Apa jadinya jika seorang agen CIA harus melarikan diri dari berbagai pihak yang mengincarnya di tengah padang gurun Afghanistan? Itulah premis yang ditawarkan oleh Kandahar, film aksi thriller yang disutradarai oleh Ric Roman Waugh dan dibintangi oleh aktor laga kawakan Gerard Butler.
Setelah beberapa bulan lalu Guy Ritchie merilis The Covenant yang juga berlatar belakang spionase, mampukah Kandahar bersaing di genre yang sama?
Sinopsis Kandahar
Tom Harris (Gerard Butler) adalah seorang agen lapangan CIA yang sukses menjalankan misi besar, menghancurkan fasilitas nuklir rahasia milik Iran.
Iran yang merasa dirugikan berusaha keras mencari pihak yang bertanggung jawab atas kejadian ini. Ketika identitas Tom bocor, ia menjadi incaran banyak pihak.
Tom yang berada di Herat, Afghanistan, harus segera menuju Kandahar yang berjarak 400 mil untuk mendapatkan bantuan. Dalam perjalanannya, ia ditemani oleh seorang agen lokal bernama Mo (Navid Negahban). Mereka harus menghadapi pasukan khusus Iran, Pakistan, Taliban, ISIS, dan banyak ancaman lainnya.
Aksi Tanpa Henti
Film ini diawali dengan tempo lambat, memberikan kesan bahwa aksi besar akan segera muncul. Benar saja, ketika cerita memasuki babak kedua, Kandahar menyajikan aksi tanpa henti. Pengejaran, tembak-menembak, dan ledakan bom mendominasi film ini.
Namun, sayangnya, aksi-aksi ini menghindari area padat penduduk, sehingga latar padang gurun dan perbukitan tandus membuat greget aksinya sedikit menurun. Meskipun aksi klimaksnya ditutup dengan pengejaran yang intens dan pemboman besar-besaran, rasanya masih kurang menggigit.
Sentuhan Humanis di Tengah Aksi
Meskipun film ini penuh dengan aksi, ada beberapa adegan yang memberikan sentuhan humanis. Gerard Butler, dengan pesonanya, mampu memberikan penampilan maksimal, begitu pula dengan Navid Negahban sebagai Mo.
Hubungan antara Tom dan Mo menambah kedalaman karakter di tengah ketegangan aksi.
Kesan Menonton Kandahar
Secara keseluruhan, Kandahar menawarkan aksi dengan ketegangan tinggi, meskipun eksekusinya kurang menggigit. Film ini mencoba menggali dilema moral yang menjadi isu seksi dalam cerita-cerita "antiperang".
Namun, jika dibandingkan dengan film-film antiperang klasik, rasanya masih terlalu tanggung dalam menyajikan pesan mulianya di tengah desingan peluru dan ledakan bom.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ulasan Film Ditto, Kisah Cinta Remaja di Tahun Berbeda
-
Ulasan Film We Have a Ghost, Kisah Hantu Misterius Penunggu Rumah
-
Ulasan Film Jin Qorin: Kisah Horor Jin Pendamping Manusia
-
Ulasan Film Diponegoro 1830, Akhir Kisah Penangkapan Pangeran Diponegoro
-
Ulasan Film Dungeons & Dragons Honor Among Thieves, Aksi Mencuri Relik
Artikel Terkait
-
Ada Film Indonesia yang Mejeng, Hainan Island International Film Festival 2024 Sukses Digelar
-
Review Film First Daughter: Kisah Cinta Putri Presiden dengan Bodyguardnya
-
3 Film Horor yang Dibintangi Emir Mahira, 'Pengantin Setan' Teranyar
-
Ulasan Buku The Art of Loving Job: Bekerja dengan Sepenuh Hati
-
Ulasan Buku 'Don't Let The Pigeon Drive The Sleigh'; Fantasi Dunia Natal
Ulasan
-
Ulasan novel Embrace the Serpent: Tukang Permata yang Menjadi Ratu Magis
-
Menemukan Ibu, Diri, dan Arti Kehilangan di Balik Misteri Welcome to Murder Week
-
Merangkul Kesepian Lewat Cerpen di Buku Yearning for Home While I'm at Home
-
SEVENTEEN Serukan Bangkit Menggapai Mimpi Dalam Lagu 'Fire'
-
Ulasan Novel Slow Burn Summer: Dari Kepura-puraan Menjadi Cinta
Terkini
-
Night Runner oleh Jung Yong Hwa: Harapan Emosional pada Bintang Jatuh
-
Jalani Menit Debut Lebih Melimpah, Andalan Malaysia Ini Bakal Sukses di Liga Jepang?
-
Futsal di Indonesia: Perjalanan Panjang Menuju Popularitas dan Prestasi
-
Meme In This Economy dan Kenyataan Pahit Hidup di Tengah Ketimpangan
-
4 Gaya Kasual ala Yunjin LE SSERAFIM, Simpel dan Tetap Fashionable