Tak semua penulis memiliki kemampuan menggarap kisah tragedi dengan komedi. Atau kalimat lainnya, tak sembarang pengarang berpotensi menggores cerita duka dengan begitu jenaka. Namun, seakan begitu mudah bagi Gunawan Tri Atmodjo menyulap pedih tanpa menyisakan sedih.
Hingga tim kurator (Joni Ariadinata, Tia Setiadi, Edi AH Iyubenu, dan Ahmad Muchlis Amrin) menyatakan Gunawan Tri Atmodjo mempunyai karakter yang tampaknya hanya bisa ditandingi senior jauhnya, Hamsad Rangkuti. Lantaran perihal ironi, satire, dan kemuraman hidup selalu dikemasnya dengan ketebalan imajinasi yang sendu tetapi membuat terbahak.
Jika kita baca tiga cerpen saja dalam buku Tuhan Tidak Makan Ikan ini, kita berkali-kali akan terbahak sekaligus merenung diterkam ironi. Terkesan main-main, cengengesan, tetapi di ranah demikianlah ia menabalkan permenungan-permenungan yang tak sepi pesan moral.
Pada cerpen yang memiliki kata unik dalam judulnya, Slimicinguk, pembaca akan diseret untuk terkekeh menyaksikan ironi riil kehidupan bahwa kekuasaan selalu punya kukunya sendiri untuk memaksakan segala apa, termasuk keganjilan-keganjilan. Cerpen ini mengisahkan pengalih bahasa yang bekerja di sebuah kantor penerbit berskala nasional.
Dodi Nuryanto selaku direktur utama selalu menjadi pembaca awal komik-komik yang akan diterbitkan perusahaannya. Saat membaca seri komik Pendekar Sempak Berdarah yang merupakan terjemahan dari komik laris Tiongkok, ia terusik oleh sebuah kata slimicinguk yang tak ia pahami artinya.
Sang direktur mencari arti kata slimicinguk baik di kamus online maupun lewat mesin pencari di internet, tapi tak menemukan penjelasan apa pun. Pada akhirnya, ia menyerah dan menelepon sekretarisnya untuk memanggil pengalih bahasa komik tersebut. Cipto Hadi sebagai pengalih bahasa pun menghadap direktur. Ketika dimintai keterangan, ia menjelaskan bahwa slimicinguk berasal dari kata bajinguk yang merupakan varian kata bajingan. Bajinguk akrab sebagai umpatan bagi orang Jawa, dan slimi berarti kecil atau tipis yang akan memberikan kesan ringan pada umpatan bajinguk.
Semena-mena sebab mempunyai kekuasaan, tak dibendung oleh direktur untuk bertindak semau-maunya. Cipto Hadi disuruh melafalkan umpatan slimicinguk dengan nada dan intonasi yang sesuai sebanyak 33 kali. Sebab diliputi rasa tidak puas, Dodi Nuryanto akhirnya menyuruh Cipto Hadi untuk mencari umpatan yang lebih puitis, berbobot dan keren dalam waktu setengah jam. Cipto Hadi pun membuat lima kosakata umpatan baru hasil ciptaannya sendiri; pakenton, kemasu, ndeligik, hajingter, dan lakimbin.
Dodi menerima setoran umpatan itu, menimbang-nimbangnya sejenak dengan mengucapkannya lirih lalu meminta kembali Cipto Hadi melafalkan masing-masing umpatan tersebut dengan baik dan benar sebanyak 33 kali. Cipto Hadi menjalankan perintah hingga terengah-engah dan kehabisan suara. Tak hanya diminta melafalkannya masing-masing sebanyak 33 kali, Cipto Hadi juga diminta untuk menjelaskan satu demi satu dari lima umpatan itu.
Usai menguraikan panjang lebar, Dodi menawarkan kata pisuhan baru buatannya; bagero, dan harus dipakainya. Bagero adalah umpatan yang populer semasa penjajahan Jepang, katanya. Namun, bagi Cipto Hadi, bagero itu sama sekali bukan umpatan yang puitis, berbobot dan keren. Masih jauh kelasnya dari slimicinguk. Ingin rasanya Cipto meminta Dodi untuk melafalkan bagero sebanyak 33 kali untuk menyadari betapa rendahnya kadar estetika pisuhan itu.
