangers: Chapter 2, Pembunuh Bertopeng Kembali Meneror!
-
Review Film Maria: Kisah Pilu Diva yang Kehilangan Suaranya!
-
Serunai Maut II, Perang Terakhir di Pulau Jengka dan Simbol Kejahatan
-
Ulasan Buku Journal of Gratitude: Syukuri Hal Sederhana untuk Hidup Bahagia
-
Serunai Maut: Ketika Mitos, Iman, dan Logika Bertarung di Pulau Jengka
Terkini
-
Tanpa Emil Audero, Harga Pasaran Timnas Indonesia Masih Lebih Unggul Ketimbang 2 Lawannya di Grup B
-
Sayang Teman tapi Capek: Kenalan Sama 'Friendship Burnout' yang Bikin Kita Ingin Menghilang
-
4 Facial Wash Anti-Kusam untuk Kulit Berminyak, Harga di Bawah Rp20 Ribu!
-
Ulang Tahun Pertama usai Cerai, Azizah Salsha Dapat Kiriman Bunga Spesial?
-
Melawan Serangan Personal: Menimbang Ide Kritik Pendidikan Anies Baswedan