Beberapa orang mungkin pernah mendengar tentang "diet detoks" yang dipercaya dapat mengeluarkan racun dari tubuh melalui konsumsi jenis makanan tertentu sehingga dinilai memiliki manfaat bagi kesehatan. Benarkah fakta tersebut? Nah untuk lebih jelasnya, kita akan membahas tentang peran diet detoks bagi kesehatan tubuh. Melansir dari laman Healthline.com, berikut pembahasannya.
Pada dasarnya, tubuh telah memiliki fungsi detoksifikasi alami yang melibatkan berbagai organ penting, seperti paru - paru, usus besar, hati, ginjal, serta kulit. Proses metabolisme yang normal akan menghasilkan racun secara endogen dalam bentuk amoniak dan asam laktat, tetapi tubuh juga dapat memperolehnya secara eksogen melalui paparan obat-obatan, bahan kimia dalam makanan, serta lingkungan.
Menurut National Institutes of Health, detoksifikasi di dalam tubuh melibatkan proses metabolisme yang disebut dengan Biotransformasi, yang akan membuat suatu perubahan struktur kimia zat beracun menjadi tidak aktif sehingga akan dieksresikan oleh tubuh dalam bentuk feses, urine, keringat, serta karbondioksida.
Kemampuan tubuh untuk dalam detoksifikasi tergantung pada berbagai faktor, meliputi usia, jenis kelamin, kondisi kesehatan, genetika, obat-obatan, dan diet. Sebagai contoh, apabila seseorang mengalami gangguan hati, maka proses detoksifikasi juga akan terganggu sehingga berisiko menimbulkan penumpukan amonia di dalam darah.
Diet detoks digunakan untuk meningkatkan proses eliminasi toksin yang optimal, meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, serta mendorong penurunan berat badan. Program diet ini biasanya melibatkan suplementasi, diet vegan ketat, diet cair, puasa, atau metode lain yang konon dipercaya dapat mendetoksifikasi tubuh. Meskipun telah banyak klaim tentang adanya peningkatan status kesehatan oleh pencipta dan pendukung diet detoks, namun klaim ini dinilai tidak memiliki bukti klinis dari segi efektivitas serta keamanannya.
Penerapan diet detoks dinilai tidak berbahaya apabila digunakan dalam jangka pendek. Namun, diet detoks yang melibatkan puasa dalam waktu lama atau pembatasan kalori yang ekstrem, penggunaan suplemen herbal, atau praktik seperti enema dapat menyebabkan efek samping yang berbahaya dan berpotensi memiliki risiko dalam kesehatan jangka panjang.
Sebuah studi dari National Institutes of Health pada tahun 2015 yang melibatkan peserta wanita sebanyak 84 orang dengan mengikuti diet detoks rendah kalori ditambah asupan jus lemon dan sirup rendah kalori, kemudian peserta lainnya mengikuti diet plasebo rendah kalori selama 7 hari mendapatkan hasil berupa penurunan berat badan dan penurunan kadar insulin pada kedua kategori peserta. Namun hasil tersebut dinilai bukan karena penggunaan diet detoks, melainkan akibat adanya pembatasan kalori dari diet yang diterapkan.
Kesimpulannya adalah penggunaan diet detoks dirasa tidak terlalu dibutuhkan mengingat tubuh memiliki perannya sendiri dalam mendetoksifikasi racun. Peneliti juga lebih menyarankan untuk mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, agar tubuh mendapatkan semua asupan zat gizi penting yang berperan dalam proses metabolisme. Selain itu disarankan pula untuk rajin berolahraga, mengindari rokok, alkohol, serta junk food untuk menjaga kesehatan organ yang berfungsi dalam proses detoksifikasi racun tersebut.