Bagi Cipto Hadi, pertemuan itu bukan diskusi tapi pemaksaan kehendak atas dasar pangkat dan kekuasaan. Jika sudah punya umpatan sendiri untuk apa pula Dodi mengajaknya berdiskusi dan memintanya mengarang umpatan lain. Seharusnya ia tinggal perintah saja agar waktu Cipto tidak terbuang sia-sia.
Cerpen ini ditutup dengan umpatan Cipto Hadi dengan nada dan intonasi penuh penjiwaan saat kembali ke ruang kerja. Ia memaki, โBagero slimicinguk!โ Usai mengumpat begitu, diri Cipto Hadi merasa lumayan lega karena telah memaki sebuah umpatan.
Akhirnya, sebagaimana mengutip endorsement Tia Setiadi di bagian awal buku ini, Gunawan memiliki gaya bercerita yang lucu, unik, dan menyebalkan bahkan. Segala hal berat bisa dijadikannya bahan tertawaan.
Identitas Buku
Judul Buku: Tuhan Tidak Makan Ikan
Penulis: Gunawan Tri Atmodjo
Penerbit: Diva Press
Cetakan: II, Desember 2016
Tebal: 244 halaman
ISBN: 978-602-279-225-3
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Imajinasi Terjun Bebas Tanpa Batas dalam Buku Puisi Telepon Telepon Hallo
-
Kiat Jemput Karunia Tuhan yang Berkah Melimpah dalam Buku Dongkrak Rezeki
-
Diperkirakan Bakal Rilis Oktober 2025, Berikut Bocoran Fitur Terbaik Realme GT 8
-
HP Infinix Hot 60 Pro, Usung Chipset Helio G200 Terbaru Demi Dukung Produktivitas dan Gaming
-
Poco M7 Plus 5G Debut di India 13 Agustus 2025, HP Murah Rp 2 Jutaan dengan Baterai 7000 mAh
Artikel Terkait
-
Drama-Komedi dan Musikal, yang Sarat Pesan Moral dalam Film Iyus Jenius
-
Ulasan Buku Matahari Sukses, Hidup Tanpa Cita-Cita Rasanya Hampa
-
Horor-Komedi Terbaru Karya GDH, Intip Sinopsis Film Thailand '404 Run Run'
-
Benarkah Ada yang Salah? Pesawat Jeju Air Alami Masalah Berulang Sebelum Kecelakaan
-
Ulasan Novel Narasi 2021:Perjalanan Mengikhlaskan dan Menghidupkan Harapan
Ulasan
-
Edukasi Keuangan Perempuan di Buku 'Menjadi Cantik, Gaya, dan Tetap Kaya'
-
Review Film Fixed: Di Luar Ekspektasi, Animasi yang Dijejali Komedi Cabul
-
Ulasan Novel Critical Eleven, Pertemuan dalam Sebelas Menit yang Menentukan
-
5 Hal Berharga Dibahas dalam Buku Life is Yours, Hidup Bukan Perlombaan!
-
Ulasan Buku Magic Words: Kata Ajaib untuk Mendapatkan yang Kita Inginkan
Terkini
-
Prabowo Salahkan Pemimpin Tak Pandai Atasi Kemiskinan, Auto Dirujak Netizen: Lagi Ngaca ya, Pak?
-
Mulai Rp 1,4 Juta, Intip Harga Tiket Konser RIIZE 'RIIZING LOUD' di Jakarta
-
Terkonfirmasi Batal, Indonesia Miliki Banyak Opsi untuk Gantikan Pertarungan Kontra Kuwait
-
Momen Kocak Gas Air Mata Polisi Berbalik dan Kena Sendiri, Netizen Auto Kegirangan
-
4 Jelly Moisturizer yang Diklaim Efektif Bikin Wajah Cerah dan Lembap!