Tahun 2019. Setelah shalat ashar, Faiq dan keluarganya berangkat mudik dari Kabupaten T menuju Kabupaten P. Tujuan mereka adalah rumah almarhum kakek dan nenek dari pihak ibu—rumah lama yang sudah lama kosong, tapi masih sering dikunjungi.
Sopirnya Mang Umar. Tangannya berkeringat sejak keluar kota. Menjadi sopir adalah hal yang biasa baginya, tapi jalur cepat menuju P bukan jalur yang ia kenal.
Apalagi ketika mereka memasuki kawasan hutan Ciasta, lalu hutan Cikupa dengan jalan yang sempit, curam, penuh batu dan kerikil. Lampu mobil seperti kalah oleh pekatnya malam.
Mang Ahmad, kerabat dari kampung, mengawal dari depan. Mobilnya jadi penunjuk jalan. Ia sudah tahu bagaimana menaklukan medan yang cukup berbahaya itu.
Tak ada kejadian aneh, kecuali ATM Bi Marhamah yang tertelan mesin di Kabupaten P.
“Pertanda apa ini? Ah jangan aneh-aneh lah,” gumamnya sambil tertawa hambar. Tapi sejak itu, perasaan Faiq mulai tidak enak.
Magrib berlalu. Hutan makin sunyi. Setiap tanjakan terasa seperti menantang maut. Mobil miring tajam, seolah akan terguling.
“Pelan-pelan atuh, Mang…” suara mamah Faiq bergetar.
Mang Umar hanya mengangguk. “Udah, do'ain aja…”
Di luar, sesuatu bergerak. Faiq melihat bayangan hitam bergelantungan di dahan—terlalu besar untuk monyet. Nazwa tiba-tiba berbisik, “Om… tadi ada yang nyebrang… kakinya banyak.”
Tak lama, di sisi jalan, Faiq melihat dua sosok tua memanggul kayu. Jalannya tidak menyentuh tanah.
“Mah… itu manusia kan?”
Mamah Faiq tak menjawab. Matanya terpejam, bibirnya tak berhenti beristighfar.
Lalu… sampailah mereka di tanjakan itu.
Tanjakan Cikupa.
Mobil tiba-tiba berhenti. Mesin meraung, tapi roda tak bergerak. Tepat di tengah tanjakan. Di kiri jurang gelap, di kanan tebing basah.
“Allahu Akbar… Allahu Akbar…” Bi Marhamah menangis.
Mang Umar panik. “Gas… gasnya gak dapet!”
Udara mendadak dingin. Terlalu dingin.
Dari kaca depan, Faiq melihat Mang Ahmad sudah jauh. Lampu mobilnya hilang ditelan tikungan. Mereka sendirian.
Beberapa warga datang membantu. Wajahnya datar. Matanya kosong. Dorongan gagal.
Lalu terdengar langkah kaki.
Mang Ahmad muncul tanpa mobil.
“Mobil saya tinggal di Astana,” katanya lirih. “Ini kayaknya ada yang… gak suka dilewatin.”
Kata-katanya membuat bulu kuduk berdiri.
Dengan susah payah, mobil akhirnya bisa jalan. Mereka berhenti di area Astana, pemakaman tua di tengah hutan. Nisan-nisan miring, pohon besar menutup langit.
Faiq melihatnya jelas kali ini.
Di dalam mobil Mang Ahmad, ada perempuan berkerudung. Duduk diam. Di pangkuannya ada bayi. Kepalanya menunduk, tangannya bergerak-gerak seperti mengais sesuatu. Itu pasti Bi Rina, istri Mang Ahmad, pikir Faiq.
“Kasian Bi Rina ditinggalin di mobil…” bisik mamah Faiq.
“Iya… masih bayi anaknya.” sahut Bi Marhamah.
Faiq ingin segera turun memastikan keadaan bi Rina. Tapi kakinya kaku. Perempuan itu perlahan menoleh.
Tapi kok aneh Bi Rina jadi aneh, biasanya ramah. Faiq melihat dari kejauhan, wajahnya hitam. Matanya kosong. Bayinya… tidak bernapas.
“Mang Umar duluan aja!” teriak Mang Ahmad.
Mobil melaju. Anehnya, setelah itu jalan terasa mudah. Seperti dilepas.
Selancar itu, tak terasa mereka tiba di kampung halaman. Tanpa sadar, mobil Mang Ahmad malah sudah duluan sampai.
Sebelum masuk rumah, mereka makan bersama di teras karena sudah lapar.
“Bi Rina mana, Mang?” tanya Faiq, suaranya gemetar.
Mang Ahmad berhenti mengunyah. “Lho? Bi Rina kan di Kota C. Sama anak-anak. Katanya pengen liburan di rumah neneknya. Dari awal mamang mah sendirian.”
Sendok jatuh. Nazwa menangis.
“Terus… yang di mobil itu siapa…? Kan tadi teh ada perempuan sama bayi”
Mang Ahmad menatap gelap ke arah hutan.
“Waduh, kayaknya itu yang ikut dari Kabupaten sebelumnya.”
Semua kaget. Semua hanya bisa bengong.
Memang dari Kabupaten M, sosok yang dianggap Bi Rina itu sudah terlihat di mobil. Hanya mereka tidak sempat menghampiri ke mobil untuk memastikan. Langsung berangkat karena ingin cepat sampai.
"Udah lah, nanti mah lewat Anjasari aja. Mendingan agak jauh tapi perjalanan lancar." Ujar Mang Umar seolah kapok.
Sejak malam itu, tak ada yang berani melewati Tanjakan Cikupa setelah magrib.
Karena di sana…
yang mogok bukan cuma mobil.
Baca Juga
Artikel Terkait
Cerita-misteri
Terkini
-
3 Drama Korea yang Dibintangi Choo Young Woo di 2025, Layak Ditonton!
-
CERPEN: Perempuan yang Menyulam Kesedihan
-
Japan Youth Summit 2025 Sukses Digelar, Delegasi dari 25 Negara Bawa Pulang Penghargaan
-
4 Rekomendasi Parfum Mykonos untuk Pria, Maskulin dan Tahan Lama
-
Trailer The Odysseus Rilis, Petualangan Mitologis Odysseus Resmi Dimulai