Saat pertama kali masuk sekolah dasar, anak-anak memang masih belum menampakkan tanggung jawab sebagai pelajar. Umumnya, mereka menjadikan sekolah sebagai tempat bermain dan tidak paham esensi dari sekolah itu sendiri.
Disinilah peran orangtua untuk membuat anaknya paham esensi dari sekolah itu sendiri sehingga lambat laun seiring dengan bertambahnya usia anak, mereka mulai memiliki tanggung jawab sebagai pelajar.
Tanggung jawab sebagai pelajar memang tidak diajarkan di sekolah, tetapi dapat diajarkan orang tua di rumah. Jika tidak, hingga anak lulus SD, SMP dan seterusnya tidak memiliki rasa tanggung jawab sebagai pelajar. Anak akan cenderung datang ke sekolah sebagai formalitas saja, sering bolos, tidak semangat belajar dan mendapatkan nilai rendah dalam pelajaran di sekolah.
Bukankah sekolah pertama seorang anak adalah orangtuanya ? Maka, yuk orangtua perbaiki pola didik dan ajari anak 5 hal ini untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab sebagai pelajar.
1. Ajari anak menempatkan diri sesuai situasi
Anak sekolah dasar memang pada dasarnya sangat senang bermain karena itulah indahnya dunia anak-anak dan bermain adalah kebutuhan anak-anak. Sehingga, tanpa diperintah pun anak pasti bermain dengan sendirinya.
Jadi, sangatlah wajar jika anak sekolah dasar sangat susah diatur ketika pelajaran sedang berlangsung di kelas. Mereka akan cenderung berlarian kesana-kemari, bersenda gurau dengan teman-temannya saat guru sedang menerangkan pelajaran di kelas.
Guru biasanya akan memberi perintah supaya anak-anak kembali tenang dan duduk di bangkunya masing-masing. Namun, selang beberapa menit suasana kelas akan kembali riuh. Begitulah anak-anak, dalam situasi serius pun tetap bermain.
Namun, pada dasarnya tidak cukup memberi perintah anak-anak supaya tenang saat pelajaran, sebab mereka tak mengerti esensinya. Nah, disinilah peran orang tua memberi pengertian dan kesadaran kepada anaknya yang masih sekolah dasar tentang menempatkan diri sesuai situasi.
Anak-anak sekolah dasar perlu diberi pengertian dan kesadaran kapan ia boleh bermain dan kapan ia harus fokus pada pelajaran. Ini adalah peran orangtua di rumah, sehingga saat di sekolah anak dapat menempatkan diri sesuai situasi.
2. Sebagai pelajar, ajari anak agar memiliki visi, misi dan target tertentu
Anak sekolah dasar pada dasarnya belum memahami mengapa ia harus sekolah. Pemahaman mereka tentang sekolah adalah tempat bertemu teman-teman dan bermain bersama. Walaupun mereka tahu di sekolah mereka akan diajari banyak pelajaran oleh guru, tapi umumnya mereka tak memahami esensi dari sekolah itu sendiri.
Karena tak paham esensi dari sekolah dan belajar, anak sekolah dasar cenderung acuh tak acuh dengan pelajaran yang disampaikan guru. Juga, mereka cenderung tak peduli apakah mereka memahami pelajaran di sekolah atau tidak. Mereka cenderung tak peduli jika guru memberikan PR untuk dikerjakan di rumah.
Ini tak baik jika dibiarkan, sebab akan berkelanjutan hingga ia naik kelas dan lulus dari SD. Dalam hal ini, adalah tugas orang tua di rumah untuk mengarahkan anak agar memiliki visi dan misi. Penting juga mengarahkan anak sekolah dasar agar memiliki visi “menjadi juara kelas” “mendapat nilai terbaik” dan lain sebagainya sehingga anak memiliki tujuan dan misi agar target-targetnya tercapai.
Namun, orang tua tetap memberi pemahaman yang baik dan tetap bersabar dalam prosesnya. Jika anak belum berhasil mencapai target-targetnya, orang tua tak usah marah dan tetap hargai anak atas upaya yang ia lakukan walau target belum tercapai.
