The King of Pigs adalah series asal Korea Selatan yang diadaptasi dari film animasi berjudul sama. Series yang rilis tahun 2022 ini disutradarai oleh Kim Dae-jin dan ditulis oleh Young Tak Jae.
Ceritanya mengikuti seorang detektif pembunuhan bernama Jong-suk (Kim Sung-kyu) yang terlibat dalam kasus pembunuhan berantai. Pelaku pembunuhan meninggalkan pesan-pesan misterius di tempat kejadian yang secara langsung ditujukan kepada Jong-suk.
Namun, pesan-pesan itu bukan untuk menyembunyikan identitas pelaku. Justru sebaliknya, pelaku ingin menunjukkan bahwa ia memiliki hubungan masa lalu yang kuat dengan sang detektif. Namanya adalah Kyung-min (Kim Dong-wook), teman masa kecil Jong-suk. Kyung-min memburu orang-orang yang pernah menyiksa dan mempermalukan mereka berdua ketika masih duduk di bangku SMP.
Diliputi trauma dan luka batin yang tak pernah sembuh, Kyung-min kini melampiaskan dendamnya dengan membunuh orang-orang yang dulu telah merusak hidupnya.
Sementara itu, Jong-suk yang merasa bersalah karena dulu membiarkan kekerasan itu terjadi, ia mulai merasakan kepuasan terselubung atas pembalasan tersebut, meskipun pembunuhan yang dilakukan Kyung-min sangat kejam.
Tapi apapun alasannya, Jong-suk harus menangkap Kyung-min dan menghentikan semua ini. Masalahnya, Kyung-min selalu selangkah lebih cepat dibanding polisi.
Review Series The King of Pigs
Salah satu keunggulan utama dari The King of Pigs terletak pada cara mereka menampilkan kekerasan. Series berjumlah 12 episode ini tidak ragu untuk menyajikan adegan brutal secara gamblang.
Namun, kekerasan di sini bukanlah sekadar tontonan semata. Setiap tindakan kekerasan memiliki makna yang mendalam, yang berfungsi untuk menggambarkan kondisi batin para karakter, sekaligus menjadi bagian inti dari alur cerita.
Penggunaan kekerasan di sini tidak pernah terasa berlebihan atau tanpa tujuan. Sebaliknya, semuanya dirancang untuk memprovokasi pertanyaan pada benak penonton, sama halnya dengan Jong-suk yang turut mempertanyakan moralitasnya sendiri.
Lebih dari sekadar aksi balas dendam, kekerasan dalam The King of Pigs juga digunakan untuk menunjukkan trauma, keputusasaan, dan sesekali rasa kelegaan. Hal ini mengajak kita sebagai penonton untuk mempertanyakan posisi kita, apakah kita merasa simpati pada Kyung-min? Apakah tindakan yang ia lakukan dapat dibenarkan?
Mengatakan bahwa Kyung-min hanya menjadi korban perundungan rasanya terlalu menyederhanakan masalah. Masa lalunya dipenuhi dengan penghinaan, pemaksaan untuk menyakiti dirinya sendiri, bahkan pelecehan seksual dari teman-teman sekelasnya.
Kilas balik yang memperlihatkan kekerasan yang ia alami di masa remaja terasa lebih mengerikan dibandingkan pembunuhan yang ia lakukan di masa kini. Rasa sakit yang ia alami dulu digambarkan begitu nyata, membuat penonton ikut merasa ketidak berdayaan ini. Menonton empat episode berturut-turut adalah ujian emosional tersendiri dan series ini tidak memberikan ruang bagi penonton untuk merasa lega.
Ketika cerita beralih ke masa dewasa Kyung-min, kita mulai menyadari bahwa ia tidak pernah benar-benar merasakan kebaikan dari siapa pun di sekitarnya. Bahkan saat ia berusaha pulih dari depresi, pada akhirnya ia tetap menyadari bahwa dirinya selalu sendirian. Kesadaran ini membuat penonton nyaris mendukung apa yang ia lakukan.
Kilas balik cerita ini disusun dengan sangat cermat, terasa pas, dan tidak pernah membosankan. Sang sutradara dengan cerdas memainkan perasaan penonton, mengombang-ambingkan antara rasa simpati dan rasa jijik, antara keadilan dan balas dendam, antara kemarahan yang bisa dimaklumi dan kekerasan yang sulit diterima.
Walaupun identitas pelaku sudah diketahui sejak awal, misteri tetap hidup melalui emosi dan trauma yang terkuak perlahan. Setiap episode membuka lapisan baru dalam diri karakter, dan kita pun diajak untuk terus menebak alur setelahnya.
Series ini tetap mempertahankan kekerasan grafis dari versi aslinya, namun mampu memperluas kedalaman emosional dan pesan moralnya. The King of Pigs menjadi bukti nyata bahwa kekerasan tidak pernah terjadi dalam ruang hampa, setiap tindakan memiliki asal-usul, dan setiap luka meninggalkan bekas yang mendalam.
Ini adalah kisah tentang bagaimana kekerasan melahirkan kekerasan, dan bagaimana setiap tindakan, sekecil apa pun, dapat membangun atau menghancurkan seseorang secara perlahan. Jika kamu mencari series dengan cerita yang gelap dan mencekam, ini adalah pilihan yang pas untuk kamu tonton.
Baca Juga
-
Comeback Agustus! Naevis Siap Rilis Single Lagu Kedua Bertajuk Sensitive
-
Stray Kids Umumkan Comeback Sekaligus Bagikan Trailer Album Baru 'KARMA'
-
Gaji UMR, Inflasi Gila-gilaan: Mimpi Kemapanan Generasi Z yang Terjegal
-
Anti-Bosan! 5 Rekomendasi Game Offline Android yang Wajib Kamu Coba
-
Jelang Wamil, Cha Eun Woo Bagikan Pesan Perpisahan untuk Para Penggemar
Artikel Terkait
Ulasan
-
Review Film Mickey 17, Angkat Isu Sosial yang Keras Dibalut Humor Gelap
-
Menikmati Menu di Lesehan Selera Malam Jambi, Sambalnya Bikin Nagih
-
Ulasan Buku How to Die: Menyambut Kematian dari Segi Filsuf Romawi
-
Ulasan Novel Cermin-Cermin Impian: Dua Jiwa Berjanji, Melangkah Seirama
-
Review Film The Monkey, Perpaduan Genre Komedi dan Horor yang Unik
Terkini
-
Mengungkap Greenwashing: Menjual Keberlanjutan, Menyembunyikan Kerusakan
-
Ghost Girl oleh Yeonjun TXT: Obsesi dan Perasaan Cinta yang Menghantui
-
Tragisnya Timnas Indonesia U-23, Terjungkal di Kandang Sendiri karena Taktik dari Mantan Pelatih
-
Bikin Sakit! Ini 3 Duplikasi Taktik STY oleh Kim Sang-sik di Final Piala AFF U-23
-
Kalau Gagal Oper, Salah Siapa? Yuk Cek Oksitosin dan Kepercayaan Tim Futsal