Tersebutlah Dlori dan Zulfin. Keduanya pasangan suami istri yang dikaruniai lima buah hati; Harun, Aisyah, Umi, Musa, dan Rahim. Kelima anak itu lahir dari rahim Zulfin hampir setiap tahun. Usai istrinya melahirkan, Dlori mengundang tetangga kanan-kirinya untuk ikut mendoakan anaknya yang baru lahir dalam sebuah acara mewah.
Tetangga yang diundang ke acara besar itu pun tak enak jika menyumbang sekadarnya saja. Lambat-laun para tetangga itu mengeluhkan Dlori yang mengundangnya ke acara selapanan anaknya. Demikian pula, mereka menaruh rasa kurang suka terhadap Zulfin yang setiap tahun melahirkan anak.
Gunjing-menggunjing akhirnya tak terhindarkan dari para tetangga. Saat berkumpul dalam satu kesempatan, mereka membicarakan soal kehidupan keluarga Dlori dan Zulfin yang punya banyak anak. Mereka khawatir suami-istri itu tak cukup kondisi perekonomiannya untuk biaya hidup anak-anaknya. Belum lagi terkait dengan biaya sekolah.
Sementara Dlori dan Zulfin, berdasarkan pengetahuan yang ia dapat dari gurunya, berkeyakinan bahwa dengan bertambah anak maka semakin bertambah pula rezekinya. Maka, keduanya pun tak risau soal rezeki demi melangsungkan hidup. Ia menggantungkan hidupnya kepada Tuhan Sang Pemilik Segalanya.
Identitas Buku
Judul Buku: Senandung Bisu
Penulis: Aguk Irawan MN
Penerbit: Republika
Cetakan: I, Februari 2018
Tebal: 388 halaman
ISBN: 978-602-0208-229-90
"Kita tidak bisa mengharap semua orang akan selalu baik kepada kita. Tetapi tidak berarti semua orang itu jahat kepada kita. Ada orang baik. Pun ada orang jahat. Ada orang yang pura-pura baik, tetapi sesungguhnya jahat. Ada pula orang yang tampaknya jahat, walau hakikatnya baik," nasihat Dlori kepada Zulfin, saat ia dapati istrinya mulai goyah pendiriannya.
Dlori berharap Zulfin tidak terpengaruh kepada kasuk-kusuk tentang kehidupan keluarganya. Ia juga beri saran agar istrinya tak banyak waktu mengurus alasan orang menggunjing dirinya.
"Engkau jangan terpengaruh omongan para tetangga yang tidak baik tentang kita. Jangan pula mencari alasan kenapa mereka bisa menggunjing seperti itu. Mencari tahu alasan mengapa, justru akan menambah beban di pikiranmu saja," tambah Dlori (halaman 64).
Novel ini memberi pesan agar dalam menjalani hidup di lingkup tetangga dan masyarakat, haruslah sabar. Selain itu, perlu disadari bahwa dalam bertetangga tidak semua adalah orang baik, tidak pula jahat semua.
Akhirnya dikisahkan, dari lima anak itu; Harun, Aisyah, Umi, Musa, dan Rahim, hanya kehidupan si bungsu (Rahim) yang tak dihiraukan. Saat saudara lainnya dibiayai untuk sekolah, sementara Rahim disuruh berangkat mencangkul di sawah dan ladang milik keluarga itu.
Tak hanya itu, bahkan Rahim yang tak berkesempatan untuk sekolah dan mengaji tersebut, tak dipedulikan oleh ayah-ibunya. Ia tak dikirim makanan saat bekerja di sawah, dan tak dicari saat tak pulang-pulang dari ladang.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS