Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Ryan Farizzal
Salah satu adegan di film Mendadak Dangdut (IMDb)

Mendadak Dangdut versi 2025, garapan sutradara Monty Tiwa, bikin penonton nostalgia sekaligus terpukau dengan sentuhan modern yang kekinian. Film ini bukan sekadar remake dari versi 2006 yang ikonik bareng Titi Kamal, tapi lebih mirip surat cinta buat dangdut dengan balutan drama keluarga dan komedi yang ngena banget.

Dibintangi Anya Geraldine sebagai Naya, film ini sukses bikin kita tertawa, nangis, dan—percaya atau enggak—pengin joget dangdut! Yuk, simak apa yang bikin film ini spesial dalam ulasan berikut.

Film ini berfokus pada perjalanan Naya Wardhani (Anya Geraldine), penyanyi pop papan atas yang hidupnya seperti di ujung tanduk. Kariernya sedang cemerlang, tapi Naya merasa tertekan banget sama produser ambisius, Thomas (Sadha Triyudha), yang cuma mikirin duit.

Ditambah lagi, luka lama soal ayahnya, Anwar (mendiang Joshua Pandelaki), yang meninggalkan keluarga demi wanita lain, bikin hatinya makin remuk. Hubungannya sama adiknya, Lola (Aisha Nurra Datau), juga renggang karena masalah keluarga ini.

Puncaknya, hidup Naya jungkir balik ketika Thomas membunuh manajernya, Zul (Calvin Jeremy), dan menjebak Naya sebagai pelaku. Panik dan tak mau masuk bui, Naya kabur bareng Lola dan Anwar—yang sekarang pikun karena Alzheimer—ke desa terpencil bernama Singalaya.

Di sana, Naya yang awalnya anti banget sama dangdut, terpaksa menyanyi di orkes kampung bareng Wawan (Keanu Angelo) dan Wendhoy (Fajar Nugra) demi menyamar dan mencari duit. Dari sinilah petualangan seru, lucu, dan mengharukan dimulai.

Ulasan Film Mendadak Dangdut

Salah satu adegan di film Mendadak Dangdut (IMDb)

Salah satu daya tarik utama Mendadak Dangdut adalah perpaduan komedi dan drama yang balance. Duo Keanu Angelo dan Fajar Nugra, ditambah Opie Kumis, adalah bom humor yang bikin penonton ngakak di setiap scene.

Celetukan mereka spontan, kekinian, dan penuh sindiran medsos yang relatable buat Gen Z. Misalnya, guyonan soal tren viral atau drama selebgram bikin suasana hidup banget. Keanu, khususnya, benar-benar mencuri perhatian dengan improvisasi yang gokil—nggak pernah gagal bikin perut mules deh pokoknya!

Sisi dramanya juga nggak kalah kuat. Konflik keluarga antara Naya, Lola, dan Anwar digarap dengan sensitif. Monty Tiwa berhasil menggambarkan luka batin Naya tentang pengkhianatan ayahnya tanpa terasa lebay.

Adegan-adegan emosional, apalagi yang melibatkan Anwar yang pikun, bikin aku sebagai penonton merasa ikut sedih. Peran Joshua Pandelaki di sini juga spesial banget, apalagi ini jadi film terakhir beliau—benar-benar tribute yang manis.

Anya Geraldine? Jujur, awalnya aku skeptis. Anya yang biasanya main di drama romansa atau horor, bisa nggak sih jadi biduan dangdut? Tapi, dia benar-benar mengejutkan! Anya belajar bernyanyi dangdut selama setahun dan bikin goyangan khas yang benar-benar on point.

Meski di awal kelihatan kaku, lama-lama dia berhasil membawakan katakter Naya dengan natural—dari diva pop yang angkuh sampai biduan kampung yang mulai menemukan jati diri. Lagu “Jablai” yang dia nyanyikan? Ikonik banget, meski beberapa bilang masih kalah sama vibe Titi Kamal di tahun 2006.

Musiknya juga jadi jantung di film ini. Kolaborasi dengan HP Record bikin soundtrack-nya autentik, dari “Termiskin di Dunia” sampai “Caramu” yang dibawain Anya. Lagu-lagu ini bukan cuma pelengkap, tapi benar-benar menyatu dengan emosi di setiap adegan.

Dangdut di sini nggak digambarkan sebagai musik “kampungan”, tapi justru sebagai cerminan jiwa masyarakat yang penuh warna. Pesan soal toleransi dan dangdut sebagai pemersatu juga tersampaikan dengan halus tanpa terasa menggurui.

Meski seru, film ini tak luput dari kekurangan. Salah satunya adalah palet warna yang terlalu “menyala”. Penggunaan warna CMYK yang mencolok bikin visualnya kadang terasa seperti disko era 80-an, bukan dangdut modern yang seharusnya lebih elegan. Padahal, dengan estetika yang lebih halus, film ini pasti bisa jauh lebih aesthetic dan kekinian.

Terus, penempatan lagu di beberapa scene terasa dipaksakan. Film ini pengin banget terasa sepertu musikal, tapi nggak semua momen butuh musik. Kadang, alih-alih bikin suasana lebih hidup, lagu-lagu itu justru bikin fokus ceritanya makin buyar. Mungkin kalau dikurangi satu-dua lagu, pacing-nya bakal lebih enak.

Mendadak Dangdut 2025 berhasil membawa napas lama dengan wajah baru. Dibandingkan versi 2006 yang lebih fokus ke romansa dan potret kelas bawah, versi ini lebih kental sama drama keluarga dan komedi yang relevan terutama untuk penonton muda.

Monty Tiwa jelas tak cuma pengin bikin remake, tapi juga memberi sesuatu yang fresh—dan dia berhasil. Film ini seperti perjalanan emosional yang bikin kita ketawa, nangis, dan akhirnya merasa bangga dengan dangdut sebagai bagian dari budaya Indonesia.

Buat yang mencari tontonan ringan tapi mempunyai makna, Mendadak Dangdut wajib masuk watchlist. Apalagi kalau kamu suka dangdut atau pengin lihat Anya Geraldine goyang pinggul dengan vibe biduan!

Film ini tayang mulai 30 April 2025 di bioskop, jadi jangan sampai kelewatan. Oh ya, bawa tisu buat adegan keluarga, tapi siap-siap juga joget ketika mendengarkan lagu "Jablai" ya!

Untuk rating aku beri: 8/10. Karena fun abis, menguras emosi, dan dangdut abis!

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Ryan Farizzal