Persoalan seni merupakan persoalan yang sangat menarik untuk menjadi sebuah kajian, karena seni adalah ekspresi jiwa yang paling indah. Secara umum dalam pemikiran tentang seni sebagai karya, dikenal bermuatan sebagai simbolik, metaforik, manipulasi obyek, ekspresi diri, kesan dan pesan tertentu. Semua muatan ini tidak lain merupakan gambaran-gambaran tentang realitas dan penglihatan dunia yang dihadirkan sebagai karya.
Menurut Wiryomartono, seni pada dasarnya bukanlah barang hasil produksi dan reproduksi alam, melainkan karya tangan manusia maka seni memiliki daya-daya artificial. Seni berkapasitas tidak alami dalam arti dibuat dan dimaksudkan untuk manusia dan kehidupannya. Dengan demikian seni adalah sesuatu yang artificial dalam arti bukan hasil proses alam, walaupun bahan-bahannya berasal dari alam.
Seni sendiri dalam sisi historis sudah ada semenjak zaman Yunani kuno, bahkan dapat dikatakan seni secara hakikat sudah muncul berbarengan dengan kehadiran manusia di dunia ini. Keberadaan seni tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan manusia. Dengan kata lain, bahwa adanya seni karena adanya manusia, tanpa manusia seni tidak mungkin adanya.
Perjalanan sejarah seni sudah cukup panjang. Seni mengalami perubahan-perubahan dan pergeseran-pergeseran, baik dalam tujuan maupun hakikatnya, sejalan dengan perkembangan peradaban dan intelektualitas umat manusia.
Berbagai literatur atau sumber kepustakaan banyak menjelaskan bahwa pada awalnya seni sangat erat kaitannya dengan ekspresi jiwa manusia terkait dengan suatu keyakinan yang bersifat magis dan keindahan-keindahan alam. Artinya suatu kepercayaan yang bersifat religio magis diekspresikan dalam dunia seni sebagai simbol ketaatan. Hal ini sebagaimana yang tergambar pada zaman Yunani kuno. Dengan demikian dapat dipahami bahwa seni mengandung nilai-nilai spiritual dan metafisik.
Salah satu seni yang sangat kental dalam masyarakat yaitu seni musik. Seni musik sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia. Musik sudah menjadi kebutuhan umat manusia di seluruh dunia. Periodesasi dari sejarah musik yaitu: Yunani Kuno (6000 SM hingga 500 SM); Abad Pertengahan (500 SM hingga 1200 M); Renaisan (Abad ke-13 hingga Abad ke-16); Barok (Abad ke-17); Klasik (Abad ke-18); Romantik (Abad ke-19); dan Modern (Abad ke-20 hingga Sekarang).
Bagi Hegel yang mutlak adalah Roh yang mengungkapkan diri di dalam alam (Hadiwijono, 1991). Hakikat Roh adalah ide atau pikiran. Ide mutlak adalah yang Illahi, sedangkan ide yang berfikir adalah kerja, gerak. Seperti yang kita ketahui bahwa
Hegel sangat mementingkan ratio. Maksudnya seperti terkandung dalam dalil Hegel yang cukup terkenal bahwa: “Semuanya yang real bersifat rasional dan semua yang rasional bersifat real” (Bertens, 1990).
Pemikiran atau ide inilah yang dimaksud Hegel dengan Roh yang membuat sadar akan dirinya. Kesadaran demikian juga membuat kecenderungan Hegel dalam mengutamakan perasaan yang dapat kita temukan dalam aliran Romantik di
Jerman.
Pada era romantik inilah karya-karya musik nantinya terpengaruh oleh pemikiran para filsuf saat itu terutama musik-musik Gerejani. Filsafat Roh hegel yang cenderung ke tingkat kesadaran diri oleh Hegel dibagi menjadi tiga yaitu roh objektif, dan roh mutlak. Ketiganya dalam dataran berjenjang. Di kawasan roh-roh inilah terkandung roh kesenian, agama dan filsafat.
Pandangan Hegel tentang negara, masih tetap berkaitan dengan pandangannya tentang filsafat Roh. Menurutnya, Roh subjektif berkaitan dengan diri pribadi, yang berkait erat dengan alam. Sementara itu Roh objektif membicarakan atau berkaitan dengan hukum, moralitas dan kesusilaan. Untuk inilah ajaran tentang Roh objektif juga disebut etika. Karya Hegel yang cukup terkenal dalam bidang filsafat, yaitu dialektika. Metode dialektika yang diungkapkannya selalu mengandung tiga fase, yaitu tesis, antitesis, dan sintesis.
Selain filsafat Roh dan metode dialektika, karya Hegel secara tidak langsung ia juga menyinggung soal agama dan kesenian. Khususnya bidang kesenian musik, Hegel berpandangan bahwa pada dasarnya manusia dianggap sebagai makhluk yang hilang. Musik sebagai bentuk media perlambang bunyi sangat mengasikan manusia, karena di sana manusia seolah-seolah menemukan dirinya kembali (Suhardjono, 1983).
Tentang dialektika ruang dan waktu, musik lahir dalam bahasa bunyi di dalam waktu yang kemudian membentuk permainan ritme membawa manusia ke dalam suatu kenyataan yang sangat mengherankan, oleh karena di dalam permainan ritme ini pulalah sebenarnya manusia meruang dalam arti hidup. Hegel menyebutkan dalam proses dialektika musik, terdapat koinsidensi antara yang ada dan tiada, lalu membentuk suatu sintesis yang lebih tinggi.
Seni Musik dalam Persepsi Hegel
Konsepsi Hegel tentang seni secara khusus telah tertuang dalam buku Hegel: On The Art (1979). Buku tersebut merupakan terjemahan dan ringkasan dari bukunya yang berjudul Aesthetics or the Philosophy of Fine Art. Hegel percaya bahwa tiga pilar yaitu: filsafat, agama, dan seni merupakan cara untuk memahami absolut.
Hegel berpendapat bahwa keindahan adalah sebuah rasionalitas yang diwujudkan dalam bentuk yang dapat diamati oleh indra dan perwujudan riil tersebut terjadi dalam seni: Simbolis, Klasik, dan Romantik. Seni romantis dianggap unggul dari seni lainnya karena merupakan perluasan dari kesadaran-diri (self-consciousness) dan karenanya menentukan gerakan signifikan ke arah restorasi kesadaran-diri pikiran (self-consciousness of Mind) sebagai keseluruhan.
Jika melihat dialetika seperti dikemukakan Hegel, maka dapat ditarik benang merah pada eksistensi musik. Eksistensi bunyi dan waktu dalam diri manusia menunjukkan bahwa keindahan musik tidak hanya sekedar terletak pada harmoni dan melodi, melainkan pada dialektika bunyi dalam waktu yang membentuk permainan ritme dalam diri manusia.
Perkembangan musik di era romantik lekat dipengaruhi oleh faham rasionalisme subjektif, hal ini menunjukkan bahwa adanya suatu kekuatan untuk mengungkap rahasia hidup baik melalui alam, manusia, dan Tuhan penciptanya. Artinya di dalam kesenian (musik) nampaklah adanya roh subjektif dan roh objektif yang telah didamaikan dalam keselarasan yang sempurna, sehingga tampaklah juga ide mutlak dalam kejelasannya yang sempurna.
Seperti yang telah dikemukakan, bahwa dalam roh objektif ketegangan-ketegangan antara roh subjektif dan roh objektif belum ditiadakan, sehingga terdapat ketegangan-ketegangan antara individu dengan masyarakat. Ketegangan-ketegangan ini mampu didamaikan melalui berkesenian.
Sumber:
- Bertens, K. 1990. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
- Hadiwijono, Harun. 1991. Sari Sejarah Filsafat Barat-2. Yogyakarta: Kanisius.
- Suhardjono. 1983. Estetika Musik. Depdikbud, Dikmenjur, Proyek Pengadaan Buku
Dikmenjur. - Sunarto. ____. Seni Yang Absolut Menurut G.W.F. Hegel (1770-1831). Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Semarang.
- Wiryomartono, Bagoes P. 2001. Pijar-Pijar Penyingkap Rasa: Sebuah Wacana Seni
dan Keindahan dari Plato sampai Derrida. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. - Yuwono, Praktik Hari. _____. Sejarah Seni Musik. Kementerian Pendidikan dan Budaya.
- __________. 1979. Hegel: On the Arts (Selections from G.W.F. Hegel, Aesthetics or
The Philosiphy of Fine Art). Arbridged and Translated with and introduction by
Henry Paolucci. New York: Frederick Ungar Publishing Co. - __________. 2014. Perkembangan Musik Dunia. Pemerintah Kabupaten Pati.