Cedera bisa dialami siapa saja, terutama atlet atau penggemar olahraga yang aktif sejak muda. Remaja berusia 10–19 tahun termasuk kelompok yang rentan mengalami cedera, sehingga penanganan sejak dini menjadi krusial.
Cedera olahraga umum terjadi pada anak-anak dan orang dewasa muda. Setiap tahun, lebih dari 3,5 juta anak dan remaja mengalami cedera akibat olahraga terorganisir atau aktivitas fisik, menurut Stanford Children’s Health. Bahkan, sepertiga dari semua cedera pada anak-anak terkait dengan olahraga.
Jenis cedera yang paling sering terjadi adalah terkilir dan tegang. Olahraga kontak seperti sepak bola dan basket memiliki risiko cedera lebih tinggi dibandingkan olahraga nonkontak seperti berenang dan berlari.
Sebuah studi tahun 2016 mencatat bahwa 8,6 juta orang berusia 5–24 tahun mengalami cedera olahraga setiap tahun di Amerika Serikat. Lebih dari separuh kasus terjadi pada pria dalam kelompok usia tersebut.
Bagian tubuh yang paling sering cedera adalah tubuh bagian bawah (42 persen), diikuti ekstremitas atas (30,3 persen). Cedera kepala dan leher menyumbang 16,4 persen dari total kasus. Kematian akibat cedera olahraga jarang terjadi, tetapi jika terjadi, biasanya disebabkan oleh cedera kepala.
"Dampak cedera jangka panjang bisa berat bagi atlet. Jika tidak ditangani dengan baik sejak remaja, mereka bisa mengalami burnout atau bahkan berhenti menjadi atlet," ujar dr. L. Grace Tumbelaka, Sp.KO., Subsp. ALK (K), dalam Opening Ceremony Siloam Sports Medicine & Performance Center, Kamis (13/03/2025).
Proses penyembuhan cedera bergantung pada jenis, tingkat keparahan, dan metode penanganannya. Jika tidak optimal, waktu pemulihan bisa lebih lama dari seharusnya.
"Agar cedera sembuh sesuai timeline-nya, perlu penanganan yang baik dan komprehensif," tambah dr. Grace.
Dukungan fasilitas medis canggih menjadi kunci. RS Siloam Mampang menghadirkan layanan MRI, ruang operasi berstandar internasional, dan empat teknologi unggulan untuk pemulihan cedera.
Pertama, Cardiopulmonary Exercise Testing (CPET), yang mengevaluasi fungsi kardiovaskuler dan pernapasan. Kedua, Motion Analysis berbasis AI, yang menganalisis pola gerakan untuk meningkatkan performa dan mencegah cedera.
Ketiga, Cryotherapy dan ESWT (Extracorporeal Shock Wave Therapy), yang memanfaatkan suhu rendah dan gelombang kejut untuk meredakan nyeri, mempercepat pemulihan otot dan sendi, serta mendukung regenerasi jaringan.
Keempat, Stem Cells Treatment, terapi regeneratif yang menggunakan sel punca untuk memperbaiki jaringan rusak akibat cedera atau degenerasi.
"Gabungan teknologi terkini dan pendekatan medis berbasis bukti memungkinkan kami tidak hanya membantu pasien pulih, tetapi juga mengoptimalkan performa mereka agar lebih tangguh menghadapi tantangan olahraga," ujar Prof. DR. dr. Andri Maruli Tua Lubis, Sp.OT(K), Dokter Spesialis Bedah Ortopedi dan Traumatologi, Konsultan Sports Injury and Arthroscopy.
Berbagai jenis cedera olahraga dapat menimbulkan gejala dan komplikasi yang berbeda. Cedera yang paling umum meliputi:
- Terkilir: Cedera pada ligamen akibat peregangan berlebihan atau robekan. Ligamen adalah jaringan yang menghubungkan dua tulang dalam satu sendi.
- Tegang: Cedera pada otot atau tendon akibat peregangan berlebihan atau robekan. Tendon adalah jaringan berserat yang menghubungkan otot ke tulang. Cedera ini sering disalahartikan sebagai terkilir.
- Cedera lutut: Gangguan pada pergerakan sendi lutut, mulai dari peregangan hingga robekan otot atau jaringan.
- Otot bengkak: Reaksi alami tubuh terhadap cedera yang menyebabkan nyeri dan kelemahan.
- Pecahnya tendon Achilles: Tendon di bagian belakang pergelangan kaki dapat putus saat berolahraga, menyebabkan nyeri hebat dan kesulitan berjalan.
- Fraktur (patah tulang): Cedera yang terjadi saat tulang mengalami retak atau patah.
- Dislokasi: Cedera yang menyebabkan tulang keluar dari soketnya, menimbulkan rasa sakit, pembengkakan, dan kelemahan.
- Cedera rotator cuff: Robekan pada salah satu dari empat otot yang menjaga bahu tetap bergerak dengan baik, yang dapat melemahkan fungsi bahu.
Penulis: Kayla Riasya Salsabila
Baca Juga
-
Review Desa Mati The Movie: Mengungkap Teror di Desa Terpencil!
-
Oh Beauty Festival 2025 : Blok-M Takeover, Membawa Keseruan Baru ke Ikon Lifestyle Jakarta
-
Menebar Kebaikan di Ramadhan: Street Feeding untuk Kucing Jalanan
-
Kacau, Debut Lewis Hamilton di Scuderia Ferrari Tak Sesuai Ekspektasi
-
Juara Baru All England 2025, China dan Korea Selatan Sabet 2 Gelar
Artikel Terkait
-
Cadangkan Kevin Diks, Pelatih FC Copenhagen Takut Diserang Netizen Indonesia?
-
Detik-detik Emil Audero Hampir Cedera Parah H-5 Australia vs Timnas Indonesia
-
Cedera Saat Olahraga? Begini Cara Melakukan Pertolongan Pertama dengan Metode RICE
-
Mees Hilgers: Saya Mengalami Robek Otot Hamstring
-
Pretty Privilege Sports: Ruang Aman Perempuan untuk Olahraga Bareng
Health
-
3 Tips agar Tetap Bugar saat Menjalankan Ibadah Puasa Ramadan
-
Intermittent Fasting vs. Keto, Mana yang Lebih Efektif untuk Panjang Umur?
-
Mitos vs Fakta: Benarkah Gula Merah Lebih Sehat daripada Gula Putih?
-
Mengenal Terapi CAR-T Cell: Inovasi Perawatan Medis Kanker Darah
-
Stunting Bukan Takdir! Kenali Penyebab, Bahaya, dan Solusi untuk Anak
Terkini
-
Review Desa Mati The Movie: Mengungkap Teror di Desa Terpencil!
-
Oh Beauty Festival 2025 : Blok-M Takeover, Membawa Keseruan Baru ke Ikon Lifestyle Jakarta
-
Menebar Kebaikan di Ramadhan: Street Feeding untuk Kucing Jalanan
-
Kacau, Debut Lewis Hamilton di Scuderia Ferrari Tak Sesuai Ekspektasi
-
Juara Baru All England 2025, China dan Korea Selatan Sabet 2 Gelar