Bermacam pola interaksi orangtua yang diberikan pada anaknya dalam mengekspresikan kasih sayangnya. Telah kita ketahui bahwa anak merupakan anugerah bagi orangtua dan juga menjadi aset yang tak ternilai harganya bagi mereka. Sebab seorang anak bisa mungkin sekali mengangkat derajat keluarganya dengan prestasi dan kemampuan yang dimilikinya. Sangat tidak mungkin bagi orangtua yang sadar akan hal ini untuk menukarkan anaknya dengan harta kekayaan, misalnya. Maka dalam hal itu, orangtua wajib mendidik dan merawat anaknya dengan baik agar harapan terbaik bagi anaknya juga tercapai. Namun demikian, dalam merawat dan mendidik anak juga ada caranya, jangan sampai tindakan orangtua dalam tujuan mengasihi malah berdampak menyakiti. Dalam tujuan mendidik anak malah justru menjerumuskannya dalam kebodohan-kebodohan jangka panjang. Ada beberapa macam tindakan orangtua yang perlu dihindarinya dalam hal ini sebagai berikut.
1. Jangan terlalu memanjakan
Pertama, membunuh karakter anak dengan selalu memanjakannya. Untuk menjadi seorang yang mandiri dan mampu hidup dalam bergam keadaan. Baik sulit,mudah, menyenangkan atau menyedihkan bagi si anak, tentunya tidak akan tercapai apabila orangtua berlebihan dalam memanjakannya. Akibat tindakan berlebihan dalam menuruti kemauannya dapat melahirkan karakter anak yang selalu merasa kebutuhannya harus dipenuhi oleh orangtuanya. Yang lebih bahaya lagi ketika kekreatifan anak dalam menjalani hidupnya terkikis habis, maka dia akan merasa bahwa untuk menjalani hidupnya harus selalu dibimbing oleh orangtuanya. Sebab kekreatifan anak dapat tumbuh apabila telah terbiasa mengatasi urusannya sendiri walaupun tentu ada sedikit bantuan atau dukungan moral dari orangtuanya. Intinya, orangtua tak seharusnya merebut posisi anak dalam menyelesaikan urusan-urusannya yang memang seharusnya diatasi sendiri oleh anaknya.
Hal demikian sebenarnya sangat mudah untuk kita temui di masyarakat. Sebab memang orangtua tidak ingin anaknya merasakan dan mengalami nasib yang buruk. Sedangkan keadaan moral sosial kita saat ini yang aduhai, menyebabkan sebagian orangtua was-was apabila membiarkan anaknya berproses sendiri tanpa didampinginya atau bahkan lebih ekstrim lagi orangtua bertukar posisi untuk sekadar menuntaskan tugas-tugas hidup anaknya. Sekilas memang anaknya diuntungkan, namun karakter mandirinya akan mengalami krisis suatu saat.
2. Jangan mengekang
Kedua, terlalu mengekang dalam interaksi dengan dunia luar dengan membatasi interaksi anak dalam bersosial. Misalnya, orangtua melarang anaknya pergi baik dekat ataupun jauh dengan alasan untuk menghindari kecelakaan-kecelakaan yang dapat terjadi atau mudahnya adalah untuk menjaga badan si anak. Ini agak benar, namun masalahnya adalah tujuan orangtua tersebut sekilas memang terwujud. Yakni menjaga anak agar tidak mengalami hal-hal yang tidak diinginkan di luar sana dengan melarang anak keluar rumah. Tetapi, jiwa atau psikologi si anak lah yang bakal kecelakaan. Ketika waktu yang seharusnya dia habiskan dengan teman-temannya dihapus oleh orangtuanya dan interaksinya dengan hal asing sudah tidak ada, maka jangan sesali apabila anaknya mengalami kesulitan dalam bersosial di hari dewasanya.
Ulasan di atas merupakan dampak negatif orangtua dalam mengekang anaknya di bidang interaksi sosial, dan akan coba saya ulas lagi tentang dampak negatif mengekang ini dalam bidang keinginan, harapan atau impian si anak. Gampangnya adalah, memaksakan kehendak orangtua pada anaknya. Terkadang orangtua terlalu over dalam mencetak anknya untuk menjadi sesuai keinginan mereka. Padahal tidak dapat dipungkiri bahwa sangat mungkin sekali ada perbedaan antara orangtua dan anak dalam berfikir dan bercita-cita. Sebagaimana pepatah Arab mengatakan yang artinya "Pada tiap kepala terdapat pendapat(yang berbeda)".
Contoh gampangnya adalah dengan memasukkan anaknya di sekolah yang menjadi pilihan orangtuanya yang tidak sesuai kemauan anaknya. Hal ini sekilas dapat dibenarkan, apabila alasan orangtuanya memilihkan sekolah terbaik yang ada bagi anaknya. Namun hal ini sekali lagi dapat merugikan seorang anak. Hal pertama yang dialaminya, mungkin adalah malas dalam belajar dan berteman dengan temannya karena memang sekolah tersebut bukan pilihannya. Yang kedua adalah hilangnya kesempatan si anak dalam mengembangkan bakatnya yang seharusnya ia lakukan di sekolah yang menjadi pilihannya. Dan masih banyak lagi kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi baik yang positif ataupun yang negatif.
Orangtua memang berhak untuk berharap anaknya sesuai yang dikehendaki namun sangat disayangkan apabila harus memaksakan kehendak apalagi hanya dengan alasan yang misalnya, orangtua tadi bercita-cita di waktu mudanya untuk menjadi anggota militer, namun gagal karena tidak mencukupi syarat atau apapun itu yang menyebabkannya gagal untuk menjadi militer. Lantas dengan dalih mewujudkan cita-citanya dia memaksa anaknya untuk menjadi militer yang pada awalnya anak tersebut bercita-cita jadi jurnalis. Maka demikian dapat mempengaruhi keadaan emosional anak dengan ragam dampaknya tentunya.