Kenali Tongue Tie pada Bayi, Tidak Semua Perlu Diinsisi

Bimo Aria Fundrika
Kenali Tongue Tie pada Bayi, Tidak Semua Perlu Diinsisi
Ilustrasi bayi (Pixabay)

Tongue tie atau ankiloglosia adalah kondisi bawaan lahir di mana frenulum lingual, yaitu jaringan penghubung antara lidah ke dasar mulut, lebih pendek atau lebih tebal dari umumnya.

Kondisi ini seringkali ditemukan pada bayi dan anak-anak, tetapi juga dapat terjadi pada orang dewasa.  Tak hanya itu, kondisi ini bisa menyebabkan kesulitan menyusu, makan, berbicara, dan menelan pada bayi dan anak-anak. 

“Dari berbagai kepustakaan, ditemukan bahwa ternyata diagnosis ankiloglosia itu meningkat secara global, baik di Amerika, di Kanada, di Australia, bahkan di Indonesia juga meningkat,” ujar Ketua Satgas ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr. dr. Naomi Esthernita F. Dewanto, Sp.A, Subsp.Neo(K), dalam Seminar Media Daring pada Selasa (18/03/2025).

Ilustrasi bayi. [Dok.Antara]
Ilustrasi bayi. [Dok.Antara]

Dalam kasus pada bayi, frenulum lidah yang terlalu pendek atau tebal akan menghambat pergerakan lidah, yang kemudian berdampak pada proses menyusu. Bayi dengan tongue tie mungkin mengalami kesulitan seperti tidak dapat melakukan latch dan suckling dengan benar.

Tongue tie diperkirakan terjadi pada sekitar 4-16 persen bayi, namun hanya 1-4% yang mengalami kesulitan menyusu. Sebagian besar kasus tongue tie bersifat ringan dan tidak berdampak terhadap pemberian ASI maupun tumbuh kembang bayi.

Gejala Tongue Tie

Dr. Naomi menjelaskan bahwa tongue tie hanya dianggap bergejala (ankiloglosia simtomatik) jika terdapat kesulitan menyusu yang tidak dapat diatasi dengan manajemen laktasi yang benar.

Terdapat dua jenis gejala yang dapat mengindikasikan ankiloglosia simtomatik, yaitu gejala subjektif dan objektif. Gejala subjektif merujuk pada keluhan yang dialami oleh ibu.

“Biasanya ibu mengeluhkan bahwa bayi sulit melekat saat menyusu, sehingga puting payudara ibunya terasa nyeri. Bayi sudah menghisap, tetapi pengosongan payudaranya terhambat, tidak bisa pengosongan dengan baik. Sehingga durasi menyusunya menjadi lebih lama. Tetapi bayi nampak tidak puas menyusu,” jelasnya.

Sementara itu, gejala objektif dapat dilihat dari gangguan pada puting, seperti mengalami gepeng atau lecet, pengosongan payudara tidak efektif, dan kenaikan berat badan bayi tidak adekuat.

Dampak Tongue tie

Pada bayi, tongue tie yang bermasalah secara signifikan dapat mengganggu proses menyusu, sehingga menyebabkan kurangnya asupan ASI dan memengaruhi pertumbuhan.

Selain itu, ibu juga bisa mengalami permasalahan seperti pembengkakan payudara, saluran susu tersumbat (clogged ducts), mastitis, dan nyeri puting yang membuat mereka berhenti menyusui lebih cepat dari yang seharusnya.

Dr. Naomi mengungkapkan bahwa tongue tie juga tidak berdampak pada keterlambatan perkembangan bicara (speech delay) pada anak.

“Tentu saja tidak menyebabkan speech delay. Mungkin akan mempengaruhi pengucapan beberapa huruf seperti T, D, S, L, R, dan lainnya, tetapi akan membaik dengan bertambahnya usia. Kemampuan ini bisa teratasi, tapi tidak menyebabkan speech delay,” tambahnya.

Apakah perlu tindakan insisi?

Kesulitan dalam menyusui tidak selalu disebabkan oleh tongue tie. Maka dari itu, tidak semua kasus tongue tie pada bayi memerlukan tindakan insisi seperti frenotomi.

Penting untuk konsultasi ke dokter spesialis untuk diperiksa lebih lanjut dan menentukan prosedur selanjutnya. Jika diperlukan tindakan medis seperti frenotomi, prosedur harus dilakukan oleh tenaga medis yang kompeten.

“Ini adalah rekomendasi sejak 2013 dari PP IDAI, bahwa tongue tie atau ankiloglosia yang dapat dijumpai pada bayi, dimana frenulumnya lebih pendek atau tebal, tidak selalu menyebabkan gangguan menyusui dan tidak selalu harus dilakukan insisi. Seandainya harus dilakukan frenotomi pun, harus dilakukan oleh tenaga medis yang kompeten,” kata dr. Naomi

Penulis: Kayla Riasya Salsabila 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak