Rindukah dengan sosok al-Mustafa yang telah banyak mengajarkan keteladanan kepada kita? Beliau adalah seorang Rasul mulia yang diberi keistimewaan oleh Allah untuk memberi syafaat kepada kita kelak di hari kiamat. Bibir beliau selalu basah demi mendoakan kita agar kita selamat di dunia hingga di akhirat nanti. Beliau telah mengajarkan tiga pilar agama yang harus dibangun oleh setiap kita agar menjadi orang yang beriman: islam, iman dan ihsan.
Terkenang betapa besar kecintaan Nabi Muhammad kepada kita selaku umatnya. Hal ini tergambar saat detik-detik kewafatan beliau. Dalam sakit dan menjelang wafat, terucap kata-kata yang menampakkan betapa besar cinta beliau kepada kita. “Ummati... ummati... ummati...” Nabi Muhammad sangat berat meninggalkan kita. Kini, sanggupkah kita mencintai Nabi Muhammad seperti besar cinta beliau terhadap kita?
Yadi Saeful Hidayat dalam buku Merindukanmu, Duhai Muhammad! terbitan mizania 2014, membahas perihal kehidupan Nabi Muhammad ke dalam lima bagian. Masing-masing bagian berisi tentang bukti cinta kita kepada nabi, taat terhadap ajaran nabi, tentang Islam, muslim dan mukmin, tentang surga dan neraka, amal, doa, harapan dan lain sebagainya.
Ada kisah menarik di dalam buku ini yang telah dikutip oleh Yadi Saeful Hidayat. Kisah tentang Sayyidina Umar yang berkunjung ke rumah Nabi Muhammad. Pada suatu hari, Sayyidina Umar mendapati Nabi Muhammad sedang tidur di atas tikar. Melihat yang demikian, Sayyidina Umar tak kuat menahan tangis. Saat terbangun, Nabi bertanya kepada Sayyidina Umar, “Apa yang membuatmu menangis, wahai Umar?”
Dengan air mata yang terus menerus luruh ke pipinya, Sayyidina Umar menjawab, “Bagaimana saya tidak mau menangis, jika saya melihat engkau tidur di atas tikar yang telah meninggalkan bekas di tubuhmu? Engkau Nabi Allah dan engkau pula kekasih-Nya, tetapi kekayaanmu tidak lebih dari apa yang saya lihat ini. Sementara di sana, Kaisar Romawi dan Raja Persia tidur di singgasana mereka berbantal sutra.”
Sambil tersenyum, Nabi Muhammad pun berkata dengan lembut, “Mereka telah menyegerakan kesenangannya sekarang juga. Sebuah kesenangan yang akan cepat berakhir. Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan kita untuk Hari Akhir. Perumpamaan hubunganku dengan dunia seperti orang yang bepergian pada musim panas. Ia berlindung sejenak di bawah pohon, kemudian berangkat dan meninggalkannya.”
Ini adalah sebagian kisah dari kehidupan Nabi Muhammad, bahwa beliau tidak terlena dengan kemegahan dan kemewahan. Sebab, hidup di dunia ini hanya sekedar mampir. Laksana orang yang bepergian di musim panas, di dunia ini kita hanya numpang berteduh barang sesaat, setelah itu kita berangkat lagi menuju alam yang kekal.