Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Alexander Joy
Look Back (IMDb)

Tahun lalu di bioskop-bioskop Indonesia sempat ada anime tentang remaja yang pengen jadi mangaka, atau pembuat manga, judulnya The Tunnel to Summer, the Exit of Goodbyes. 

Tahun ini ada anime serupa dengan cerita yang lebih realistis. Judulnya Look Back.

Sinopsis Film Look Back

Anime yang diadaptasi dari manga karya Tatsuki Fujimoto ini mengisahkan Ayumu Fujino yang sejak kecil hobi bikin manga. Karyanya rutin muncul di koran sekolah.

Fujino awalnya bangga banget sama kemampuan bikin manganya, sampai gurunya ngijinin murid yang jarang masuk sekolah, Kyomoto, buat ikut ngisi koran sekolah.

Ketika Fujino melihat manga buatan Kyomoto, dia merasa malu. Dia kemudian memacu diri untuk meningkatkan kualitas gambarnya. 

Sampai suatu hari, dia merasa kemampuannya masih kalah dengan Kyomoto dan memutuskan untuk berhenti menggambar. 

Cerita mulai masuk paruh kedua setelah Fujino bertemu Kyomoto. Tak seperti dugaan Fujino, Kyomoto ternyata anak pemalu yang ngefans sama dia. 

Fujino akhirnya memutuskan untuk bekerja sama dengan Kyomoto untuk ikut kontes manga.

Penggemar Slice of Life

Anime dengan tema slice of life punya banyak penggemar. Meskipun dinamikanya nggak seintens anime aksi, tapi anime ini punya daya tarik sendiri.

Desain Karakter Utama

Daya tarik pertama anime ini adalah desain karakter utamanya. Ayumu Fujino dan Kyomoto digambarkan di awal cerita masih kelas empat SD. Usia yang masih belia banget untuk seorang mangaka, meskipun baru tingkat SD.

Meski masih SD, cerita-cerita yang Fujino bikin di panel manganya terasa melampaui usianya. Pikirannya juga udah dewasa banget.

Keduanya punya karakter yang beda banget. Fujino itu anak ekstrovert, gampang bergaul, dan penuh semangat. Sedangkan Kyomoto kebalikannya, sering mengurung diri, takut sama orang, dan pemalu.

Jalan Cerita Fantasi

Daya tarik kedua adalah jalan ceritanya yang ada unsur fantasinya. Unsur fantasi ini bikin film berdurasi 57 menitan ini jadi lebih berwarna dan bisa jadi bahan diskusi seru setelah nonton. Apa yang sebenarnya terjadi sama Fujino dan Kyomoto?

Kualitas Visual Keren

Nah, yang bikin anime ini patut diapresiasi adalah kualitas visualnya. Kiyotaka Oshiyama, penulis dan sutradara anime ini, sebelumnya sering jadi animator utama di anime terkenal kayak Evangelion: 2.0 You Can (Not) Advance, Letter to Momo, dan Chainsaw Man. Jadi, visualnya udah pasti keren.

Dalam film ini, desain karakter utamanya punya art style yang keren dan unik. Bagian yang berkesan dari animasi ini adalah ketika gambar manga dua dimensi buatan Fujino dan Kyomoto berubah jadi adegan anime. 

Dari gambar hitam putih di panel berubah jadi adegan anime berwarna, lalu balik lagi jadi hitam putih. Perubahan gaya visual ini bikin pengalaman nonton jadi makin asyik.

Sudut Pandang Unik

Oshiyama juga asyik main-main dengan sudut pandang buat menunjukkan latar adegan. Dari sudut pandang kamera di atas terus menukik ke bawah, mengikuti gerakan karakter. Rasanya seperti nonton film live action yang gambarnya diambil pakai drone.

Musik Latar dan Theme Song

Untuk musik latar dan theme song, Haruka Nakamura si komposer bikin 16 nomor. Light Song yang jadi theme song dibawain bareng penyanyi Urara. Lagu-lagunya kebanyakan mellow, pas banget sama tone film yang melankolis.

Konten Dewasa

Oh iya, meski kedua karakter digambarkan mulai gambar dari SD, anime ini kayaknya kurang cocok buat semua umur. Oleh karena cerita manga yang dibuat Fujino lumayan brutal buat anak seusianya. Selain itu, ada juga adegan kekerasan di film ini.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Alexander Joy