Penyebaran virus corona ini kian hari semakin bertambah. Saat ini dari data yang telah dirilis per 26 Maret 2020, terdapat 893 kasus yang positif terjangkit covid-19, dengan 35 orang dinyatakan sembuh dan 78 orang meninggal dunia di Indonesia.
Sudah banyak para pejabat yang terjangkit virus corona tersebut, hal ini menjadi momok bagi seluruh warga di Indonesia bahwasannya virus ini bisa hinggap ke tubuh mereka tanpa disadari.
Namun dengan kepanikan masyarakat saat ini pemerintah pusat maupun daerah sedang berusaha untuk meminimalisir bertambahnya virus corona dengan cara membuat kebijakan yang saat ini diterapkan seperti meliburkan warga agar melakukan seluruh aktivitas dilakukan di rumah saja.
Pemerintah mengimbau warga agar menjauhi tempat-tempat keramaian untuk sementara agar tidak ada lagi korban akibat virus corona. Pemerintah menilai bahwasannya dengan adanya menerapkan kebijakan ini dapat mengurangi pertambahan kasus penyebaran.
Namun hal tersebut ternyata membawa dampak negatif bagi perekonomian negara, karena wabah ini cukup menurunkan tingkat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Seiring menurunnya tingkat konsumsi maka akan mengakibatkan ketimpangan pada beberapa indikator dalam laju perekonomian.
Lantas bagaimana upaya pemerintah dalam mempertahankan perekonomian?
Jika mengulik ke belakang, sebelum merebaknya wabah ini Indonesia tidak seirama dengan negara-negara yang melakukan lockdown. Indonesia masih belum merasakan kepanikan sehingga tidak mengambil tindakan seperti lockdown.
Pemerintah pusat hanya memberlakukan kebijakan seperti melarang pendatang dari China yang masuk maupun transit di Indonesia serta melarang sementara WNI yang tinggal di China untuk masuk ke Indonesia. Indonesia condong memprefensikan terhadap dampak terburuk akibat corona ini terhadap pemasukan ke negara.
Mengutip dari pinterpolitik, pariwisata Indonesia lesu dan Negara terancam akan kehilangan potensi devisa wisata kurang lebih Rp54,63 triliun. Guna mencegah hal itu, negara segera memberlakukan kebijakan pemotongan harga tiket pesawat sebesar 50% untuk beberapa daerah destinasi yang menjadi favorit turis lokal maupun mancanegara. Pemerintah menganggarkan Rp500 miliar untuk insentif.
Kebijakan ini diharapkan agar menekan jumlah penurunan wisatawan mancanegara. Menurut data dari BPS (Badan Pusat Statistik) menyebutkan bahwa jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia dari per Januari-Oktober 2019 sebanyak 13,62 Juta orang yang berkunjung. Sebagai gantinya wisatawan domestiklah yang menjadi sasaran dari kebijakan ini.
Setelah istana mengumumkan bahwa telah ada WNI yang positif terkena corona, pemerintah mengambil langkah untuk mencegah bertambahnya korban, termasuk tetap melanjutkan pembatasan masuknya WNA dari China ke Indonesia. Akibat kebijakan ini sektor pariwisata akan merasakan sekali dampaknya.
Menurut Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) mengungkapkan akan nada kerugian yang sangat besar yang mencapai puluhan miliar akibat penurunan turis asing dari China. BPS juga mmenyebutkan data bahwa per Januari-Juni 2019 terdapat warga negara China yang berkunjung sebanyak 1,05 Juta kemudian disusul warga negara Malaysia.
Di sisi lain, Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat kembali jatuh yang telah menyentuh angka Rp16.000. Hal ini kembali menjadi ancaman mata uang Rupiah di pasar keuangan.
Anjloknya rupiah dikarenakan merebaknya virus corona di seluruh dunia sehingga menciptakan ketidakpastian yang sangat tinggi dan mengakibatkan penurunan kinerja pasar, keuangan global,menekan banyak mata uang dunia serta pembalikan modal kepada asset keuangan yang dianggap aman.
Pemerintah mengimbau kepada masyarakat agar melakukan Social Distancing dan sebaiknya untuk mengisolasi diri di rumah. Hal ini juga dapat mengurangi laju jual beli di masyarakat akan mengurang sehingga akan juga mengancam roda perekonomian masyarakat.
Tempat usaha yang bermitra dengan transportasi online untuk layanan pesan antar secara online tidak sepenuhnya menjamin lancarnya roda perekonomian di masyarakat. Banyak usaha kecil yang tidak bermitra dengan transportasi online tersebut yang mengakibatkan turunnya omset secara drastis. Hal ini sontak membuat banyak pihak mengeluh karena merasa rugi.
Wabah virus ini membuat gelombang pasang surut pada pasar dunia sehingga perekonomian pun menjadi anjlok. Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia ( BI) Perry Warjiyo menjelaskan bahwasannya wabah virus Covid-19 ini berdampak pada perekonomian global.
Adanya penyebaran virus Covid-19 menurut Perry dapat mengakibatkan ketidakpastian yang cenderung lebih tinggi dan dapat menurunkan kinerja pasar keuangan global,dapat menekan banyak mata uang dunia, serta memicu pembalikan modal kepada aset yang dianggap aman.
Selain itu, kemungkinan pertumbuhan ekonomi dunia akan menurun akibat rantai penawaran global, menurunnya permintaan dunia, serta lemahnya pelaku ekonomi yang menjadi beberapa faktor utama.
Bank Indonesia juga memperkuat koordinasi dengan pemerintah serta OJK untuk mengawasi secara cermat polemik penyebaran Covid-19 dan bagaimana dampaknya terhadap Indonesia kian hari (melansir dari Money Kompas 19/03/2020).
Selain itu juga pemerintah sedang mengerahkan kebijakan-kebijakan yang sudah dipertimbangkan agar tetap mempertahankan sistem ekonomi tetap stabil.
Dari berbagai polemik yang sedang terjadi, pemerintah harus lebih cepat tanggap dalam mengatasi penyebaran virus corona yang kian meluas ini sudah sangat mengkhawatirkan. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi virus corona harus sebanding dengan menyelamatkan perekonomian Negara, roda ekonomi yang tersendat membuat Indonesia kembali pada krisis ekonomi.
Perlunya pemerintah mengkaji ulang mengenai kebijakan untuk menangani virus ini dan mempertimbangkan dampak kedepan bagi negara, karena pada saat ini jumlah kebutuhan konsumsi kian bertambah namun persediaan semakin menipis yang mengakibatkan kelangkaan di mana-mana.
Efek self quarantine ini membuat masyarakat melakukan panic buying dalam membeli alat-alat kesehatan seperti masker dan hand sanitizer. Hal ini berimbas pada pihak lainnya yang lebih membutuhkan seperti tenaga medis.
Pada saat situasi darurat seperti ini banyak oknum yang memanfaatkan untuk menaikkan harga agar meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Pola pikir masyarakat yang tergolong mudah panik ini mengakibatkan perekonomian juga terganggu.
Pemerintah harus tegas dalam membuat pemahaman terhadap masyarakat untuk tidak melakukan panic buying dan berlomba-lomba menimbun barang untuk kepentingan pribadi.
Negara saat ini sedang dalam kondisi darurat dan masyarakat perlu mengikuti imbauan pemerintah agar tidak terjadi hal-hal yang di luar kendali.
Oleh: May Riski Belina Sukoco / Mahasiswi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang
Email: [email protected]