Konflik Agraria: Kebebasan dan Kenyamanan dalam Kasus Wadas

Ayu Nabila | Dian Sari
Konflik Agraria: Kebebasan dan Kenyamanan dalam Kasus Wadas
Unjuk rasa Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempa Dewa) dan Aliansi Solidaritas untuk Wadas di depan Mapolres Purworejo, Jumat (4/3/2022). [Dok. Gempa Dewa]

Beberapa bulan yang lalu warga Indonesia digemparkan lagi oleh konflik agraria di Wadas. Sebenarnya apa yang terjadi di Wadas? Banyak sekali orang yang tertarik untuk membahas kasus Wadas ini. Banyak warga Desa Wadas dan pihak yang peduli dengan kasus Wadas mengadakan demo. Banyak kontroversi tentang kasus Wadas ini yang menyebabkan orang ingin tahu lebih banyak.

Kasus Wadas merupakan pertikaian yang timbul antara warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah dengan pihak Pemerintah Indonesia yang terjadi sejak tahun 2018 sampai sekarang. Hal yang menjadi sebab penolakan warga, yaitu penambangan batu andesit di wilayah Desa Wadas yang akan digunakan untuk pembangunan Bendungan Bener.

Pada Selasa (8/2/2022), ratusan aparat gabungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) lengkap dengan senjata datang ke Desa Wadas untuk mendampingi pengukuran lahan untuk bendungan. Tetapi, aparat malah menangkap setidaknya 64 warga Wadas dan dibawa ke Polres Purworejo. Sehari kemudian warga yang ditangkap dibebaskan dan kembali pulang ke rumah masing-masing.

Penangkapan warga dilakukan dengan cara yang tidak sesuai dengan tata krama, aparat mengintimidasi warga dengan mencopoti poster berisi penolakan proyek Bendungan Bener. Bukan hanya orang dewasa yang ditangkap, anak-anak kecil juga ikut ditangkap. Pada saat penangkapan beberapa warga diperlakukan dengan cara yang cukup ngeri.

Dalam video yang beredar di media sosial  warga yang tidak tahu menahu ditangkap dengan cara diseret-seret. Ada warga yang bajunya sampai robek-robek dan penuh luka lebam. Warga sampai menangis dan teriak histeris sungguh suasana yang sangat mencekam. Warga merasa tidak aman di desanya sendiri.

Masih di hari yang sama, Selasa (8/2/2022), listrik di Desa Wadas dimatikan total. Padahal di desa-desa lain listrik menyala. Sungguh malam hari yang sangat mencekam dan memprihatinkan. Pemutusan listrik seharusnya ada alasan yang jelas, seperti ada yang harus diperbaiki sehingga pantas untuk memutus aliran listrik. Sinyal pun juga di take down, sehingga warga Wadas tidak bisa menghubungi saudaranya. Sungguh sangat miris yang dialami warga Desa Wadas. Rasa keamanan dan kenyamanan hilang, hanya rasa takut yang ada didalam diri warga Desa Wadas.

Kasihan anak-anak kecil dan orang tua yang tidak tahu apa-apa menanggung akibat dari peristiwa ini. Anak-anak kecil yang seharusnya bermain dan menghabiskan waktu bersama teman-temannya kini malah berdiam diri di rumah karena rasa takut. Warga yang biasanya sholat berjamaah di masjid tidak lagi berjamaah di masjid karena diiringi rasa ketakutan. Anak-anak yang seharusnya setiap sore mengaji tidak berani keluar rumah untuk mengaji.

Tafsir al-Kabir, 19/107 yang artinya “Sebagian ulama ditanya, apakah rasa aman lebih baik dari kesehatan? Maka jawabannya rasa aman, rasa aman lebih baik. Dalilnya adalah seandainya kambing kakinya patah maka akan sembuh beberapa waktu lagi, kemudian seandainya kambing diikat pada suatu tempat dekat dekat serigala, maka ia tidak akan makan sampai mati. Hal ini, menunjukkan bahwa bahaya yang akibat rasa takut lebih besar daripada rasa sakit di badan”

Dari tafsir tersebut dapat direnungkan bahwa rasa aman merupakan nikmat yang sangat besar yang diberikan oleh Allah SWT. Nikmat aman merupakan nikmat yang menjadikan kita dapat beraktivitas dengan kenyamanan tanpa ada yang menganggu. Ketika kita hidup tidak dengan tekanan dan dapat keluar rumah tanpa rasa ketakutan akibat orang lain. Kita dapat beribadah dengan khusu’ di luar rumah tanpa ada pertikaian. Kita dapat bersosialisasi dan berkumpul dengan orang-orang tanpa ada rasa ketakutan di dalam hati.

Oleh karena itu, kita dalam hidup bertetangga harus saling memberikan rasa aman kepada sesama. Tanpa rasa aman dan hidup dalam rasa ketakutan menjadikan hidup tidak bermakna. Kita merasa hidup penuh dengan bayang-bayang ketidaknyamanan. Apabila kita memiliki rasa aman hidup akan lebih berwarna tanpa bayang-bayang rasa takut.

Dalam kasus Wadas juga terdapat warga yang pro dan kontra lahannya untuk diukur. Tidak bisa dipungkiri juga warga yang pro (menerima penambangan) beranggapan proyek Bendungan Bener merupakan bagian dari program pemerintah. NU Online, Pemerintah juga berjanji akan menjadikan bekas galian tambang batu andesit untuk tempat pariwisata.  

Bagi warga yang kontra (menolak penambangan) beranggapan bahwa penambangan batu andesit akan merusak lingkungan tempat tinggal mereka dan menjadikan mata pencaharian mereka hilang. Perbedaan pendapat seharusnya tidak menimbulkan kekerasan oleh aparat untuk warga Desa Wadas. Perbedaan merupakan hal yang wajar dalam setiap kegiatan, perbedaan bukan pemicu untuk adanya kekerasan. Setiap warga berhak untuk memberikan pendapatnya masing-masing. Karena warga berhak untuk memberikan pendapat.

Dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 164 yang artinya “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”.

Dalam ayat tersebut jelas sudah dijelaskan bahwa manusia adalah kaum yang memikirkan. Allah menciptakan manusia dengan akal yang berguna untuk berpikir. Implikasinya manusia dapat berbeda pendapat saat melakukan suatu pekerjaan. Perbedaan pendapat itu bukan menjadikan seseorang saling bermusuhan, tetapi adanya perbedaan menjadikan seseorang harus bermusyawarah untuk mendapatkan kesepakatan pendapat yang tidak menjadikan saling bertengkar setelahnya.     

Di dalam Pancasila sila ke-4 yang berbunyi ”Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan” sudah dijelaskan bahwa untuk mencapai kesepakatan bersama kita diajarkan untuk musyawarah. Kebebasan pendapat itu sangat wajar dalam setiap kegiatan. Setiap orang memiliki perbedaan dalam berpikir. Perbedaan itu bukan sesuatu hal yang perlu diperdebatkan. Seharusnya antara warga pro dan warga kontra serta pihak pemerintah melakukan musyawarah untuk mencari titik tengahnya. Tidak merugikan warga dan tidak merugikan pemerintah. Apabila dibicarakan dengan baik-baik antara warga Desa Wadas dan pihak pemerintah yang terlibat pasti didapatkan hasil yang terbaik.

Ada masalah yang cukup serius antara warga pro dan warga kontra yaitu adanya kesenjangan antar warga. Sebelum ada perpecahan antara pihak warga yang pro dan warga kontra, dahulunya warga berbaur dengan warga lainnya dengan tidak membeda-bedakan warga. Sekarang antara warga pro dan warga kontra ada pemisah, warga sekarang berbaur dengan warga yang sama pendapat (warga pro dengan warga pro, sedangkan warga kontra dengan warga kontra). Padahal di dalam Al-Quran surat An-Nisa: 36 yang artinya ”Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri”.

Dalam surat di atas kita diajarkan untuk berbuat baik kepada tetangga. Kita dapat berbuat baik dengan tetangga melalui banyak cara. Kita dalam bergaul sesama tetangga tidak membedakan-bedakan tetangga, hidup rukun saling membantu. Apabila ada tetangga yang sakit  kita sebagai tetangga datang menjenguk dan menanyakan kabarnya. Hidup dalam bertetangga harus dilandasi dengan rasa tolong-menolong, memberi kenyamanan, dan rasa aman. Tetangga adalah orang nomor satu yang siap untuk membantu kita disaat saudara kita berada di jauh. Oleh karena itu, hidup rukun dalam bertetangga itu sangat penting.

Di dalam kasus Wadas yang sudah ditulis dapat ditarik kesimpulan bahwa perbedaan pendapat bukan penghalang untuk berbuat baik kepada sesama (tetangga). Perbedaan pendapat itu hal yang wajar karena manusia diciptakaan Allah dilengkapi akal untuk berpikir. Rasa aman dan kenyamanan merupakan hal yang sangat penting untuk menjadikan hidup lebih bermakna.

Dr. Ira Alia Maerani, M.H. (dosen Fakultas Hukum Unissula)

Dian Widya Sari (mahasiswa Prodi Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Unissula)

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak