Guru: Pahlawan Garda Terdepan Dunia Pendidikan, Berada Paling Belakang soal Kesejahteraan

Ayu Nabila | Ibnuh Sulaiman
Guru: Pahlawan Garda Terdepan Dunia Pendidikan, Berada Paling Belakang soal Kesejahteraan
Ilustrasi Seorang Guru yang Mengajar di Sebuah Kelas (Unsplash/National Cancer Institute)

Guru adalah "Pahlawan Garda Terdepan dalam Dunia Pendidikan." Mungkin setidaknya kita pernah mendengar istilah "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" yang sering diucapkan pada saat momen baik itu hari guru nasional maupun hari pendidikan nasional di negeri kita tercinta ini. Namun, saya rasa gelar "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" saja tidak cukup untuk disematkan kepada seseorang yang telah banyak melahirkan sosok-sosok besar untuk kemajuan bangsa Indonesia dan seseorang yang telah banyak berjasa dalam mewujudkan salah satu cita-cita bangsa Indonesia.

Sebagaimana yang tertuang dalam batang tubuh Pembukaan UUD 1945 alinea ke 4 yang berbunyi, "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa .. "

Selain itu pula, dalam UU No 20 Tahun 2003 pasal 3 yang berbunyi, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."

Siapa lagi kalau bukan guru yang menjalankan peran utama di dalam UU tersebut. Maka dari itu menyematkan gelar lagi kepada guru sebagai Pahlawan Garda Depan dalam Dunia Pendidikan bukanlah hal yang terlalu berlebihan apalagi sulit untuk diterima oleh kita mengingat perannya yang begitu penting dalam mengajar, mendidik, dan menegakkan amanat Tujuan Pendidikan Nasional.    

Bagi saya, tidak semua guru dapat menyandang gelar yang telah disebutkan di atas. Karena kita semestinya harus objektif dalam menilai sesuatu. Bagi mereka yang memiliki keikhlasan, kesabaran, kepedulian, punya dedikasi yang tinggi untuk mengabdikan dirinya dalam dunia pendidikan dan sepenuh hati dalam mengajar dan membimbing peserta didik, adalah hakikat dari sebuah gelar yang kita sematkan kepada seorang guru. bukan semata-mata hanya gelar kosong tanpa makna tertentu. Apalagi pada sewaktu pandemi covid-19 yang lalu, tantangan guru pada saat itu untuk mengajar dan mendidik semakin berat.

Guru harus bisa adaptif dan inovatif. Mulai dari adaptif dan terampil dalam menggunakan media pembelajaran yang berbasis digital hingga guru harus bisa menyesuaikan pembelajaran dengan pola kurikulum yang berbeda pula. Walaupun sekarang pemerintah telah menerapkan PTMT di sekolah-sekolah yang daerahnya masih minim penularan covid-19, namun tidak ada salahnya mengingat usaha para guru-guru kita yang mampu bertahan tetapi tetap terus menyelenggarakan proses pendidikan dalam kondisi tersebut. Maka dari itu, sebagai murid/peserta didik sudah semestinya kita mengapresiasi atas kerja keras dan usaha mereka yang tetap konsisten untuk tetap mengajar.

Kesejahteraan Guru Tanah Air yang Tumpang Tindih

Gelarnya Kadang tak Sebanding dengan Kesejahteraannya (bady abbas/Unsplash)
Gelarnya Kadang tak Sebanding dengan Kesejahteraannya (bady abbas/Unsplash)

Apabila dokter dan perawat disebut sebagai sosok pahlawan garis depan dalam dunia kesehatan dan medis, Maka guru harusnya adalah sosok pahlawan garis depan pula di dalam dunia pendidikan. Guru bukan hanya pahlawan tanpa tanda jasa saja, tetapi lebih dari itu, yakni Pahlawan garda depan dunia pendidikan. Pandemi ini benar-benar membuktikan bagaimana guru kita tetap memberikan pelayanan pendidikan. Entah yang lewat daring maupun PTMT. Dari situlah Pahlawan Garda Depan dalam Dunia Pendidikan memang benar-benar nyata tanpa dibuat-buat.

Walaupun guru adalah pahlawan garda depan dalam dunia pendidikan maupun pahlawan tanpa tanda jasa, sejatinya mereka adalah manusia pula sama seperti kita yang perlu kesejahteraan. Mereka juga perlu memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari yang dalam artinya bukan pahlawan tanpa rasa. Kita sering mendengar berita buruh berdemo menuntut agar gaji mereka sesuai dengan UMR, tetapi jarang sekali kita mendengar isu tentang guru berdemo menuntut gaji mereka. Beritanya ada, tetapi jarang sekali di-up ke media massa.

Guru Honorer dan Guru PNS adalah profesi yang sama namun berbeda. Sama dalam artian mereka punya fungsi dan jasa yang sama besar untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sama-sama pahlawan dalam dunia pendidikan. Namun, berbeda dalam hal kesejahteraan. Guru PNS tentu akan menerima gaji sesuai dengan tingkat/golongannya entah itu yang pangkat Guru Madya, Guru Muda, Guru Utama dan lain-lainnya. Apakah guru yang bekerja honorer demikian ? oh tentu saja tidak. Manusia dengan segala idealisme untuk mengajar dan mendidik adalah istilah yang cocok untuk menggambarkan status guru honorer. Saya ingat dengan kisah seorang tokoh filosof yang pekerjaannya lebih banyak keluyuran daripada berdiam di rumah. Berjalan dari satu sudut ke sudut yang lain, pergi ke pasar dan alun-alun hanya untuk bertanya tentang kebenaran kepada siapa saja. Benar, adalah Socrates seorang tokoh filosof yang selalu hidup dalam idealismenya untuk mencari kebenaran yang sejati. Jika boleh saya sebutkan, mungkin guru honorer di indonesia adalah seorang socrates di zaman modern. 

Kesimpulan akhir, saya sangat betul-betul menjunjung tinggi gelar tadi yang kita sematkan pada guru-guru kita semua. Namun disamping itu, guru juga adalah manusia yang punya kebutuhan fisiologis sama seperti kita. kita seharusnya tidak tutup mata atas isu persoalan yang dialami oleh guru-guru di tanah air. Jangan sampai kita memiliki pemikiran bahwa gelar tersebut diberikan hanya untuk menjadi dalih/menutup-nutupi problem yang sudah lama bercokol dan masih belum ada penyelesaian yang pas hingga sekarang ini. Namun gelar tersebut haruslah tulus diberikan dari lubuk hati yang dalam. Semoga persoalan tersebut oleh para pemegang kuasa di negeri ini setidaknya diberikan sedikit perhatian yang lebih supaya pendidikan kita bisa lebih maju dari negeri seberang sehingga cita-cita Indonesia Golden Age 2045 bisa terwujud pada masa depan.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak