Sekar Anindyah Lamase | Natasya Regina
Jennifer Coppen dan Kamari (Instagram/jennifercoppenreal20)
Natasya Regina

Aktris Jennifer Coppen kembali jadi sorotan setelah meluapkan emosinya di Instagram Story eksklusif. Hal itu terjadi usai putrinya, Kamari, mendapat hinaan kejam dari oknum netizen yang menyebut sang anak dengan sebutan tak pantas.

Dalam unggahannya, Jennifer menegaskan bahwa dirinya bisa menerima kritik atau hujatan pribadi, namun tidak terima jika anak kecil ikut diseret.

“Hujat aku nggak apa-apa, tapi jangan bawa-bawa anakku!” tulisnya dengan tegas melalui @jennifercoppenreal20.

Jennifer juga mengaku menyesal pernah menampilkan Kamari di media sosial. Ia berjanji tidak akan tinggal diam jika masih ada pihak yang tega melontarkan hinaan kepada putrinya. Sikapnya ini memicu gelombang dukungan dari banyak warganet, yang mengecam keras tindakan menghina anak kecil di dunia maya.

Kasus ini sekaligus membuka kembali perbincangan soal pentingnya menjaga privasi anak di era digital. Banyak yang menilai pengalaman Jennifer bisa jadi pelajaran bagi orang tua agar lebih selektif dalam membagikan momen keluarga di media sosial.

Dampak Sharenting Terhadap Privasi Anak

Fenomena sharenting atau kebiasaan orang tua membagikan foto dan informasi anak di media sosial semakin marak. Namun, kebiasaan ini ternyata bisa menimbulkan dampak serius pada privasi anak. Salah satunya adalah hilangnya kendali atas data pribadi.

Begitu sebuah unggahan tersebar di internet, orang tua tidak lagi bisa mengontrol siapa saja yang melihat atau menggunakan informasi tersebut. Data ini bahkan bisa disalahgunakan untuk tujuan yang tidak baik.

Selain itu, anak juga bisa merasa tidak nyaman, malu, atau cemas ketika privasinya tidak dihormati sejak kecil. Mereka mungkin tumbuh dengan perasaan bahwa hidupnya terlalu terekspos tanpa persetujuan.

Risiko lain yang tak kalah berbahaya adalah potensi ancaman keamanan. Foto atau informasi yang terlalu detail, seperti lokasi real-time, bisa membuka peluang penculikan digital, eksploitasi seksual, hingga menjadikan anak target bullying maupun cyberbullying.

Dampak jangka panjang juga perlu diperhatikan. Identitas digital anak terbentuk sejak dini lewat unggahan orang tua. Jejak ini akan terus melekat hingga mereka dewasa, bahkan bisa merugikan atau membahayakan posisi mereka di kemudian hari, misalnya dalam pergaulan atau dunia kerja.

Batasan Sharenting yang Aman

Agar tetap bisa berbagi momen tanpa mengorbankan hak anak, ada beberapa batasan yang perlu diperhatikan orang tua. Pertama, selalu pikirkan konsekuensi jangka panjang dari setiap unggahan, bukan hanya untuk hari ini.

Kedua, batasi informasi pribadi seperti nama lengkap, alamat, tanggal lahir, atau nama sekolah yang bisa memudahkan orang lain melacak anak.

Aspek keamanan juga penting dijaga. Jangan pernah membagikan foto yang menunjukkan lokasi real-time atau aktivitas pribadi yang terlalu sensitif.

Orang tua juga perlu menghargai hak anak atas privasi mereka, termasuk hak untuk mengontrol jejak digitalnya di masa depan. Mengatur privasi akun media sosial agar hanya bisa diakses orang terdekat bisa menjadi langkah sederhana namun efektif.

Terakhir, libatkan anak dalam proses pengambilan keputusan. Jika mereka sudah cukup besar untuk memahami, mintalah izin sebelum mengunggah foto atau informasi tentang mereka.

Dengan begitu, orang tua tetap bisa mendokumentasikan momen berharga sambil melindungi anak dari risiko yang mungkin muncul di dunia digital.

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS