Kita kerap mendengar nama Syaikh Juha, Nashruddin Hodja, Abu Nawas, atau siapapun nama sebenarnya dari tokoh yang satu ini, yang jelas kita telah terlanjur untuk menyebutnya sebagai tokoh humoris nomor satu dari jazirah Arab.
Syaikh Juha memang menjadi legenda dari demikian banyak tokoh legendaris tanah Arab. Ia hidup sekitar tahun 1208-1284 M dan meninggal pada usia 76 tahun. Syaikh Juha menjadi suluh dunia, lantaran ia telah meletakkan prinsip penting dalam masalah moral dan etika masyarakat dan negara.
Syaikh Juha menolak pengkultusan dan menganjurkan kesetaraan, baik di bidang politik, sosial, keagamaan maupun keilmuan. Sebagai pendekar demokrasi, Syaikh Juha tidak pernah takut berbicara yang benar di hadapan seorang khalifah, berani menentang ketidakadilan, dan sesekali gagasannya memprovokasi masyarakat untuk menolak kesewenang-wenangan.
Itu semua dilakukan oleh Syaikh Juha tidak dengan cara menghasut, memfitnah atau pun tindakan anarkis. Tetapi dengan metode sindiran dan jurus-jurus logika yang sering dianggap tidak lazim.
Dalam buku Telur Keledai dan Kentut Seorang Sufi ini berisi kumpulan cerita jenaka, menghibur dan sarat makna tentang kehidupan sehari-hari Syaikh Juha. Dalam beberapa cerita ia muncul sebagai sosok yang bijaksana, cerdas dan berwibawa. Namun dalam cerita lain ia tiba-tiba muncul sebagai seorang yang sangat lugu, menjadi bahan tertawaan orang lain.
Terdapat cerita bertajuk Sup Panas yang mengisahkan suatu saat istri Syaikh Juha ingin membalas dendam pada suaminya, karena ia merasa telah dikecewakan. Dan hari itu ia mulai menjalankan rencananya.
Syaikh Juha biasa pulang di malam hari dalam keadaan lapar dan lelah. Dan sang istri menyediakan semangkuk sup yang baru turun dari perapian di atas meja. Karena sibuk memikirkan rencana untuk balas dendam, membuat si istri lupa kalau sup yang ia hidangkan masih panas. Dengan enak ia mencicipi sup itu satu sendok, tak ayal lidahnya seperti tersengat dan tanpa terasa air matanya mengalir.
Tepat saat itu Syaikh Juha datang, dan melihat istrinya sedang menangis.
"Ada apa denganmu? Mengapa engkau menangis?"
Isteri Syaikh Juha mengusap air matanya dan menjawab, "Aku ingat ibuku. Dia sangat menyukai sup ini. Dialah yang mengajarkanku cara membuat sup."
Syaikh Juha memang sangat menghargai ibu mertuanya. Tanpa berkomentar dia mengambil sendok sup dan mencicipinya. Karena sup itu masih panas membara, maka tentu saja matanya berkaca-kaca dan setitik air bening mengalir dari matanya yang redup.
"Ada apa denganmu? Mengapa engkau menangis?" tanya istrinya.
"Aku menangis karena menyesal, sebab seharusnya engkau yang mati bukan ibumu yang malang." (Halaman 4).
Perilaku Syeikh Juha yang kadang terlihat masa bodoh merupakan caranya untuk menertawakan diri sendiri, sesuatu yang jarang dilakukan oleh manusia saat ini.
Selamat membaca!
Identitas Buku
Judul: Telur Keledai dan Kentut Seorang Sufi
Penulis: Usamah Abubakar
Penerbit: Spektrum Nusantara
Cetakan: I, 2019
Tebal: 254 Halaman
ISBN: 978-623-7107-43-9
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS