"Mas Man, aku beli ayam 1 ekor. Sekalian bawang merah dan putih, setengah kilo saja ya, mas. Tolong sekalian dibawa ke rumah soale aku mau jalan pagi dulu," pintaku kepada tukang sayur keliling langganan.
"Iya, mba. Nanti tak kubawain," jawab Mas Man. Tak lama kemudian, ibu mertuanya yang bersama-sama berjualan sayur keliling itu juga mengatakan akan memberikanku bonus sayur kangkung, bayam, dan tempe sebagai langganan.
"Mama Yunda, ini kukasih bayam, kangkung, dan tempe ya," ujar Ayuk yang terbiasa memanggilku dengan nama anak yang typo, sang ibu mertua yang merangkap bos Mas Man juga.
Dari mereka, saya mendapatkan pelajaran hidup untuk pantang menyerah di dalam berusaha dan jangan pernah berutang. Seadanya uang, patungan bersama anggota keluarga lainnya, itulah yang menjadi modal dasar untuk mengembangkan bisnis keluarga.
Si Ayuk dan Mas Man sempat berkisah bahwa mereka di kampung memiliki rumah, kolam ikan, peternakan kambing dan sapi, hingga toko keluarga yang memiliki 9 orang pegawai. Mungkin dengan usaha keluarga yang dimiliki, mereka tidak pernah mendapatkan berbagai bantuan sosial dari pemerintah.
Hebat sekali ya, bahkan Ayuk juga sudah melaksanakan ibadah umroh. Selama 35 tahun, Ayuk ini berjualan keliling di wilayah perumahan di sekitar Jalan Kemuning dan Angsana, Pejaten Timur.
Dari mulai dengan gendongan hingga kini bergerobak yang didorong menantunya, Mas Man, dan sepeda yang digunakan Ayuk untuk berjualan sayur menjadi poros yang membangun perekonomian keluarga.
Ayuk dan Mas Man di dalam menjalankan usahanya, seolah-olah membuka mata bahwa usaha itu bukan semata-mata butuh modal besar. Namun, tekad yang kuat berprinsip adalah nilai moralitas yang bisa membawa kesuksesan dari sebuah usaha.
Meski hanya dengan berjualan sayur, tetapi pada kenyataan usaha kecil itu berperan besar di dalam menopang perekonomian negara ini.
Hal tersebut senada dengan yang dinyatakan oleh Kemenko Bidang Perekonomian pada siaran persnya pada tanggal 1 Oktober 2022 bahwa peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sangat besar untuk pertumbuhan perekonomian Indonesia, dengan jumlahnya mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha.
Kontribusi UMKM terhadap PDB juga mencapai 60,5%, dan terhadap penyerapan tenaga kerja adalah 96,9% dari total penyerapan tenaga kerja nasional.
“Ini critical engine untuk perekonomian kita supaya maju. Jadi kita bertopang sangat besar kepada UMKM kita. Selama pandemi, kita melihat banyak UMKM terpuruk, tapi begitu kita melihat saat ini sebanyak 84,8% UMKM yang tadinya terpuruk sudah kembali beroperasi normal. Kebijakan Pemerintah selama pandemi terbukti cukup efektif dalam mewujudkan hal itu,” jelas Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, M. Rudy Salahuddin, Jumat (30/09).
Jadi, UMKM itu kecil-kecil cabe rawit ya! Hehe.