Scroll untuk membaca artikel
Rendy Adrikni Sadikin | Elga Junizar
Sejumlah ASN memberikan tanda hormat dalam suatu upacara. (ANTARA)

Aparatur sipil negara atau ASN dan pegawai negeri sipil alias PNS wajib menjaga netralisasi terutama saat pemilihan kepala daerah atau pilkada. Sesuai Pasal 9 UU ASN Nomor 5 Tahun 2014, PNS wajib menjaga netralisasinya dengan cara terbebas dari pengaruh semua golongan dari partai politik.

Netralisasinya ASN dan PNS perlu terus dijaga dan diawasi. Tujuannya agar pilkada dapat berjalan secara jujur dan adil antara calon yang memiliki kekuasaan dengan calon yang tidak memiliki relasi kuasa di lingkungan birokrasi pemerintah.

ASN memiliki nilai dasar yang meliputi tugas secara profesional dengan tidak memihak dan menciptakan lingkungan kerja yang non diskriminatif. ASN diatur dengan kode etik dan kode perilaku agar ASN melaksanakan tugasnya sesuai ketentuan peraturan, sesuai perintah pejabat yang berwenang atau perintah atasan.

Dalam pasal 280 ayat (2) UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Selain ASN, pimpinan Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi sampai perangkat desa dan keseluruhan dilarang diikutsertakan dalam kegiatan kampanye, jika pihak pihak tersebut diikutsertakan maka akan dikenakan sanksi pidana turunan dan denda oleh pihak yang berwajib.

Sanksi tersebut tertuang dalam Pasal 494 UU 7 Tahun 2017 yang menyebutkan, setiap ASN, anggota TNI dan Polri, kepala desa, perangkat desa, dan anggota badan permusyawaratan desa yang terlibat sebagai pelaksana atau tim kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp. 12.000.000.00 (dua belas juta rupiah).

Sejak proses penyelenggaraan pilkada serentak 2024 dimulai pada 2023, temuan pelanggaran netralitas ASN berupa disiplin dan kode etik yang dilaporkan hingga 31 Januari 2024 sebanyak 47 laporan pelanggaran. Antara lain, sebanyak 42 laporan pelanggaran disiplin dan 5 laporan pelanggaran kode etik.

Sebagian jenis pelanggaran netralisasi berupa disiplin yang sudah masuk menjadi laporan merupakan aksi memberi dukungan terhadap calon (pasangan calon), menjadi bagian anggota atau pengurus partai politik, mengadakan kegiatan yang mengarah pada pasangan calon, hingga ikut sebagai peserta kampanye pasangan calon.

Sanksi netralisasi berupa pelanggaran disiplin tersebut berkonsekuensi terhadap hukuman disiplin sedang, berupa potongan Tunjangan Kinerja (Tukin) sebesar 25% selama 6 bulan/9 bulan/12 bulan; dan hukuman disiplin berat berupa penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan jabatan selama 12 bulan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, sampai pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS dan peraturan pemerintah 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK.

Sementara sanksi netralisasi berupa pelanggaran kode etik berkonsekue sanksi moral pernyataan secara terbuka dan sanksi moral pernyataan secara tertutup sesuai Peraturan Pemerintah 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS.

Elga Junizar

Baca Juga