Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Lena Weni
A Taxi Driver (Netflix)

A Taxi Driver (2017) adalah film asal Korea Selatan yang disutradarai oleh Jang Hoon.

Naskahnya digarap Oh Jung-min dan mendapuk aktor veteran Song Kang Ho sebagai bintang utama. 

Film ini mengikuti kisah Kim Man Seob, seorang sopir taksi Seoul yang rela menempuh berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Suatu hari, ia menyerobot penumpang rekannya demi mendapatkan bayaran berjumlah besar.

Penumpang yang ia rebut adalah warga negara asing yang meminta diantar ke Gwangju dengan maksud terselubung. 

Rupanya penumpang asing itu adalah seorang jurnalis asal Jerman yang datang ke Korea Selatan hanya untuk meliput jalannya protes yang terjadi di Gwangju.

Kim Man Seob yang buta akan situasi politik di negaranya itu pun mengantar si pelanggan asing tanpa ragu, yang mengakibatkan dirinya tak hanya menjadi saksi hidup dari kebrutalan militer dan pemerintah tapi juga sosok yang ikut berjuang menyuarakan demokrasi. 

Ulasan Film A Taxi Driver

Sebelumnya saya tidak mencari tahu secara mendetail tentang film A Taxi Driver, tapi ketika melihat Song Kang Ho di poster, pilihan saya langsung mantap untuk menontonnya.

Bukan tanpa alasan, sebab dari film-filmnya yang sudah saya saksikan satu pun tak ada yang mengecewakan. 

Dan seperti biasanya, Song Kang Ho berhasil menyumbang kekuatan di film ini.

Karakter Man Seob, sopir taxi yang ia perankan terasa sangat realistis, yang artinya ia berhasil menggambarkan transformasi emosional yang dialami oleh karakter tersebut. 

Lewat gaya aktingnya yang khas, Song Kang Ho berhasil membawakan transformasi seorang yang materialistis menjelma jadi patriotik seiring berjalannya waktu dan kondisi yang ia hadapi. 

Secara alur cerita, film ini menggabungkan unsur sejarah dan drama dengan sangat efektif.

Sewaktu menyaksikannya penonton dibawa pada perjalanan emosi yang mendalam atas peristiwa berdarah melalui sudut pandang seorang individu yang berada di tengah-tengahnya.

Film ini juga menghadirkan ketegangan dengan menonjolkan sisi humanisme yang menularkan keharuan. 

Sinematografi film ini juga patut diacungi jempol sebab berhasil menggambarkan peristiwa berdarah di Gwangju lengkap dengan atmosfer kelam yang sangat intens, juga mengharukan.

Setiap adegan yang ditampilkan tepat fungsi dan sasaran, juga terasa penuh makna. 

Intinya, secara keseluruhan film ini didukung oleh sederet elemen yang saling bersinergi sehingga menjanjikan pengalaman menonton yang luar biasa dan layak diingat.

Lena Weni