Kesempurnaan mungkin ingin dimiliki oleh sebagian orang. Tidak hanya dengan diri sendiri, tetapi juga lingkungan dan orang-orang sekitarnya harus sempurna.
Memiliki sifat perfeksionis mungkin menguntungkan beberapa orang dan membantu dalam beberapa hal. Namun di balik nikmat yang didapat, perfeksionisme juga memiliki dampak buruk yang cukup menbuat hidupmu berubah.
Merangkum Psychology Today, berikut adalah tiga alasan untuk kamu berhenti menjadi perfeksionis.
1. Jalur Cepat Menuju Depresi
Sifat perfeksionis tidak hanya menuntut diri kamu untuk terlihat sempurna, tetapi ada juga orang yang ingin orang lain juga melakukan hal tersebut. Bahkan, ada juga yang merasa bahwa orang lain menuntutmu untuk tampil sempurna. Hal-hal tersebut bisa saja membuatmu depresi jika tidak terwujud.
Sebuah studi menyimpulkan bahwa perfeksionisme dalam banyak kasus menyebabkan depresi. Ini bisa menjadi peringatan untukmu agar tidak membiarkan kecenderungan menjadi masalah dan merusakmu.
2. Membuat Kesepian
Orang-orang yang memiliki sifat perfeksionis pasti memiliki tujuannya masing-masing dan cara untuk menunjukkannya. Ada yang sengaja menunjukkan kesempurnaannya untuk mengesankan orang, seperti seorang narsisis.
Ada juga yang terlihat mengindari sebuah kegiatan yang bisa menunjukkan kekurangannya hingga menghindar dari percakapan tentang kesulitan atau kesalahan seseorang. Maka dari itu, seorang yang perfeksionis cenderung melakukan isolasi sosial saat merasa tidak sempurna.
Kamu mencoba untuk memenuhi harapan dari realitas yang sebenarnya sulit untuk diwujudkan, sehingga mengasingkan diri dari orang lain di dalam prosesnya. Terkadang juga ada beberapa orang yang memilih menjauhimu karena memiliki sifat perfeksionis yang cenderung ke arah narsisis.
3. Dapat Diwarisi oleh Keturunanmu
Dalam studi terbaru, psikolog Martin Smith dan Simon Sherry menemukan bahwa orang-orang yang melaporkan memiliki orang tua yang tanpa henti mendorong anaknya untuk menjadi lebih baik cenderung lebih berorientasi pada diri sendiri, orang lain, dan perfeksionisme yang ditentukan secara sosial.
Para orang tua yang seperti itu masuk ke dalam sifat perfeksionis yang ingin melihat orang lain tampil sempurna. Mereka menuntut dan membesarkannya secara kritis dengan sifat perfeksionis yang dimilikinya sehingga sang anak juga ikut terbiasa dan terdampak dari cara orang tua yang membesarkannya.
Kamu harus bisa mengendalikan sifat tersebut agar tidak terbawa jauh dan mendapatkan dampak buruknya.
Itulah alasan-alasan agar kamu berhenti untuk menjadi perfeksionis. Semoga informasi di atas bisa membantumu dalam mengatasi hal tersebut.
Tag
Baca Juga
-
5 Tanda Tidak Bahagia secara Diam-Diam dan Tak Mengakuinya, Pernah Menyadarinya?
-
6 Kesalahan yang Harus Dilakukan agar Lebih Kuat Jalani Hidup
-
5 Tanda Orang Tidak Terkoneksi dengan Diri Sendiri
-
Tampak Sangar, 4 Karakter Anime Ini Ternyata Diam-diam Baik
-
3 Anime Shonen yang Membunuh Karakter Terbaiknya
Artikel Terkait
-
Ulasan Novela 'Asrama', Kesepian yang Menghuni Kepala Seorang Perempuan
-
Darurat Kesepian di Jepang: 10% Lansia Terancam Hidup Tanpa Keluarga di 2050
-
Lucinta Luna dan Meyden Ngaku Suka Membeli Teman, Ciri-Ciri Orang Kesepian?
-
Ulasan Buku Kita Pasti Sendiri, Ketika Kesendirian Menjadi Teman Perjalanan
-
7 Rekomendasi Film yang Menggugah Perasaan tentang Kesendirian
Health
-
Strategi Mengelola Waktu Bermain Gadget Anak sebagai Kunci Kesehatan Mental
-
Suka Konsumsi Kulit Buah Kopi? Ini 3 Manfaat yang Terkandung di Dalamnya
-
Sehat ala Cinta Laura, 5 Tips Mudah yang Bisa Kamu Tiru!
-
4 Minuman Pengahangat Tubuh di Musim Hujan, Ada yang Jadi Warisan Budaya!
-
6 Penyakit yang Sering Muncul saat Musim Hujan, Salah Satunya Influenza!
Terkini
-
Seni Menyampaikan Kehangatan yang Sering Diabaikan Lewat Budaya Titip Salam
-
3 Moisturizer Lokal yang Berbahan Buah Blueberry Ampuh Perkuat Skin Barrier
-
Bangkit dari Keterpurukan Melalui Buku Tumbuh Walaupun Sudah Layu
-
The Grand Duke of the North, Bertemu dengan Duke Ganteng yang Overthinking!
-
5 Manfaat Penting Pijat bagi Kesehatan, Sudah Tahu?