Di tengah industri film Indonesia yang sering terjebak di dua kutub besar, horor dan drama religi, kemunculan Film Agak Laen pada 2024 lalu ibarat kejutan nggak terduga.
Film komedi horor absurd besutan Mukhadly Acho yang diproduksi Imajinari ini sukses besar di bioskop. Bahkan, mencatat rekor sebagai salah satu film Indonesia terlaris sepanjang masa. Rahasianya sederhana, yakni konsep segar yang menggabungkan tawa lepas dengan kritik sosial, sekaligus mengangkat logat dan humor khas Medan yang belum banyak tereksplorasi di layar lebar.
Namun, keberanian Film Agak Laen nggak berhenti di situ. Sekuelnya yang baru saja diumumkan, ‘Agak Laen - Menyala Pantiku!’ (rilis 27 November 2025), mengambil jalur yang lebih ‘gila’ lagi.
Bukan melanjutkan kisah rumah hantu yang sudah dikenal penonton, melainkan lompat ke genre berbeda, yakni komedi berbalut aksi detektif. Oki Rengga, Bene Dion, Boris Bokir, dan Indra Jegel tetap jadi bintang utama, tapi kali ini mereka berperan sebagai empat detektif gagal yang terpaksa menyamar di panti jompo demi menyelidiki kasus pembunuhan anak walikota.
Letak keberanian inilah yang patut dikritisi sekaligus diapresiasi. Imajinari bersama Mukhadly Acho jelas ingin menjadikan ‘Agak Laen’ bukan sekadar film, tapi brand komedi yang bisa menjelajah banyak genre.
Formula ini mirip dengan gaya Warkop DKI pada masa jayanya. Nama tetap sama, gaya humor tetap terjaga, tapi cerita dan latarnya selalu berganti. Pertanyaannya, apakah strategi ini relevan di tengah iklim perfilman modern yang cenderung mengutamakan universe dan kesinambungan cerita?
Kalau boleh jujur, film komedi Indonesia seringkali dipandang sebelah mata. Banyak yang dianggap receh, murahan, atau sebatas kumpulan sketsa di layar lebar. Produser pun lebih sering bermain aman, biasanya bikin horor dengan bumbu komedi, atau komedi romantis yang rumusnya sudah basi. Padahal, genre komedi punya potensi besar untuk menjaring penonton lintas usia dan kelas sosial.
Keberhasilan ‘Agak Laen’ dulu, membuktikan penonton Indonesia nggak sebodoh asumsi pasar. Mereka mau datang ke bioskop nonton komedi, asalkan ceritanya punya ide kuat dan dieksekusi dengan niat. Penonton nggak cuma mencari tawa, tapi juga sesuatu yang relatable, segar, dan punya bobot.
Dengan sekuelnya yang bertajuk ‘Menyala Pantiku!’, Imajinari dan Mukhadly Acho seperti tengah sedang menguji pasar. Berani nggak penonton diajak keluar dari formula yang sudah berhasil? Dari horor-komedi ke komedi-aksi, dari rumah hantu ke panti jompo, dari celetukan absurd ke penyelidikan pembunuhan.
Di satu sisi, langkah ini riskan banget. Banyak penonton yang mungkin berharap sekuel langsung melanjutkan cerita lama. Kalau hasilnya jauh beda, ada risiko kecewa. Namun di sisi lain, inilah kesempatan untuk memperluas jangkauan. Komedi bisa menempel ke genre apa pun. Semisal aksi, sci-fi, politik, bahkan thriller. Kalau ‘Menyala Pantiku!’ berhasil, ‘Agak Laen’ bisa jadi pionir komedi lintas-genre di Indonesia.
Menariknya lagi, cast pendukung kali ini juga lebih bervariasi. Ada Tissa Biani, Tika Panggabean, Egy Fedly, Chew Kin Wah, Ayushita, sampai Jarwo Kwat. Kombinasi pemain senior, muda, dan komedian menunjukkan kalau Imajinari nggak main-main membesarkan skala produksinya.
Memang, industri film butuh formula baru. Kenapa ini penting? Selama ini, box office kita dikuasai horor dan drama religi. Sesekali ada drama keluarga atau film anak yang pecah, tapi jarang ada komedi yang berani keluar pakem. Padahal, di era digital, selera humor berkembang sangat cepat. Generasi muda terbiasa dengan meme, stand-up, hingga konten absurd di TikTok. Film layar lebar nggak bisa lagi mengandalkan humor zaman dulu yang repetitif.
Kalau Film Agak Laen - Menyala Pantiku! sukses, bukan nggak mungkin kita akan melihat kebangkitan genre komedi di bioskop. Bukan hanya ‘Agak Laen’, tapi juga komedi-an lain yang terinspirasi untuk membuat proyek layar lebar dengan kualitas setara.
Kalau sekuelnya ini gagal memenuhi ekspektasi, bakal berisiko sih. Bisa saja nanti muncul anggapan sukses film pertama hanyalah kebetulan. Strategi franchise ala Warkop juga bisa terlihat ketinggalan zaman kalau eksekusinya setengah hati. Dan jangan lupa, publik sekarang lebih cerewet. Kalau humornya terkesan menyinggung atau receh, kritik di media sosial bisa jadi bumerang.
Sobat Yoursay siap nonton? Buat yang sudah nonton film pertamanya, wajib sih nonton sekuelnya.
Baca Juga
-
Futsal dan Kesehatan Fisik yang Berdampak Besar
-
Review Film One Battle After Another: Pusaran Dendam yang Nggak Pernah Padam
-
Futsal, Psikologi Kompetitif dan Mental Toughness Gen Z di Lapangan
-
Review Film The Long Walk: Alegori Negara yang Menumbalkan Rakyat
-
Futsal dan Pendidikan: Dari Ekstrakurikuler Jadi Jalan Serius
Artikel Terkait
-
Review Film Dia Bukan Ibu: Saat Teror Bukan dari Hantu, tapi dari Orang Terdekat di Rumah
-
Tayang 6 November di Bioskop! Intip Teaser Trailer Resmi Film Horor Kuncen
-
Meriam Bellina Puas Perankan Ibu di Film Tukar Takdir: Bisa Lihat Nicholas Saputra Mandi!
-
Totalitas Tanpa Ampun! Marthino Lio Tabrak Mobil Beneran di Film Horor Terbaru
-
Tak Cuma Horor, Ini 9 Film Adaptasi Stephen King dengan Rating Tertinggi Sepanjang Masa!
Entertainment
-
Asmara Gen Z Pecah Rekor! Gandeng Idol K-Pop XngHan, Sinetron Indonesia Go Internasional?
-
Bedu Sebut Keputusan Gugat Cerai Irma Kartika Sudah Dipikirkan Matang
-
Hilang 3 Kali dan Berakhir di Bagasi: Apa yang Terjadi dengan Celeste Rivas?
-
Profil Bedu: Gugat Cerai Istri setelah 15 Tahun, Sempat Terlilit Pinjol dan Gagal Nyaleg
-
Marlon Wayans Tanggapi Kritikan terhadap Film Him yang Dibintanginya
Terkini
-
Bukan Cuma Biar Kurus: Ini 6 Aturan Main Diet Sehat yang Gampang Diterapin
-
Jokowi Jadi Penasihat Bloomberg New Economy: Peran Baru usai Purnatugas
-
Dari FYP Turun ke Jalan: Kenapa Gen Z di Seluruh Dunia Sering Demo?
-
Serasa Dejavu! Indonesia Kembali Mengaum di Sidang PBB ke-80
-
Teror Badut Pennywise Kembali! IT: Welcome to Derry Siap Tayang 27 Oktober