Prabowo, Gibran, dan Strategi Pemasaran

Hernawan | Ruth YN Nababan
Prabowo, Gibran, dan Strategi Pemasaran
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.(Suara.com/Ema Rohimah)

Semangat Juang Prabowo untuk memenangkan Pemilu atau Pemilihan Umum tampaknya bisa diberi acungan jempol. Tentu Prabowo juga sudah sangat layak mendapatkan satu rekor MURI sebagai orang yang paling banyak mencalonkan diri dalam pemilu. Usia senja tampaknya tidak bisa meredakan keinginan Menteri Pertahanan berusia 72 tahun tersebut untuk menjadi orang nomor satu di Indonesia.

Kita akan membahas 3 strategi pemasaran yang mungkin akan memberikan peluang besar pada Prabowo untuk memenangkan pemilu 2024 nanti.

1. Recall dan Recognition

Dalam dunia pemasaran ada yang disebut effective frequency yang mempelajari berapa banyak paparan iklan yang tepat agar konsumen dapat melakukan brand recall dan recognition. Dalam tulisan ini, recall adalah kemampuan calon pemilih untuk mengenali dan mengingat Prabowo yang sudah beberapa kali mencalonkan diri.

Recognition adalah kemampuan calon pemilih untuk membedakan Prabowo dengan calon yang lain, misalnya dari sepak terjangnya atau dari gaya kampanyenya. Kemampuan ini diperoleh dari pengulangan yang terus dilakukan Prabowo setiap lima tahun sekali setiap beliau mencalonkan diri. Calon pemilih menjadi familiar dengan Prabowo dibandingkan dengan calon yang lain. Siapa sih yang tidak kenal Prabowo?

2. Cognitive Learning

Ini merupakan bagian dari consumer Learning, yang menyebutkan bahwa konsumen perlu mendengar beberapa kali untuk memahami apa yang sedang dijual atau dibicarakan. Cognitive learning terhadap Prabowo dapat diperoleh oleh calon pemilih yang selalu melihat Prabowo dalam setiap pemilu, yang menjadi moment untuk mempelajari siapa Prabowo.

Ditambah jejak langkahnya selama menjadi Menteri pertahanan tentu akan memberikan calon pemilih pemahaman yang lebih dalam tentang Prabowo. Mereka yang tadinya apatis terhadap Prabowo sangat mungkin merubah keputusannya menjadi pendukung Prabowo setelah beberapa tahun berlalu.

3. Targetting

Prabowo sepertinya menyadari bahwa dia memerlukan seseorang yang berbeda dari orang-orang yang biasa dalam lingkarannya. Memilih Gibran adalah keputusan yang sangat baik dan tepat dari Prabowo, selain dapat menarik suara dari pemilih muda yang lebih dari 50% dari seluruh calon pemilih, tingkat kepercayaan Masyarakat kepada Jokowi mau tidak mau menjadi nilai tersendiri bagi anaknya Gibran. Pepatah yang mengatakan buah jatuh tidak jauh dari pohonnya yang jelas melekat pada budaya orang kita, tampaknya akan membuat Gibran mampu membantu Prabowo dalam mendulang suara.

Jadi bisa dikatakan, kegagalan Prabowo selama ini mungkin saja menjadi kunci kesuksesannya pada pemilu tahun depan. Pengulangan yang dengan konsisten dilakukannya setiap 5 tahun dalam 15 tahun terakhir dapat memberikan calon pemilih mengenali Prabowo dengan lebih baik dan mendapat gambaran yang jelas mengenai apa yang ingin dicapainya untuk Indonesia.

Tapi perlu diingat juga bahwa ada konsep pemasaran yang disebut dengan “ad fatigue” (Kelelahan iklan), di mana konsumen merasa sangat bosan dan jenuh terhadap satu iklan yang sama yang diputar terus menerus, yang menyebabkan iklan tersebut tidak lagi menghasilkan efek apapun pada konsumen.

Prabowo harus hati -hati dengan ad fatigue ini. Gaya kampanye yang sama, kata-kata yang sama mungkin membuat orang akan merasa jenuh. Memberikan sesuatu yang segar dalam kampanye akan sangat dibutuhkan Prabowo dibandingkan pasangan lain.

Mengingat hanya Prabowo-lah yang sudah berkali-kali ikut dalam pemilu capres dan cawapres, Gibran harus mampu menutup celah ini dengan lebih aktif dalam kampanye. Keingintahuan para calon pemilih terhadap Gibran yang masih terbilang sangat muda juga dapat dimanfaatkan untuk menghidarkan kebosanan calon pemilih pada Prabowo.

Mari kita saksikan siapa yang akan memenangkan pemilu 2024 nanti.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak