Peliknya konflik sosial di sepanjang kehidupan, dapat meninggalkan luka batin pada tiap individu. Mulai dari konflik berat hingga yang ringan sekalipun. Proses kognitif pada otak melalui memori, atensi, persepsi dan sensori atas interaksi sosial inilah penyebab luka tersebut dapat timbul. Misal, sesederhana gagal dalam satu mata kuliah.
Luka dan Rasa Sakit
Luka akan diinterpretasikan oleh otak menjadi rasa sakit. Semakin besar luka yang ditorehkan, maka semakin dalam rasa sakitnya. Luka dan rasa sakit ini diperparah oleh emosi negatif yang hadir, seperti perasaan kecewa, sedih, khawatir, panik, takut, serta berbagai macam emosi negatif lainnya.
Pengalaman emosional melibatkan aktivasi saraf di area neokortikal dan subkortikal sebagai dasar perubahan aspek motor-ekspresif, sensoris-perseptual, otonomi-hormonal, kognitif-atensi, dan perasaan afektif.
Maka, tak jarang apabila setelahnya kita merasa bersalah, denial, stres atau depresi, lalu mulai membenci bahkan menyakiti diri sendiri secara fisik. Contoh, terlontar kalimat “Aduh, aku bodoh banget sih” atau “Aku jelek banget jadi gak ada yang mau temenan sama aku”. Jika hal ini terus berlanjut, maka bukan tidak mungkin akan berakibat fatal di kemudian hari.
Langkah yang bisa diambil ialah mengatur emosi negatif untuk menyembuhkan luka kita. Dimulai dari sadar bahwa kini kita perlu move on dari luka itu dan tidak perlu menghukum atau menyalahkan diri sendiri.
Sadar atau menerima kondisi perasaan atau rasa sakit yang sedang kita alami itu penting. Sadar yang kita butuhkan ialah sembuh sepenuhnya dari luka tersebut, daripada berfokus pada stimulus lain yang hanya mengalihkan sementara rasa sakit. Langkah ini disebut meditasi mindfulness.
Apa itu mindfulness?
Mindfulness artinya sadar penuh dan hadir utuh. Individu memberikan atensi pada pengalamannya disertai oleh penerimaan.
Mindful juga berarti menciptakan kejernihan kesadaran, tidak membuat konsep atau membeda-bedakan, kesadaran dan perhatian yang fleksibel, memiliki pendirian yang empiris terhadap realitas, sadar berorientasi pada masa sekarang, serta stabil dan berkelanjutan.
Dengan mindfulness individu dapat meningkatkan kemampuan memaafkan diri sendiri, meregulasi emosi, memodulasi rasa sakit, serta membantu menyikapi persoalan hidup sewajarnya saja. Hal ini berkontribusi pada kesejahteraan (well being) serta kebahagiaan (happiness) individu
Seperti ungkapan dari Marcus Aurelius, seorang kaisar dan filsuf Romawi, bahwa kebahagiaan dari hidup anda tergantung pada kualitas dari pikiran anda. Pengajaran meditasi mindfulness memengaruhi penurunan emosi-afek negatif yang memprediksi meningkatnya kepuasan hidup.
Mindfulness membuat kebahagiaan hidup tidak lagi berpatok pada finansial. Menurut Suwenten dan Dewanto (2019), Self healing atau proses penyembuhan oleh diri sendiri dengan menghadirkan emosi positif pada lingkungan sekitar merupakan salah satu metodenya. Konsepnya pun sudah ada sejak ratusan tahun lalu (Dinora, 2018). Syair “bahagia itu sederhana” yang dilantunkan oleh Wina Natalia dan Abdul seolah menyadarkan kita bahwa kebahagiaan itu bisa didapat melalui mindful terhadap hal kecil sebagai sarana self healing, misal sesederhana tersenyum atau bercanda dengan orang lain.
Penutup
Sadar dan menerima rasa sakit yang dialami dan menjadikannya sebagai pelajaran hidup. Setelah itu, lakukan hal-hal sederhana dengan penuh kesadaran dan perhatian untuk menyembuhkan luka. Hargai setiap detik dalam hidup anda saat ini dengan mindful, maka setiap momen akan lebih bermakna dan menyenangkan. “Bukan seberapa banyak yang kita punya, melainkan seberapa banyak yang kita nikmati, itulah yang membuat kebahagiaan,” kata Charles Spurgeon, seorang pendeta asal Inggris.
Referensi
Dinora, A. G. (2018). Emosi: Sebuah terapi. Anak Hebat Indonesia.
Edison, L. (2020, Oktober 16). Hal umum yang cenderung dilakukan orang tidak bahagia. Kumparan.
Lieberman, M. D., & Eisenberger, N. I. (2009). Neuroscience: Pains and pleasures of social life. Science.
Satu Persen - Indonesian Life School. (2020, Agustus 19). Cara menyembuhkan luka batin (Mindset mengubah diri dengan self-healing) [ Video]. Youtube.
Suwenten, M., & Dewanto, I. (2019). Ultimate self healing: Damai dan bahagia di hati. Eternity Publishing.
Waskito, P., Loekmono, J. T. L., & Dwikurnaningsih, Y. (2018). Hubungan antara mindfulness dengan kepuasan hidup mahasiswa bimbingan dan konseling. Jurnal Kajian Bimbingan dan Konseling.
Yusainy, C., Nurwanti, R., Dharmawan, I. R. J., Andari, R., Mahmudah, M.U., Tiyas, R. R., Husnaini, B. H. M., & Anggono, C. O. (2018). Mindfulness sebagai strategi regulasi emosi. Jurnal Psikologi, 17(2).
Baca Juga
Artikel Terkait
-
5 Rekomendasi Buku untuk Belajar Mindfulness ala Orang Jepang, Wajib Baca!
-
Kerja Sama Strategis Indonesia-Polandia Jadi Kunci Hadapi Tantangan Ekonomi Global
-
Lebaran Lebih Berwarna dengan Arisan Keluarga, Ada yang Setuju?
-
Menghadapi Mental Down setelah Lebaran, Mengapa Itu Bisa Terjadi?
-
Kembali Produktif Usai Libur Lebaran: Tips Psikolog agar Semangat Kerja Pulih Tanpa Stres
Health
-
5 Tips Atasi Lelah setelah Mudik, Biar Energi Balik Secepatnya!
-
Mengenal Metode Mild Stimulation Dalam Program Bayi Tabung, Harapan Baru Bagi Pasangan
-
Kenali Tongue Tie pada Bayi, Tidak Semua Perlu Diinsisi
-
Jangan Sepelekan Cedera Olahraga, Penting untuk Menangani secara Optimal Sejak Dini
-
3 Tips agar Tetap Bugar saat Menjalankan Ibadah Puasa Ramadan
Terkini
-
Masuki Fase Krusial, Bagaimana Aturan Kelolosan Babak Grup Piala Asia U-17?
-
3 Pencapaian Indonesia yang Bisa Bikin Malu Korea Selatan di AFC U-17, Pernah Kepikiran?
-
Kang Daniel Terjebak dalam Hubungan Cinta yang Menyakitkan di Lagu 'Mess'
-
Masuk Daftar Top Skor AFC U-17, Evandra Florasta Terbantu Kelebihan Mental Reboundnya
-
Zahaby Gholy, Pembuka Keran Gol Timnas U-17 dan Aset Masa Depan Persija