Tetap beri dukungan positif dan percayalah kelak ada masanya anak usia sekolah dasar mencapai target-targetnya di sekolah untuk menjadi murid yang pintar, juara kelas, mendapat nilai terbaik melalui proses yang tidak sebentar tetapi progresif.
3. Ajari anak untuk disiplin sejak dini
Bukankah sudah biasa anak sekolah dasar telat masuk sekolah? Juga, bukan pemandangan yang tak asing jika anak sekolah dasar paling susah dibangunkan pagi-pagi. Sehingga, pagi-pagi akan menjadi momen paling sibuk bagi orang tua yang memiliki anak usia sekolah dasar. Mulai dari membangunkan untuk sekolah, mandi, sarapan, persiapan pakaian dan lain sebagainya.
Walau memang sudah fitrahnya, anak-anak tidak disiplin dan susah diatur, bukan berarti harus dibiarkan. Sebab pembiasan positif ataupun negatif sejak dini akan berdampak pada karakter di saat ia dewasa.
Ajarilah anak usia sekolah dasar disiplin waktu dan teratur. Memang bukan proses yang mudah dan sebentar, tetapi nikmatilah prosesnya dan suatu saat anak mulai menyadari pentingnya disiplin dan teratur sehingga menjadi kebiasaan.
Seiring dengan tumbuhnya kesadaran, anak akan mulai merasa risih ketika telat masuk sekolah. Mulai melakukan persiapan-persiapan sebelum sekolah secara terencana.
4. Pahamilah pelajaran, bukan dihafal
Salah satu hal penting dalam belajar di sekolah adalah memahami pelajaran. Untuk menguasai suatu ilmu tentu saja didasari oleh "paham" bukan hafal. Walaupun pada beberapa kasus menghafal memang dibutuhkan dalam proses belajar mengajar, tetap saja yang lebih utama adalah paham.
Membantu anak sekolah dasar memahami pelajaran bukan perkara mudah, sebab kemampuan nalarnya yang masih terbatas. Namun demikian, orangtua jangan menyerah, sebab membuat anak sekolah dasar paham pelajaran membutuhkan trik-trik tertentu.
5. Mempelajari materi sekolah setiap hari, bukan mendadak menjelang ujian
Belajar itu setiap hari, bukan mendadak saat mau ujian! Umumnya anak-anak sekolah dasar hanya akan belajar saat menjelang ujian. Pola ini jelas salah, sebab belajar yang benar adalah dengan mencicil setiap hari sehingga porsi materi yang dipelajari lebih sedikit.
Mempelajari materi pelajaran menjelang ujian sudah pasti lebih berat, sebab porsi materi yang dipelajari lebih banyak. Mempelajari materi yang banyak dalam waktu singkat menjelang ujian terbukti tidak efektif.
Ingat, prinsipnya, practice make perfect. Jadi, berlatih materi pelajaran setiap hari dalam porsi terbatas jelas lebih mudah dipahami dan diingat otak.
Pembiasaan perilaku positif sejak kecil secara berulang-ulang, apalagi sejak kecil akan memberi dampak positif bagi pembentukkan karakter anak saat dewasa. Demikian juga, pembiaran perilaku negatif pada anak yang terus menerus dan tanpa diperbaiki memberikan dampak negatif pada pembentukkan karakter anak saat dewasa.
Hal ini sudah terbukti di beberapa negara maju dengan tingkat disiplin yang tinggi. Misalnya Jepang, kedisiplinan-kedisiplinan yang ditanamkan sejak masa anak-anak membentuk karakter penduduk Jepang yang disiplin dan serba teratur.
Untuk membentuk anak dengan karakter yang positif tentu tidak mudah, butuh waktu lama serta kesabaran. Namun, itulah tanggung jawab orangtua, bukan hanya mengasuh, tetapi juga mendidik dan membimbing anak-anaknya mencapai kualitas terbaiknya hingga kelak keberadaannya di masyarakat memberi manfaat dan tidak merugikan orang banyak.